Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Negeri Tak Bertuan (Bagian 1)

Ketika menyaksikan acara televisi yang ribut akan kepemimpinan dalam satu birokrasi sepekan ini, seorang teman berbisik. “pemerintah lebih banyak menyusahkan rakyat daripada memberikan kesejahteraan dan keadilaan rakyat.” Saya pada waktu itu tidak memberikan komentar atas penilaian itu. Meng-ya-kan tidak, membantah pun tidak. Sebab untuk menilai kesuksesan pemimpin dalam sebuah birokrasi tidaklah gampang menilai hasilnya terealisasi atau terdapat penyimpangan.

Malam itu, aku ternyata gelisa sendiri. Kegelisaan itu berefek aku susah tidur karena memikirkan negera yang dipimpin oleh pemerintah yang brutal dan buta. Mengapa? Pikirku, pemerintah tidak lagi menjalankan cita-cita bangsa NKRI kalau itupun sedang dilaksanakan buntut-buntutnya pemerintah memintah uang, meminta mengatasnamakan kekuasaan dan jabatan. Kayak pengemis aja yang lantang bersuara “berilah tuan uang”. Pengemis ini kayak pengemis jalanan compang-camping. Tetapi keunggulan pengemis ini bercirikan pakaian rapi berdasi yang mengendarai mobil bermerek.  Kalau itupun pemerintah sedang mengupayakan pemuda/i menjaga dan mempertahankan kesatuan Negara yang kita sebut Ibu Pertiwi ini, pastilah dianggarkan dalam sebuah proyek. Waah berbicara proyek disitulah ladang korupsi dan ideologi jadi ‘jajanan murahan’ demi kemakmuran perutnya sendiri.

Jauh berpikir, seandainya tidak ada perintah-pemerintah yang sukanya memerintah di negeri ini. Bagaimana jadinya? Ada yang bilang pastilah negeri ini akan kacau. Pikirku, Pemerintah saja susah memimpin dirinya sendiri atau keluarganya apalagi harus memimpin ratusan juta rakyatnya. Media TV menjadi pro-kontra kepemimpinan saat ini. Tak mengherankan kontroversi terjadi dikalangan masyarakat. Kayak ayam yang sedang berkelahi di kelilingi penonton yang siap membayar jika ayam jagoannya kala bersaing dan mati. Temanku mengatakan, jangan salahkan pemerintah, salahkan orang-orang (oknum) yang tidak bertanggungjawab dan mau mematikan manusia. pikir kritisku, emangnya pemerintah ini binatang-binatang? Atau manusia yang sudah ‘lama’ hidup di hutan. Lama di sini, mungkin tingkah lakunya licik-picik kayak binatang buas, kemudian kebuasannya yang serahkah merampas hak hidup pohon ‘kehidupan’. Sungguh permainan cantik, halus yang berbentuk lingkaran setan!!! Akhirnya, lebih baik tidak ada pemerintah negeri ini, perintahlah diri sendiri untuk melayani dan menjadi pembawa berkati bagi sesama manusia dan ataupun alam semesta, bukan menjadi pembawa malapetaka yang menuju kehancuran/kebinasaan.

Bersambung

Tidak ada komentar: