Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Dari Manakah hidup ini?

Apakah arti hidup ini? Setiap orang atau manusia mempunyai deskripsi mengenai arti hidup. Nah, agar kita tidak terjebak dengan definisi hidup maka buatlah deskripsi menurut saya dan saudara/i akan pentingnya kita hidup di Indopahit (baca: Indonesia) ini. Deskripsi sesuai pelbagai pengalaman. Keberagaman pengalaman membuktikan bahwa manusia itu unik, langka dan lebih bermutu lagi jika manusia menulis dalam  sejarah manusia.

            Dari manakah hidup ini?

            Menurut pengkhotbah Kristen, hidup berasal dari Tuhan yang transenden. Tuhanlah yang menciptakan manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang dan segala isinya. Dari manakah pengkhotbah bisa mengetahuinya? Ya, dari Alkitab (kitab suci umat Kristiani). Kemudian, si pengkhotbah memberitakan Injil kepada jemaat. Apakah dalam ibadah di gedung gereja (melalui khotbah, doa, pengakuan iman) maupun dalam penggembalaan atau pastoral kepada jemaat.

            Menurut dokter, manusia tercipta dari satu sperma sang ayah yang dibuahi dalam sel telur sang ibu. Maka muncullah janin, ‘buah hati’ dari dua hati, suka sama suka. Disitulah, proses di mana manusia hidup.

            Menurut sejarawan, manusia berasal dari zaman tak terhingga lampaunya. Manusia berevolusi. Dari mana sang sejarawan mengetahuinya? Dari peninggalan zaman purba dan atau dari papirus yang telah diamankan dalam perpustakaan Aleksandria.

            Menurut Tou (orang) Minahasa, cerita Lumimuut-Toar merupakan cerita rakyat Minahasa yang tak terhingga nilai warisan budayanya. Dalam cerita ini, muncul sosok Karema yang berperan sebagai imam, pemimpin dan keibuan. Melalui petunjuk Karema-lah maka Toar dilahirkan ibunya, Lumimuut. Ssst, mari Tou Minahasa merenungkan betapa pentingnya peran leluhur Minahasa. Tokh pada akhirnya, dari manakah hidup ini?

            Dari manakah saya hidup? Saya memahami bahwa hidup ini diciptakan oleh Tuhan (Identitas kekristenan); Kemudian, saya berasal keturunan Lumimuut yang percaya kepada Opo wana natas (Identitas keminahasaan); Lalu, saya hasil buah kasih mama dan papa. Dengan kata lain, eksistensi saya hasil kolaborasi dari paradigma iman dan ilmu. Ya, eksistensi saya di Indopahit ini (Identitas Indonesia?).

            Jikalau kehidupan manusia berasal dari perspektif berbeda, nah kalau begitu apakah hidup bisa dibeli dengan uang, kekayaan dan kekuasaan?

            Bagi kolongmerat, harta melimpah belum menjamin hidupnya damai. Mengapa demikian? Dia gelisa mau ke-mana-kan dan apa-kan harta bendanya (seperti pabrik, perusahaan, mobil ferarri, rumah elit, tanah, bahkan pulau) setelah ia meninggal.

            Bagi koruptor, hidup seperti makanan lezat siap saji. Menjadi koruptor ternyata persyaratannya mudah saja. Yakni asalkan mengecap pendidikan minimal sarjana, modal omong kosong, dan aksi tipu daya demi sesuap nasi haram. Akhirnya, Bagaimana paradigma koruptor cap kotor merampas hak hidup manusia dalam karung Indopahit ini?

            Manusia yang berlatar belakang agama, budaya, ilmu pengetahuan yang beragam akan menghasilkan jawaban ragam mengenai asal mula hidup ini. Beragam bukan untuk menyatukan, melainkan menghormati dan kompromi kepada yang lain. Hematnya, tidak memutlakan perspektif dari mana eksistensi kita, tetapi bagaimana aksi toleransi kita kepada sesama manusia.




Manado, 30 Januari 2012
Pukul 23:56
Nency A Heydemans Maramis

Tidak ada komentar: