Bagi perempuan, bunga menjadi hobi dengan berbagai macam
koleksi. Koleksi di dalam rumah maupun di beranda rumah. Perempuan itu
sebut saja, Mama saya. Mama suka mengoleksi berbagai macam bunga, dari
bunga gelombang cinta, anggrek, bougenvil, kamboja, mawar dan
sebagainya. Selain bunga, mama juga rajin menanam buah di belakang
rumah. Halaman (kintal) belakang rumah ditanami buah rambutan,
sirsak, mangga, pisang, nangka dan alvokat. Pada musim buah inilah
(seperti bulan Januari), rumah kami dipenuh berbagai macam buah.
Kebanyakan buah membuat kami kewalahan memakannya. Oleh karena itu,
tindakan membagi buah kepada saudara dan tetangga menjadi aksi nyata
bagi mereka yang membutuhkan.
Ah, anda pasti
tidak percaya bahwa setiap kali saya menanam bunga, pastilah bunga itu
akan mati. Mustahil Nency menanam lalu bunga tersebut bukan bertumbuh
malah mati. Baiklah saya mau katakan ini benar dan saya sudah beberapa
kali mencobanya. Hhhm, “Nency pe tangan panas, kong itu bibit nda mau tumbuh”
(Nency memiliki tangan panas, kemudian bibit bunga tidak mau
bertumbuh), cetus mama. Loh, apa hubungannya tangan panas dengan
pertumbuhan bibit? Jika dipikir, benar juga meski tidak rasional.
Tetapi.., nah ini tetapinya. Saya senang memiliki mama yang bertangan
dingin sehingga semua bunga bisa bertumbuh dan menghasilkan bunga. Ini
serius, meski di rumah banyak bunga tetapi bunga ini hanya untuk
dinikmati sendiri alias tidak untuk diperjual-belikan. Lebih serius
lagi, jika ada saudara atau tamu datang ke rumah, memuji-muji bunga
gelombang cinta di pojok rumah ini, kemudian ‘merayu’ mama. Alhasil
gelombang cinta raip dibawah pergi sang tamu dengan bermodalkan pujian.
Waah, mama saya sangat baik hati. “Serius mam, lain waktu lakukan
kembali dengan memberi yang lebih besar bunga gelombang cinta itu”
cetusku. Saya dan mama tertawa terbahak-bahak. Meskipun pada mulanya
serius.
Kemudian hari ketika saya wisuda di
UKSW, saya mendapat sejumlah bunga mawar (berwarna kuning dan putih)
dari mama. Setelah prosesi wisuda selesai, mama dan mama Syul (Dr S.
Rambitan-Karamoy) menghampiri saya dengan ucapan selamat sambil
cipika-cipiki. Mama memberikan bunga mawar itu di depan hari bahagia
yang takkan terlupakan dalam sejarah hidup ini. Ada rasa haru bercampur
linang air mata. Saya menghirup bunga mawar (bunga kesukaanku) itu
sambil berucap “harumnya cinta mama, seperti harumnya bunga ini”.
Di tahun 2010, kota Tomohon menjadi tuan rumah kegiatan TOF. Setiap
mobil dihiasi berbagai macam bunga yang berasal dari Tomohon (disebut
kota bunga) itu. Pesertanya diikuti semua provinsi dan beberapa negara
tetangga. Ada yang menarik dari mobil provinsi A ini, yakni hiasan
bunganya berasal dari bunga mary gold (bunga tai ayam atau disebut bunga tai koko).
Dari kejauhan, kelihatan indah, menarik dan unik. Sebaliknya dari
dekat, mereka yang berada di dalam mobil terasa pusing (bahkan ada yang
muntah) dari “harum”nya bunga ini.
Ketika
Natal 2011 tiba, saya di sibukkan dengan pelayanan di jemaat dan
pelayanan di dapur (alias masak-memasak). Di tengah kesibukan, muncullah
sang kekasih dengan bunga mawarnya. Setangkai mawar kuning tanpa duri.
Ketika saya memegang bunga mawar yang melambangkan ketulusan hatinya
(prikitiuw.., hehehe), ada rasa getar di hati, bunga-bunga plastik
melintas dipikiran ini. Kemudian, saya menghirup bunga itu sambil
menatap kedua bola matanya dan berseru “terima kasih telah berbagi kasih
sayang. Sungguh, harumnya bunga ini”.
Selain
bunga memberikan kesejukan hati, ada juga bunga yang memberikan
kesusahan hati. Nah, bunga apakah itu? Itu namanya bunga bank, bunga
simpan-pinjam. Bagi orang mampu secara ekonomi, itu tidak jadi hambatan.
Sebaliknya, bagi mereka yang hidup berkecukupan seperti saya, itu jadi
persoalan. Inilah yang terjadi dalam kelompok dasawisma di lingkungan
kami. Uang menjadi hambatan yang berakhir pada hubungan keretakan
persahabatan. Kalau berbicara panjang lebar di sini, pastilah saya akan
di semprot. Intinya, kepercayaan dan kejujuran memegang uang akan
menghasilkan harumnya bunga ini.
Harumnya bunga
ini, dijelaskan oleh Matius mengenai hal kekuatiran akan hidup, akan
makanan, minuman dan pakaian. Matius berkata: perhatikanlah bunga bakung
di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, Salomo dalam
kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
Dengan demikian, Matius mau mengatakan bahwa hidup lebih penting,
hiduplah dengan damai sejahtera karena kesusahan sehari hanyalah
sementara. Hematnya, hidup di dunia bak bunga bakung yang terus
bertumbuh dan memberi dampak, harumnya bunga ini.
Sambil minum jus sirsak dan menikmati indahnya bunga kamboja, saya
menulis tulisan ini di beranda rumah. Akhirnya, marilah kita
berkontribusi memajukan peradaban manusia, memberi warna dalam hidup
pelayanan dan kemanusiaan, menebarkan harumnya bunga kasih kepada orang
tua, kakak-beradik, saudara/i, teman, pacar dan siapa saja.
Manado, 16 Januari 2012
Pukul 18.00 WITA
Nency A Heydemans Maramis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar