Pernahkah anda melihat antrian panjang sampai beratus-ratus meter?
fenomena antri bukan hanya manusia, ada juga antrian beratus gelon.
Gelon berbagai macam volume dan warna. Dari volume lima liter sampai dua
puluh lima liter, dari berwarna putih sampai berwarna kecoklat-coklatan
karena tidak pernah di cuci.
Mengapa muncul antrian
gelon? Apakah gelon ini untuk di jual? Sama sekali bukan. Minyak tanah
menjadi penyebab antrian gelon dari lorong pertama masuk ke lorong kedua
bahkan lorong ketiga. Yang lebih unik lagi, pemilik gelon ikut-ikutan
berdiri di samping gelonnya. Tak bisa dihindari pemilik gelon aduh
mulut, seorang ibu pusing berdiri di bawah terik matahari bahkan polisi
ikut mengamankan suasana “panas” baku angka peda (baku bawah pedang). Sangat ironis! Belum lagi setiap keluarga hanya mendapat jata (bagian) 5 per kepala keluarga di setiap lingkungan di mana ia (warga) berdomisili.
Kelangkaan
minyak tanah belakangan ini menjadi topik menarik di bicarakan
masyarakat kota Manado. Menariknya, isu kelangkaan minyak tanah memicu
meningkatnya harga minyak tanah. Akibatnya, masyarakat seakan ‘dipaksa’
beralih dari kompor sumbu ke kompor gas.
Kalau tokh
gas akan menjadi bahan bakar masak-memasak, Mengapa banyak masyarakat
kota Manado masih mempertahankan minyak tanah dan “terjepit” rasa takut
jikalah suatu waktu kompor gas bisa menghanguskan rumahnya? Apakah ini
kurang kesiapan pemerintah memicu masyarakat pindah ke kompor gas? Belum
tambah lagi minyak tanah di jual seharga Rp 12.500 sampai Rp 15.000.
Harga empat kali lipat dari pangkalan minyak tanah ini, banyak di jual
di pasar-pasar. Alhasil, harga ini memicu masyarakat menderita bahkan
menderitakan masyarakat.
Untuk meminimalisir
penggunaan bahan baku minyak bumi yang tak bisa diperbaharui maka
sekarang ini muncul beberapa bahan baku yang dapat dibuat sebagai Bahan
Bakar Minyak (BBM). Bahan baku ini disebut bioetanol (C2H5OH). C2H5OH
adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan bakunya yaitu Nira
bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira
kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete; Bahan berpati: a.l.
tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi
jalar, ganyong, garut, umbi dahlia. Ada juga tanaman jarak (bahasa Latin
Jatropha) yang pada umumnya di Indonesia ditanam sebagai pagar
pekarangan sehingga namanya dikenal sebagai jarak pagar. Tanaman jarak
ini di Brasil tercatat sejak tahun 1970-an sebagai salah satu negara
yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol
untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar
ethanol saat ini mencapai 40% secara nasional. Biodiesel dikenal
sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari lingkungan dan
berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Beberapa sumber minyak
nabati yang potensial sebagai bahan baku masak-memasak misalnya tanaman
jarak pagar, karet, kelapa, sirsak dan srikaya. Semuanya perlu di dukung
dengan teknologi canggih dan SDM yang cerdas.
Dari
manakah asalnya minyak tanah? Saya akan mengajak pembaca masuk dalam
paradigma Misi Penciptaan. Tuhan menciptakan segala sesuatu baik,
termasuk tumbuh-tumbuhan. Berpedoman dalam keyakinan bahwa Allah
sebagai Pencipta, Sumber Hidup dan pemberi tanaman yang baik: “Tuhan
yang menciptakan langit dan membentangkannya, yang menghamparkan bumi
dengan segala yang tumbuh di atasnya” (Yes.42:5a) maka krisis lingkungan
hidup yang dihadapi sekarang ini membawa pada suatu teologi penciptaan
dengan pusat ekologi, yang menekankan karya Roh Allah dalam penciptaan
itu (Kejadian 1 dan 2; Mazmur 104). Di sini, manusia menjadi bagian
integral dari alam ini. Paradigma demikian, akan membantu gereja dalam
upaya memberi pemahaman dan sikap untuk berpartisipasi aktif mencintai
alam berdasarkan kasih Yesus kepada dunia ini. Sebagai satu anggota
keluarga pencinta lingkungan, kasih dan perhatian adalah dasar hubungan
manusia dengan manusia dan dengan alam ini. Manusia adalah makhluk yang
bebas. Di dalam kisah penciptaan, kebebasan terdapat pada amanat Tuhan
kepada manusia untuk mengusahakan, bertanggungjawab dan memelihara
“taman” (baca, bumi) itu serta tetap merawat ciptaan-Nya yang pada
mulanya baik dan menarik.
Kisah Krisis minyak dunia dan
perubahan iklim yang ekstrim menjadi bukti manusia mulai menghancurkan
sumber daya alam yang merupakan bahan pokoknya (sandang, papan dan
pangan). Kecurigaan ini disebutkan dengan ecological suicide (ecocide)
yang berarti membunuh diri secara tidak langsung dengan menghancurkan
atau merusak lingkungan. Kiranya tulisan saya memberikan kontribusi
pada nilai teologis misi penciptaan sebagai bagian dari alam dan sebagai
sarana melakukan teologi (doing theology).
Akhirnya, Seperti antrian gelon minyak tanah, seperti itulah kita sedang
mengantri masuk pintu gerbang kematian. Mau, tidak mau tetapi itulah
dinamika hidup yang akan terjadi. Proses dari ‘ada’ nyata menjadi
‘abstrak” angin.
Selamat Mengantri.
Manado, 24 November 2011
Nency A.Heydemans Maramis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar