Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Makna Dibalik Ucapan Papa

Papa, panggilan kesayangan saya kepadanya. Papa saya seorang yang suka bicara. Banyak bicara akan pengalaman dari zaman ‘bahela’ (= dulu) sampai sekarang ini. Topik favoritnya adalah proyek di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi SULUT. Maklum, papa seorang pekerja di dinas tersebut. Tapi, sekarang papa sudah ‘cabut’ dari pekerjaan favoritnya karena faktor umur. Meskipun sudah disingkirkan dari proyek yang bergengsi di SULUT tapi Tuhan tidak menutup ‘jalan’ baginya.
          Ada ucapan Yesus dalam kitab Injil Yohanes 14:6 “Akulah JALAN dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”. Dalam penegasan ini Yesus bukan hanya menyatakan diri sebagai penunjuk jalan, melainkan sebagai jalan itu sendiri. Di sini tidak dikatakan bahwa Yesus adalah jalan pintas atau jalan tembus. Juga tidak dikatakan bahwa Yesus adalah jalan layang atau jalan kolong. Tidak pula dikatakan bahwa Yesus adalah jalan bebas hambatan atau jalan tol. Yang pasti Yesus bukan jalan belakang atau jalan lingkar, dan bukan pula jalan buntu atau jalan mati. Intinya Yesus adalah jalan yang berfungsi sebagai jalan yang bisa dilalui dari sini ke sana oleh setiap manusia yang mau hidup sesuai jalan yang baik dan benar selama hidupnya. Meskipun perbaikan atau pembuatan jalan merupakan hal yang lazim buat papaku, tetapi kualitas pekerjaannya bukan seperti ‘anak jalanan’ yang asal-asalan. Itulah yang saya lihat dan amati sampai saya berumur 24 tahun ini. Di sinilah Papa maknai ucapan Yesus.
          Meskipun pendidikan papaku tidak se’tinggi’ pendidikan anak-anaknya tetapi disitulah keberhasilan orang tua (mama dan papa) mendidik dan memberikan kebebasan anak-anaknya menempuh pendidikan. Pekerja keras dan hemat membuat saya segan. Uang bisa habis, tetapi kepandaian tidak akan habis. Alhasil, saya beserta kedua kakak laki-laki bisa berhasil dan kemungkinan besar akan ikut ‘jejak-jejak’ hidupnya.
          Sikap papaku, keras, tegas bahkan mukanya serius banget. Ucapan papa yang selalu teringat sampai sekarang “kalo ngoni beking besi jadi bengko maka hasilnya bengko kong so nyanda mungkin mo tree, maar kalo mulai dari besi tree maka hasilnya tree.” Artinya, jika dimulai berkerja dari yang salah, menguntungkan diri sendiri, dengan hasil korupsi maka hasilnya buruk. Sebaliknya, pekerjaan dimulai dengan jujur, baik dan bertanggungjawab, hasilnya setiap orang akan menghargai kualitas kerja bahkan masih membutuhkan kualitas tenaga tersebut. Ucapan ini masih saya ingat jelas. Agar tidak lupa di ‘makan’ zaman, maka saya HARUS mengabadikan dalam sebuah tulisan ini.
          Dahulu, papa bekerja di Gorontalo dan kami harus hidup mandiri di Manado. Di Sekolah Dasar (SD), saya berjualan es berkeliling kota dan sekolah, selain itu kedua kakak laki-lakiku berjualan kue. Pikirku, ini merupakan sikap anak-anak yang ingin mandiri dan membantu perekonomian keluarga. Saya senang dengan tugas yang diberikan mama. Maklumlah, saya terlahir dari keluarga biasa dan harus bekerja/berusaha keras sambil bersandar kepada Tuhan. Ora et labora.
         “kalo torang (PU) cuma mengemis-ngemis deng iko-iko kontraktor pe mau maka ini proyek jalang capat rusak kong negara di rugikan ato PU sama deng kuda bendi, di stel kontraktor mo pigi ka mana dia suka ato PU sama deng remote control yang sesukanya di tindis-tindis mau kontraktor” (Kalau kita/PU hanya mengemis dan ikut kemauan si kontraktor maka proyek tidak beres disitulah sarang korupsi dan negara dirugikan atau PU seperti bendi yang bisa diatur si pemilik bendi atau PU seperti remote control yang seenaknya ditekan oleh penonton/kontraktor), cetus papa dalam bahasa Manado kental. Ilustrasi papa ini mengingatkan situasi di Papua yang sedang berjuang demi keadilan. Saya menonton berita, ternyata PT Freeport mengalokasikan dana 14 juta dolar AS per empat bulan kepada Polri untuk keamanan disekitar perusahan terbesar Amerika itu. Kok, menjaga keamanan perlu memberikan dana yang besar? Kayaknya “ada udang dibalik batu”. Pikirku, aparat keamanan sudah diberikan upah oleh pemerintah, trus bagaimana sikap yang jujur dan adil mau diterapkan kalau sebenarnya uang sudah merajalela di popoji (kantung) privasi? Aaah.., inilah negeri yang kaya akan sumber daya alam plus kaya akan sumber koruptor. Bagaimana peradaban bangsa (seperti yang diproklamirkan Soekarno) bisa maju sesuai asas-asas UUD’45 dan Pancasila jika agen perubahan banyak intrik dan trik yang tidak memanusiakan manusia? Sanggat ironis, Ibu Pertiwi menangis dalam ‘rahim’ (= alam) Papua. Inilah lingkaran setan yang lepas tangan bahkan cuci tangan akan permasalahan di bumi pertiwi ini.
           Ucapan papa sangat kokoh dipikiranku dan berkobar di naluriku, bagaimana hidup jujur diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ucapan papa terlahir dari kebiasaannya di proyek melihat penyimpangan yang banyak terjadi. “Apa-apa uang, tanda tangan proyek uang, waach bagaimana mutu proyek itu bisa baik kalau uangnya hanya dipakai sebagai ‘uang sogokan’ dan patuh kepada kontraktor?”, cetus papaku yang sedang jengkel kala seorang kontraktor gelisa karena uang dalam emplop tidak diambil papaku. Benar, papaku selalu terjun dalam uang puluhan milyar sampai ratusan milyar dalam sebuah proyek. Papa pernah bekerja di Gorontalo – MinSel – BolMong – Manado - Minahasa dan terakhir di Ring Road II, MinUt. Tapi apakah keluarga kami (Keluarga Heydemans-Maramis) adalah seorang kaya di Manado? Tidak, kami hidup dalam keluarga yang pas-pasan. Tidak berlebihan dan tidak berkekurangan. Ya cukup! Seperti kata Yesus “Hiduplah dalam kecukupan maka Tuhan akan memberkatimu”. Kata Yesus dipraktekkan dalam hidup papaku. Sungguh aku termotivasi memaknai hidup yang bercukupan dengan mensyukuri berkat Tuhan dalam keluarga kami.
             Bulan November tulisan ini di tulis. Bulan di mana saya terjun dalam pelayanan jemaat. Aku berharap bisa menaladani Yesus dalam tugas panggilan gereja dan bagaimana meneladani sosok papa yang memberikan kontribusi berharga bagi dunia (proyek) dan keluarga. Saudara/iku, marilah kita menebar kasih, kejujuran dan keadilan di muka bumi ini. Meskipun terkadang sulit bahkan dikucilkan/dipecat oleh institusi/gereja tapi percayalah kehidupan kita sementara di uji untuk melawan arus atau ikut arus. Akhir kata, saya berkembang dengan ucapan papa yang sarat makna.

Manado, 1 November 2011
Anakmu, Nency A. Heydemans-Maramis*

*Maaf papa, saya memakai marga mama (Maramis). Pikirku, agar supaya terjadi keadilan marga dalam keluarga. Semoga saya dimaafkan.

Tidak ada komentar: