Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Yosua 10:1-15

Saudara/i yang dikasihi dan mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus, mengapa saudara/i datang ke gedung gereja pada hari ini? jawabannya, untuk beribadah atau bersekutu, mendengarkan dan belajar firman Tuhan serta mendapat berkat. Dan oleh karena itu, marilah kita merenungkan firman Tuhan dan belajar memahami pesan firman Tuhan dalam kitab Yosua pada saat ini.

            Setelah kematian nabi Musa, maka muncul nabi Yosua yang berperan sebagai pemimpin dan tokoh fenomenal mengantarkan bangsa Israel masuk dalam tanah perjanjian Allah, ya Tanah Kanaan. Mengapa sinode GMIM memakai kitab Yosua sebagai pengantar perenungan di awal tahun 2012? Alasannya, Kitab Yosua merupakan saksi pemberitaan perjuangan bangsa Israel memasuki tanah Kanaan yang dimulai dengan bergantinya kepemimpinan generasi tua kepada generasi muda (disebut regenerasi) dan bagaimana sosok Yosua sebagai sosok generasi muda yang memimpin perjuangan bangsa Israel menghadapi rintangan. Yosua terkenal dengan strategi perang mengalahkan musuh. Lanjut, perjuangan memasuki tanah Kanaan diyakini sebagai jalan yang dipersiapkan Tuhan Allah. Oleh karena itu, Tuhanlah yang menjadi pemimpin dalam berperang menghadapi musuh. Dengan demikian, inti teologi kitab Yosua mengantarkan jemaat GMIM dalam hal ini GMIM yang terdiri dari 103 wilayah dan 889 jemaat, bahkan lebih kerucut lagi GMIM Bukit Karmel Batu Kota masuk di tahun 2012 sebagai perjanjian Allah mengikat umat-Nya. Di mana umat terus diperbaharui dalam pembaharuan hidup keluarga Kristen. Keluarga Kristen yang bertumbuh dan berbuah serta memberi dampak positif bagi sesama manusia dan alam.

             Sejarah Israel purba menggambarkan kisah pertempuran, perebutan dan pemusnahan kota Ai sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kepemimpinan Yosua. Hal inilah yang menimbulkan kekuatiran kepada raja Yerusalem (yakni raja Adoni Zedek) yang berkuasa pada masa itu. Kekuatiran ini akhirnya didengar oleh penduduk kota Gibeon yang telah bermitra dengan orang Israel. Raja Adoni Zedek ini meminta bantuan dari raja-raja orang Amori, yakni Raja Hebron (di Hoham), raja Yarmut (di Piream), raja Lakhis (di Yafia), raja Eglon (di Debir) untuk menghancurkan kota Gibeon. Kota Gibeon dalam ayat 2 pembacaan kita menjelaskan bahwa wilayah kota Gibeon lebih besar dari kota Ai dan kota ini juga memiliki banyak pahlawan perang yang gagah perkasa. Apa yang dilakukan orang2 Gibeon ketika menghadapi musuh? Ternyata mereka melakukan kerjasama persahabatan dengan Yosua dan bangsa Israel. Kerjasama dibidang politik, keamanan, ekonomi dan sosial. Jika dibaca dalam Alkitab, jelas bahwa dari segi kualitas dan kuantitas kota Gibeon ini termasuk kota yang memiliki SDM yang siap menjalankan misi penghancuran melawan musuh.

            Bagaimana dengan konteks sekarang ini? pelayan adalah pemimpin yang melayani. Lanjut, siapakah yang disebut pemimpin itu? Mereka adalah saya dan saudara/i yang terpanggil menjalankan misi Allah di muka bumi ini. Bekerjasama menjalankan misi pelayanan di gereja, pelayanan kegiatan sosial kemasyarakatan; misi pelayanan kemanusiaan tanpa membedakan SARAG (Suku, Agama, Ras, Budaya dan Gender). Bagaimana bisa menjadi seorang pemimpin yang merakyat jika terjadi kekacauan dan kekarasan dalam suatu bangsa? Itulah tugas dan tanggungjawab seorang leadership/pemimpin yang mempergunakan kharisma dan hikmat yang telah Tuhan berikan. Bukan nikmat sendiri atau bukan nikmat untuk kelompok tertentu tetapi hikmat yang telah Tuhan berikan!

            Sebagai seorang pemimpin masa kini pastilah untuk menjalankan sesuatu menggunakan strategi. Kalau dalam bidang pendidikan ada pepatah yang mengatakan “semua orang pande maar nda samua orang mempunyai strategi” artinya semua orang bisa sekolah menempuh pendidikan perguruan tinggi tetapi tidak semua orang menggunakan waktu atau memanage waktu dengan baik sehingga ia cepat selesai dari bangku sekolahnya. Memang strategi hidup dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran yang diharapkan. Begitu juga dalam pelayanan jemaat (misalnya selama minggu berjalan ini diadakan rapat pelayan kolom/jemaat), setiap program pelayanan pastilah menggunakan strategi untuk mencapai sasaran program terealisasi atau belum teralisasi selama setahun program pelayanan. Sehingga, di sini dibutuhkan kerjasama, komunikasi, dan strategi pelayanan yang menyentuh tiga tugas panggilan gereja yakni bidang marturia (bersaksi), koinonia (bersekutu) dan diakonia (melayani). Dan oleh sebab itu, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki kerendahan hati, tulus melayani jemaat, partisipatoris dalam pemberdayaan jemaat/ pemberdayaan masyarakat dan lebih penting lagi takut akan Tuhan, bukan takut pada penguasa dunia.

            Dalam konteks sosio historis Israel purba, dikatakan bahwa Tuhan sendirilah yang berperang untuk orang Israel (ayat 10) dan bagaimana Tuhan mendengarkan permohonan Yosua mencapai kemenangan (ayat 14). Dari konteks pertempuran menang versus kalah ini, maka bagaimana dalam konteks umat Kristiani dalam masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia ini? Di manapun kita berada pastilah ada pemimpinnya. Di keluarga, di tempat kerja, di jemaat dan di masyarakat. Kontribusi dari generasi muda biasanya membangkitkan semangat perjuangan masa lalu yang mulai redup. Jiwa pemuda yang bergelora membangkitkan semangat nasionalisme dalam pemuda misalnya dikenal dengan Sumpah Pemuda, Masa krisis kepemimpinan otoriter ke kepemimpinan demokrasi tahun 1997 mengingatkan kembali jiwa pemuda yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan pekembangan zaman negara kita Indonesia. Jikalau di Indonesia ada Sumpah pemuda; di GMIM juga ada obor pemuda yang membangkitkan jiwa anak muda menjadi saksi Tuhan di bumi Pancasila ini. Membangkitkan identitas kekristenan sebagai pemimpin yang melayani sesama manusia tanpa konflik/ tanpa peperangan.

            Mengapa jemaat/gereja tidak adu konflik atau peperangan seperti konteks bangsa Israel purba? Janganlah kita menafsir peperangan dalam Alkitab secara harafiah. Artinya, teks-konteks bangsa Israel purba berbeda dengan konteks sekarang ini. Tetapi isi pesan firman Tuhan menunjuk pada karya penyelamatan Allah kepada umatnya. Di dalam PL, Allah memakai umat Israel sebagai bangsa pilihan karya penyelamatan Allah. Sebaliknya, dalam PB, Allah dalam Yesus Kristus yang menyelamatkan umat manusia, Yesus Kristus datang ke dunia untuk memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan, mendamaikan manusia dengan Tuhan dan mendamaikan manusia dengan ciptaan-Nya. Oleh karena itu, peperangan bukanlah jalan keluar. Pemahaman iman umat Kristiani pada saat ini, bahwa tidak ada lagi yang superior, yang mendominasi dan mayoritas untuk memusnakan bahkan membunuh sesama manusia. sebaliknya, jelas dihadapan Tuhan torang samua basudara dan torang samua setara. Tuhan menghendaki bahwa pemimpin pemerintah maupun pemimpin rohani (rohaniawan) memiliki misi kemanusiaan yang memanusiakan manusia bukan misi baku cungkel kesalahan orang lain bahkan bukan misi mematikan lawan. Peperangan dalam konteks iman Kristen bukan lagi memakai otot tetapi memakai otak. Otak yang dibejani iman dan dibejani hati nurani dalam memerangi kejahatan, korupsi, ketidakadilan, kekerasan, keterbelakangan pendidikan dan kemiskinan. Disinilah gereja dalam hal ini saya dan saudara/i terpanggil untuk berperan menjalankan misi Allah (missio Dei) di bumi pertiwi ini dan bahkan di tanah Minahasa.

              Di sinilah diperlukan pemimpin yang mempunyai sikap takut akan Tuhan,  berpikir terbuka, bersikap inklusif, berempati dan menyebarkan kasih kepada sesama manusia. Hal ini telah ditunjukkan Yosua ketika memohon pertolongan dan campur tangan Tuhan dalam perjalanan pulang kembali ke perkembahan di Gilgal (ayat 15). Dari cerita ini, kita belajar mengucap syukur akan berkat yang telah Tuhan Yesus berikan di tengah-tengah keluarga (terdapat oma, opa, mama, papa, kakak-beradik, cucu), di tengah jemaat dan di tengah masyarakat. Mengucap syukur bukan hanya di situasi sehat, baik dan bahagia saja. Sebaliknya, mengucap syukur di tengah kehidupan keluarga ribut maar rukun, bisnis mengalami kebangrutan, tantangan dalam pelayanan, kekecewaan ditinggalkan orang dikasihi/pacar. Nah, Bagaimana sikap saya dan saudara/i melangkah di tahun 2012 yang disebut sebagai tahun rahmat Tuhan? Mari kita berefleksi dan melakukan aksi nyata. Tuhan memberkati dan menolong saudara/i sekalian.  Amin.


Khotbah Minggu,
Di Jemaat GMIM Bukit Karmel Batukota
Manado, 15 Januari 2012

Nency A Heydemans Maramis

Tidak ada komentar: