Mencari merupakan bagian dari proses kehidupan. Proses di mana
setiap manusia sedang menjalani arah hidup. Apakah arah ke samping, ke
depan atau berputar-putar sampai pusing sendiri. Arah dari setiap
keputusan, setajam konsekuensi yang dijalaninya. Itulah diriku yang
sedang mengalami revolusi cinta, mencari teman hidup. Mencari bukan
hanya kaum Adam yang sedang mengamat-amati si Hawa di balik pohon.
Sebaliknya, kaum hawa-pun bisa mencari adamnya dari beribu Adam di bumi
ini. mencari dan menemukan tambatan hati, sehati dan sekali sehidup
semati, tanpa kompromi untuk menduakan sang teman hidup itu. Di
jantungku, dijantungmu. Datang berlari-lari menemukan rerumputan yang
telah mengering dan melaju di hantam sang angin ganas yang merobek
‘tubuh’ dedaunan nan kering itu. Sangat ironis, jika sang kekasihku
tidak tahan uji akan detakan jantung yang hebat merobek sukma sampai
berkeping-keping.
Teman hidup berbeda dengan
teman ranjang. Teman ranjang sering kali disebut cinta satu malam,
bercinta menikmati bibir nan ‘hangat’ dengan rakus bak “kau guritanya,
aku rela jadi tintanya”, cinta rumput tetangga yang berbuntut cinta
menusuk dari urat sampai ke surat yang tidak sah, berakhir membinasakan
hidup dengan tertularnya berbagai penyakit kelamin. Itulah resiko orang
yang hanya berorientasi pada teman ranjang dengan kecupan bercinta.
Bagaimana mencintai teman hidup dengan cara tulus-iklas? Itulah tahap
proses dimana aku masih mencari dan menemukan sang adam (tulang rusukku
yang hilang). Mencintai seseorang sampai maut memisahkan kita berdua
bukan dipisahkan oleh pengadilan negeri.
Pencarian yang tak kunjung lelah. Silih berganti nama tak terlupakan dan
pergi meninggalkan retakkan di hati. Meskipun aku pada saat ini berumur
24 tahun, masih panjang karya dan pengalaman yang menanti tetapi
cukuplah di sini. Aku harus berani melangkah menerima orang lain di
sampingku.
Tahukah kau, cintaku putih? Setulus
salju dan sederas hujan! Sungguh, aku menyanyangi dan mencintaimu.
Kangen melululantakan jiwa yang haus akan kasih sayang. Cintaku saat ini
berorintasi di atas materai bukan cinta di atas matras (kasur).
Suatu ketika suara hatimu berbisik ditelingaku ‘kapan menikah’?, ‘kapan
punya anak’?, ‘berapa jumlah anak?’, ‘bagaimana pembagian kerja dalam
rumah tangga’?, bagaimana pendidikan anak dan pendidikanku?, ‘dimanakah
rumah masa depan keluarga cemara yang sederhana itu?’, dan lebih penting
lagi, “sudah siapkah hidup dalam suka-duka, untung-rugi, sakit-sehat,
jasmani-rohani, ribut-rukun, muda-tua? Dan jawaban aku, ditunda sampai
waktu tiba di depan Tuhan, pendeta, orang tua, saksi dan saudara/i yang
turut menyaksikan benih cinta teman hidup itu. Jari satu-persatu saling
berkolaborasi menjadi sebuah kata dalam imajinasi yang seakan mau
menyaksikan hari bahagia itu adalah hari ini. Bersatunya dua insan bukan
hari ini tapi kelak waktu itu tiba.
Pikirku,
menikah itu mudah. Mudah, di mana peresmian hubungan dua insan dalam
pernikahan kudus berlangsung dalam satu hari. Namun menjadi susah adalah
melakonkannya. Ya,menjalani hidup berumah tangga dalam penyesuaian
berpikir seia sekata bukan berarti berpikir sama melainkan berpikir
untuk kepentingan bersama. Berharap Tuhan memberikan petunjuk bahwa dia
inilah pilihanku yang bukan asal pilih. Prinsipku kemarin, pacar boleh
banyak, tetapi teman hidup hanya satu! Melalui proseslah saya mulai
menentukan engkaulah teman lamaku, pacarku sekarang dan pasangan hidupku
ke depan. Inilah membuktikan aku serius kepadanya sampai tulisan ini
dipublikasikan.
Mengapa kamu menyayangi dan
mencintaiku? Sebenarnya, aku sulit menjawabnya karena belum ada
jawabannya. Sejauh ini, aku merasa nyaman jika didekatnya. Aku senang
asa otak. Kalau tohk debat pendapat kecil-kecilan, pastinya
berkoar kayak burung beo adalah saya. Sebaliknya, dia hanya diam sebagai
pendengar yang baik. Kalau ada jawaban, pasti jawabannya tidak lari
dengan ucapan “ya, so bagitu noh itu kejadian kong so butul itu
pemikiranmu”. Astaga, aku pusing sendiri dan malah tambah banyak
pertanyaan yang sebenarnya aku harus menjawabnya dengan sebuah refleksi
di kala malam tiba melalui kesunyian dan angin sepoy-sepoy ditemani
rembulan malam dekat jendela kamarku ini.
Roda
cinta mencari teman hidup seakan berputar, cukup lama aku menanti
kehadirannya di sisiku. Silih berganti nama pergi dari hidupku. Lanjut
pikir kecilku, apakah dia ini adalah cinta sejatiku? Setelah dipikir dan
dipikir kembali, cinta sejati muncul kalah ada pencobaan,
kesalahpahaman, sakit pikiran, konflik, dan perbedaan karekter di mana
egois lebih ditonjolkan. Di situlah sebenarnya muncul cinta sejati.
Kemunculanya di kala derita dan prinsip yang tak sepaham atau berlawanan
arus. Tapi semuanya bisa reda jika ada toleransi, saling memberi maaf,
menyadari kesalahan sendiri, bertanggung jawab, sedikit ‘gombal’ rayuan
cinta dan setia dalam komitmen.
Membongkar
cerita cinta lama seakan membuat diriku tidak bisa maju. Cerita yang
hanya perlu disyukuri melalui pengalaman orang lain (sejumlah nama
Adam). Merelakan semuanya pergi dan memaafkan akan semua kejadian yang
tidak bisa tercapai. Aku bukan pilihanmu dan kamu bukan pilihanku. Tegas
dulu aaah!
Andai Hawa berani tampil
menentukan pilihan hidupnya. Pilihan bahwa dia tercipta sebagai rekan,
mitra dan kekasih jiwa Adam. Maka dengan begitu Adam tidak menyianyiakan
posisi Hawa. Hawa dianggap sebagai penyebab manusia jatuh dalam dosa.
Jika pola pikir ini menjadi acuan orang Kristen, besar kemungkinan
banyak konsep salah kaprah posisi perempuan dalam Alkitab. Andai kaum
perempuan berani tampil menentukan pilihan kekasih jiwanya, maka
perempuan tersebut memiliki jiwa bebas, kritis tanpa ditindas dan
berpikir matang. Seringkali kematangan perempuan dipengaruhi
pertimbangan keputusan orang tua. Pertimbangan demi kebahagiaan dan masa
depan si anak perempuannya. Itu tidak salah! Bagiku, pertimbangan
orangtua mempengaruhi faktor keputusan siapakah pendamping teman
hidupku. Perempuan harus merdeka dari 3 ur (kasur, sumur dan dapur).
Akhirnya, pilihanku, keputusanku, dan masa depanku!
Awal ungkapan hati buat sang Adam,
Manado, 4 Januari 2012
Nency A Heydemans Maramis
2 komentar:
sangat menyentuh Tulisan ini nen..berguna untuk merubah pandangan yg keliru para pemuda jaman skrang.
Ini adalah refleksi panjang perjuangan kala mencari teman hidup.., Sangat bahagia jika pengalaman hidup menjadi berkat bagi orang lain. Salam
Posting Komentar