Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Makna Natal 2011

Mengapa kita merayakan Natal? Natal identik dengan bulan Desember di mana setiap umat Nasrani merayakan kelahiran Yesus Kristus. Tidak sedikit gereja/jemaat mempunyai segudang kegiatan di waktu menyongsong natal dan hari natal itu sendiri. Gereja disibukkan dengan perayaan natal, ada yang dirayakan mewah dan megah, yang akhirnya gereja melupakan esensi natal yang sebenarnya gereja patut merefleksikannya. Sebaliknya, merayakan natal dengan penuh kesederhanaan, nuansa damai dan hikmat menjadikan gereja lebih memaknai natal. Bukan tentang seperti apa megahnya natal tahun ini, tetapi tentang bersama siapa jemaat Tuhan merayakan natal? Dan bagaimana gereja memaknai natal seutuhnya?
           Pada saat ini nuansa natal sangat terasa dari dekorasi pohon terang, lagu-lagu natal, berbagai model petasan, perayaan ibadah natal, lilin natal dan tak ketinggalan pusat perbelanjaan di kota Manado mulai dipadati konsumen. Akhirnya, gereja ikut berpartisipasi menyemarakkan trend bulan Desember. Saat terdengar lagu natal berkumandang maka yang terpikir oleh seorang bapak ini adalah beban di atas tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya serta istri untuk sepatu baru dan baju baru setiap setahun sekali, kue (kukis) natal yang dibuat setahun sekali dan perabot rumah yang baru. Si anak senang karena dapat ampao dan banyak bingkisan natal yang serba mahal. Tetapi si binatang misalnya babi takut mendengar lagu natal. Mengapa? dia (babi) sudah tahu nasibnya hanya sampai bulan desember ini, karena setiap ibadah natal dia menjadi menu santapan utama, misalnya babi putar, babi rica-rica, sate babi, dan sebagainya. Itulah ikang babi, menu andalan masyarakat Minahasa/Manado.
           Semua orang, tua-muda berupaya keras untuk mendapatkan uang lebih banyak untuk Hari Jadi Yesus atau hari natal. Untuk apa? Apakah untuk dekorasi rumah? Baju dan sepatu baru? Penampilan baru? Dan Bagaimana makna natal di tahun ini? Janganlah makna natal sampai hilang karena komunikasi antara orang tua dan anak menjadi retak, komunikasi antara bapak dan bapak dan atau, ibu dan ibu menjadi terputus (misscomunication) karena  berbagai masalah/konflik intern yang sulit diredakan oleh “angin ribut”. Seharusnya keluarga Kristen atau gereja memaknai natal dengan menciptakan nuansa hidup rukun, damai (hidup baku-baku sayang, baku-baku bae deng baku-baku kase inga), hidup sederhana tidak perlu mewah, anak-anak tidak perlu memaksakan keinginan kepada orang tua dan tidak perlu hidup pesta pora. Mengapa demikian? Karena natal merupakan kerelaan Tuhan menjadi manusia, untuk umat manusia dalam konteks kesederhanaan. Yesus lahir di kandang domba, sunyi, tetapi bernuansa damai dalam palungan bunda Maria. Nuansa natal inilah yang harus dan perlu gereja memaknainya. Ciptakanlah lingkungan yang syaloom, atau lingkungan yang menjadi pembawa damai sejahtera, hidup bae-bae penuh berkat dan diberkati Tuhan. Syaloom di hati, syaloom di akal dan syaloom di bumi.
            Perayaan Natal tahun 2011 meninggalkan kisah tentang antri. Antri di supermarket membeli bahan kue (kukis) dan minuman;  antri membeli pakaian; antri di pompa bensin dan lebih parah lagi antri minyak tanah. Kisah minyak tanah merupakan fenomena yang sedang hangat di kota Manado seperti Batu Kota yang masyarakatnya dominan umat Kristen. Di mana bulan desember para ibu sudah disibukkan dengan kukis natal tapi apa boleh kata, karena kelangkaan minyak tanah kukis natal belum dibuat, kata seorang ibu. Sehingga ada kalimat yang mengatakan “kalo antri minyak tanah, samua orang suka. Bangon subuh tuk antri gelon (yergen) dari satu lorong maso lorong kedua ta panjang itu antri yergen pake tali, samua orang di sabelah yergen ato di muka pangkalan minya. Biar ta siksa-siksa deng payung karena ujang karas ato panas sampe ada yergen ilang, ada yang pusing, saki maag, flu dan berbagai macam kisah tentang antri yergen minya tanah yang hanya berisi 5 liter per keluarga. Maar kalo antri mati, biar jo dia lebe dulu, qta ka balakang karena masih suka sanang-sanang di bumi.” Nah, dari kisah nyata ini, bagaimana sikap gereja menghemat minyak tanah yang telah langkah ini? sambil menyadari kelangkaan minyak merupakan salah satu tantangan umat Tuhan menjadi mempelai yang bijaksana menunggu sang pengantin, yang tak lain pengantinnya adalah Tuhan Yesus yang datang ke dunia (Matius 25:1-13). Jika mempelai menghemat minyak sambil berpengharapan maka ia sosok manusia yang bijak penuh hikmat dalam sebuah kesederhanaan natal kali ini.
            Dalam buku Andar Ismail seri Selamat Natal, bpk. Andar Ismail memaparkan bahwa perayaan natal dalam sebuah ibadah atau pesta ucapan syukur Ulang Tahun Yesus merupakan perbuatan tidak salah asalkan iman dalam Yesus Kristus ditindak lanjuti misalnya selesai ibadah natal, sampah bekas pesta harus dibuang di tempat sampah dan uang yang dipakai untuk anggaran natal adalah uang halal serta bagaimana gereja memberikan diakonia kepada yang susah, kepada anak yatim–piatu, para janda dan para duda yang berkurangan secara ekonomi. Lanjut menurutnya, merayakan ulang tahun Yesus bisakah memakai pohon terang? Asal saja jangan menebang pohon cemara dengan sembarangan, pakai saja pohon plastik. Bumi perlu dihijaukan, sebab itu janganlah pohon cemara dikorbankan untuk natal. Mengingat, perubahan iklim yang ekstrim diikuti pemanasan global yang tidak bisa dihindari manusia dan atau makhluk hidup lainnya. Ibadah natal yang bermakna di hadapan Allah adalah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka. Memberi bingkisan natal kepada yang lapar, yang sakit dan yang tidak diperhitungkan dalam masyarakat (termarginalkan). Mengapa gereja yang mampu dalam ekonomi tidak menerima bingkisan natal? Yesus berkata, adalah lebih bahagia memberi daripada menerima. Hendaklah kita memberi dengan tulus ikhlas dan ucapan syukur kepada sesama manusia yang membutuhkan. Hemat kata, merayakan natal perlu berbagi kepada sesama yang membutuhkan dalam konteks kesederhanaan dan menjaga kelestarian alam.
            Pada sebuah acara natal sepekan, saya terkesan dengan pohon natal (sebut saja, pohon terang) di pojok itu. Tingginya kira-kira 2 meter. Pohon cemara plastik yang sebenarnya belum bermakna tanpa aksesoris yang tergantung dan lampu berkedap-kedip. Di pojok, pohon plastik itu kelihatan unik. Uniknya, 1/3 (atas) pohon plastik di hiasi lampu, bola-bola kecil dan kapas. Sisanya, 2/3 (menengah ke bawah) tidak di hiasi. Sejenak saya berpikir, apa makna hiasan pohon 1/3 terang yang unik ini? setelah di renungkan, 1/3 dihias menunjuk pada penduduk dunia yang hidup berkecukupan/berlebihan. Sedangkan 2/3 tidak dihias mengingat penduduk dunia yang miskin, termarginalkan dan mereka yang mengalami diskriminasi. Dan oleh karena itu, 1/3 penduduk dunia yang kaya diajak untuk berdiakonia membantu 2/3 penduduk miskin tanpa membedakan SARAG (Suku, Agama, RAs dan Gender). Itulah makna natal yang disimbolkan dalam sebuah pohon terang plastik.
             Seringkali gereja salah kaprah dengan namanya ‘ibadah’. Apalagi ibadah menyongsong natal Yesus. Kata ‘haleluyah’, ‘syaloom’ selalu berkumandang di setiap ibadah gedung gereja, tetapi dalam perbuatan ia menutup mata kepada yang miskin. Ibadah yang sejati takkala ia mendengar-melakukan firman Tuhan dan menjadi pengkhotbah yang hidup dalam setiap perbuatannya. Sungguh sangat ironis, jika ibadah hanya dipahami dan di batasi dalam sebuah gedung gereja ataupun hanya dinikmati oleh kaum Nasrani/gereja.


Semoga Bermakna Bagi Pembaca
Refleksi Singkat,
Manado, 13 Desember 2011
Nency A. Heydemans Maramis

Tidak ada komentar: