Pengantar
Di keheningan malam ini, suara hatiku berbisik bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses taklah mudah. Sukses dalam hidup seirama dengan proses perubahan berpikir, memahami dan bertingkah laku. Jenjang pasca sarjana membuka cakrawala berpikir lebih kritis terhadap situasi realitas kehidupan sosial masyarakat meskipun masih dalam taraf wacana. Mengapa saya harus bermimpi menjadi seorang pemimpin dalam keadaan yang genting dan penuh konflik internal gereja? Jujur, pertanyaan ini tak mudah saya jawab karena saya masih berumur 23 tahun dan belum banyak pengalaman dalam kepemimpinan organisasi gereja. Situasi sistem organisasi Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) periode 2005-2009 menjadi hatiku surut sebagai seorang pendeta.
ISI
Saya bermimpi menjadi aktivis pemimpin yang berorientasi pada isu-isu gender dan feminisme yang sekarang ini sedang hangat dibicarakan baik dalam taraf internasional maupun nasional. Mimpi saya ini beda secara substansial apa yang diperjuangkan Dietrich Bonhoeffer. Ia memiliki semangat, jiwa, roh sebagai seorang imam dengan memperjuangkan kemanusiaan manusia di German. Gaya karekteristik kepemimpinan dan komitmen itulah yang terpancar dalam perannya sebagai seorang pemimpin. Ia berani mengkritik gereja dan merencanakan pembunuhan Adolf Hitler. Di satu sisi, ia menyelamatkan banyak orang dengn mengorbankan satu orang. Di sisi lain, ia melakukan reformasi dalam gereja dan revolusi. Kepemimpinannya ini berangkat dari hati nurani yang membebaskan gerakan bottom-up (akar rumput). Kepemimpinan sejati menurut Bonhoeffer tak pernah disamakan dengan diktakor dan ketaatan buta terhadap Hitter. Bagaimana dengan gaya perjuangan saya selama ini? apa yang saya perjuangkan sampai saat ini? perjuangan saya ini tak terlepas dari pengaruh lingkungan sekitar seperti:
Dari penjelasan di atas, saya mengalami proses yang cukup panjang dan bermakna. Apakah saya hari ini adalah seorang pemimpin yang handal dan sukses? Tentu belum, karena semuanya perlu waktu, ketekunan dan perjuangan yang membebaskan berdasarkan etika Kristen dan Pancasila. Pengalaman kepemimpinan saya sampai saat ini masih terbatas tapi saya tidak berhenti di sini saja melainkan mengalir seperti air dan membentuk lingkaran spiral demi dan untuk membentuk jati diri dan memanusiakan manusia. Pemimpin yang dipanggil oleh Allah ini adalah untuk pelayanan memimpin yang ditandai dengan adanya:
1. Kapasitas memimpin
2. Tanggung jawab pemberian Allah.
3. Memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja/masyarakat)
4. Memimpin untuk memberdayakan gereja/masyarakat dalam taraf ekonomi lebih baik.
5. sikap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a. Pemimpin teladan-bertanggung jawab.
b. Pemimpin inspirator-komunikator.
c. Pemimpin pemersatu-dengan kerja sama yang tinggi.
d. Pemimpin pekerja-motivator ulung.
e. Pemimpin berwibawa-otokrator bijak.
f. Pemimpin strategos-terfokus yang selalu tepat arah dan pencapaian.
g. Pemimpin peduli-terpadu yang memiliki kepedulian tinggi atas kesejahteraan semua pihak dalam kepemimpinannya.[3]
Penutup
Secara substansial bentuk perjuangan Bonhoeffer dan saya berbeda tetapi secara metode hampir mirip tentang bentuk perjuangan mengkritik pemerintahan/gereja yang tidak lagi memanusiakan manusia. Saya mempunyai mimpi dan tugas yang perlu diembani cukup berat ke depan. Mimpi, perjuangan dan pemberdayaan tidak boleh dipisahkan selama mencari jati diri. Pemimpin yang baik adalah mendengarkan suara rakyat (kepentingan umum), berkualitas, mau menerima secara terbuka transformasi dan bersandar pada takut akan Tuhan bukan takut pada penguasa atau sistem. Akhir refleksi saya dalam tulisan ini adalah menjadi seorang pemimpin katakan tidak kepada: korupsi, kekuasaan belaka, uang, dan harga diri yang tidak membebaskan dan tidak memberdayakan.
Comment: Bill McKinney
Nency, this is well done. You are a gifted writer and have a pretty clear sense of where you are called in the future. I expected to learn more about your educational objectives. You will probably need to think about working toward a PhD at some point. You might want to take a look at the Graduate Theological Union in Berkeley. Best wishes. We can stay in touch on Facebook!
KAT Tomohon, 16 Juli 2010
[1] Dokumen pribadi Keluarga Heydemans-Weydemuller (1956)
[2] Lihat A.P. Matuli Walanda., Ibu Walanda-Maramis: Pejuang Wanita Minahasa (Jakarta: Sinar Harapan, 1983)., hal. 9-13.
[3] Di ambil tanggal 12 Juli 2010 http://yakobtomatala.com/2008/04/02/pemimpin-dalam-kepemimpinan-kristen/
Di keheningan malam ini, suara hatiku berbisik bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses taklah mudah. Sukses dalam hidup seirama dengan proses perubahan berpikir, memahami dan bertingkah laku. Jenjang pasca sarjana membuka cakrawala berpikir lebih kritis terhadap situasi realitas kehidupan sosial masyarakat meskipun masih dalam taraf wacana. Mengapa saya harus bermimpi menjadi seorang pemimpin dalam keadaan yang genting dan penuh konflik internal gereja? Jujur, pertanyaan ini tak mudah saya jawab karena saya masih berumur 23 tahun dan belum banyak pengalaman dalam kepemimpinan organisasi gereja. Situasi sistem organisasi Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) periode 2005-2009 menjadi hatiku surut sebagai seorang pendeta.
ISI
Saya bermimpi menjadi aktivis pemimpin yang berorientasi pada isu-isu gender dan feminisme yang sekarang ini sedang hangat dibicarakan baik dalam taraf internasional maupun nasional. Mimpi saya ini beda secara substansial apa yang diperjuangkan Dietrich Bonhoeffer. Ia memiliki semangat, jiwa, roh sebagai seorang imam dengan memperjuangkan kemanusiaan manusia di German. Gaya karekteristik kepemimpinan dan komitmen itulah yang terpancar dalam perannya sebagai seorang pemimpin. Ia berani mengkritik gereja dan merencanakan pembunuhan Adolf Hitler. Di satu sisi, ia menyelamatkan banyak orang dengn mengorbankan satu orang. Di sisi lain, ia melakukan reformasi dalam gereja dan revolusi. Kepemimpinannya ini berangkat dari hati nurani yang membebaskan gerakan bottom-up (akar rumput). Kepemimpinan sejati menurut Bonhoeffer tak pernah disamakan dengan diktakor dan ketaatan buta terhadap Hitter. Bagaimana dengan gaya perjuangan saya selama ini? apa yang saya perjuangkan sampai saat ini? perjuangan saya ini tak terlepas dari pengaruh lingkungan sekitar seperti:
- Lingkungan keluarga
- Lingkungan Sekolah
- Lingkungan Masyarakat
Dari penjelasan di atas, saya mengalami proses yang cukup panjang dan bermakna. Apakah saya hari ini adalah seorang pemimpin yang handal dan sukses? Tentu belum, karena semuanya perlu waktu, ketekunan dan perjuangan yang membebaskan berdasarkan etika Kristen dan Pancasila. Pengalaman kepemimpinan saya sampai saat ini masih terbatas tapi saya tidak berhenti di sini saja melainkan mengalir seperti air dan membentuk lingkaran spiral demi dan untuk membentuk jati diri dan memanusiakan manusia. Pemimpin yang dipanggil oleh Allah ini adalah untuk pelayanan memimpin yang ditandai dengan adanya:
1. Kapasitas memimpin
2. Tanggung jawab pemberian Allah.
3. Memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja/masyarakat)
4. Memimpin untuk memberdayakan gereja/masyarakat dalam taraf ekonomi lebih baik.
5. sikap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a. Pemimpin teladan-bertanggung jawab.
b. Pemimpin inspirator-komunikator.
c. Pemimpin pemersatu-dengan kerja sama yang tinggi.
d. Pemimpin pekerja-motivator ulung.
e. Pemimpin berwibawa-otokrator bijak.
f. Pemimpin strategos-terfokus yang selalu tepat arah dan pencapaian.
g. Pemimpin peduli-terpadu yang memiliki kepedulian tinggi atas kesejahteraan semua pihak dalam kepemimpinannya.[3]
Penutup
Secara substansial bentuk perjuangan Bonhoeffer dan saya berbeda tetapi secara metode hampir mirip tentang bentuk perjuangan mengkritik pemerintahan/gereja yang tidak lagi memanusiakan manusia. Saya mempunyai mimpi dan tugas yang perlu diembani cukup berat ke depan. Mimpi, perjuangan dan pemberdayaan tidak boleh dipisahkan selama mencari jati diri. Pemimpin yang baik adalah mendengarkan suara rakyat (kepentingan umum), berkualitas, mau menerima secara terbuka transformasi dan bersandar pada takut akan Tuhan bukan takut pada penguasa atau sistem. Akhir refleksi saya dalam tulisan ini adalah menjadi seorang pemimpin katakan tidak kepada: korupsi, kekuasaan belaka, uang, dan harga diri yang tidak membebaskan dan tidak memberdayakan.
Comment: Bill McKinney
Nency, this is well done. You are a gifted writer and have a pretty clear sense of where you are called in the future. I expected to learn more about your educational objectives. You will probably need to think about working toward a PhD at some point. You might want to take a look at the Graduate Theological Union in Berkeley. Best wishes. We can stay in touch on Facebook!
KAT Tomohon, 16 Juli 2010
[1] Dokumen pribadi Keluarga Heydemans-Weydemuller (1956)
[2] Lihat A.P. Matuli Walanda., Ibu Walanda-Maramis: Pejuang Wanita Minahasa (Jakarta: Sinar Harapan, 1983)., hal. 9-13.
[3] Di ambil tanggal 12 Juli 2010 http://yakobtomatala.com/2008/04/02/pemimpin-dalam-kepemimpinan-kristen/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar