Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Harumnya Bunga Ini

     Bagi perempuan, bunga menjadi hobi dengan berbagai macam koleksi. Koleksi di dalam rumah maupun di beranda rumah. Perempuan itu sebut saja, Mama saya. Mama suka mengoleksi berbagai macam bunga, dari bunga gelombang cinta, anggrek, bougenvil, kamboja, mawar dan sebagainya. Selain bunga, mama juga rajin menanam buah di belakang rumah. Halaman (kintal) belakang rumah ditanami buah rambutan, sirsak, mangga, pisang, nangka dan alvokat. Pada musim buah inilah (seperti bulan Januari), rumah kami dipenuh berbagai macam buah. Kebanyakan buah membuat kami kewalahan memakannya. Oleh karena itu, tindakan membagi  buah kepada saudara dan tetangga menjadi aksi nyata bagi mereka yang membutuhkan.

            Ah, anda pasti tidak percaya bahwa setiap kali saya menanam bunga, pastilah bunga itu akan mati. Mustahil Nency menanam lalu bunga tersebut bukan bertumbuh malah mati. Baiklah saya mau katakan ini benar dan saya sudah beberapa kali mencobanya. Hhhm, “Nency pe tangan panas, kong itu bibit nda mau tumbuh” (Nency memiliki tangan panas, kemudian bibit bunga tidak mau bertumbuh), cetus mama.  Loh, apa hubungannya tangan panas dengan pertumbuhan bibit? Jika dipikir, benar juga meski tidak rasional. Tetapi.., nah ini tetapinya. Saya senang memiliki mama yang bertangan dingin sehingga semua bunga bisa bertumbuh dan menghasilkan bunga. Ini serius, meski di rumah banyak bunga tetapi bunga ini hanya untuk dinikmati sendiri alias tidak untuk diperjual-belikan. Lebih serius lagi, jika ada saudara atau tamu datang ke rumah, memuji-muji bunga gelombang cinta di pojok rumah ini, kemudian ‘merayu’ mama. Alhasil gelombang cinta raip dibawah pergi sang tamu dengan bermodalkan pujian. Waah, mama saya sangat baik hati. “Serius mam, lain waktu lakukan kembali dengan memberi yang lebih besar bunga gelombang cinta itu” cetusku. Saya dan mama tertawa terbahak-bahak. Meskipun pada mulanya serius.

            Kemudian hari ketika saya wisuda di UKSW, saya mendapat sejumlah bunga mawar (berwarna kuning dan putih) dari mama. Setelah prosesi wisuda selesai, mama dan mama Syul (Dr S. Rambitan-Karamoy) menghampiri saya dengan ucapan selamat sambil cipika-cipiki. Mama memberikan bunga mawar itu di depan hari bahagia yang takkan terlupakan dalam sejarah hidup ini. Ada rasa haru bercampur linang air mata. Saya menghirup bunga mawar (bunga kesukaanku) itu sambil berucap “harumnya cinta mama, seperti harumnya bunga ini”.

            Di tahun 2010, kota Tomohon menjadi tuan rumah kegiatan TOF. Setiap mobil dihiasi berbagai macam bunga yang berasal dari Tomohon (disebut kota bunga) itu. Pesertanya diikuti semua provinsi dan beberapa negara tetangga. Ada yang menarik dari mobil provinsi A ini, yakni hiasan bunganya berasal dari bunga mary gold (bunga tai ayam atau disebut bunga tai koko). Dari kejauhan, kelihatan indah, menarik dan unik. Sebaliknya dari dekat, mereka yang berada di dalam mobil terasa pusing (bahkan ada yang muntah) dari “harum”nya bunga ini.

            Ketika Natal 2011 tiba, saya di sibukkan dengan pelayanan di jemaat dan pelayanan di dapur (alias masak-memasak). Di tengah kesibukan, muncullah sang kekasih dengan bunga mawarnya. Setangkai mawar kuning tanpa duri. Ketika saya memegang bunga mawar yang melambangkan ketulusan hatinya (prikitiuw.., hehehe), ada rasa getar di hati, bunga-bunga plastik melintas dipikiran ini. Kemudian, saya menghirup bunga itu sambil menatap kedua bola matanya dan berseru “terima kasih telah berbagi kasih sayang. Sungguh, harumnya bunga ini”.

            Selain bunga memberikan kesejukan hati, ada juga bunga yang memberikan kesusahan hati. Nah, bunga apakah itu? Itu namanya bunga bank, bunga simpan-pinjam. Bagi orang mampu secara ekonomi, itu tidak jadi hambatan. Sebaliknya, bagi mereka yang hidup berkecukupan seperti saya, itu jadi persoalan. Inilah yang terjadi dalam kelompok dasawisma di lingkungan kami. Uang menjadi hambatan yang berakhir pada hubungan keretakan persahabatan. Kalau berbicara panjang lebar di sini, pastilah saya akan di semprot. Intinya, kepercayaan dan kejujuran memegang uang akan menghasilkan harumnya bunga ini.

           Harumnya bunga ini, dijelaskan oleh Matius mengenai hal kekuatiran akan hidup, akan makanan, minuman dan pakaian. Matius berkata: perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, Salomo dalam kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Dengan demikian, Matius mau mengatakan bahwa hidup lebih penting, hiduplah dengan damai sejahtera karena kesusahan sehari hanyalah sementara. Hematnya, hidup di dunia bak bunga bakung yang terus bertumbuh dan memberi dampak, harumnya bunga ini.

            Sambil minum jus sirsak dan menikmati indahnya bunga kamboja, saya menulis tulisan ini di beranda rumah. Akhirnya, marilah kita berkontribusi memajukan peradaban manusia, memberi warna dalam hidup pelayanan dan kemanusiaan, menebarkan harumnya bunga kasih kepada orang tua, kakak-beradik, saudara/i, teman, pacar dan siapa saja.

Manado, 16 Januari 2012
Pukul 18.00 WITA
Nency A Heydemans Maramis

Tidak ada komentar: