Menjadi pemimpin adalah impian setiap orang. Setiap pemimpin
menjadikan dia lebih dewasa mengambil sikap dan keputusan bukan untuk
dirinya sendiri tetapi demi kepentingan banyak
orang/instansinya/perusahannya/ dalam bidang humaniora mengatakan
memanusiakan manusia. Tetapi nyatanya, banyak pemimpin di negeri ini
mengalai kirisis kepemimpinan. Artinya, publik bingung dan
bertanya-tanya di manakah ‘suara Tuhan’ dalam pemerintahan negera ini?
kharisma pemimpin mati diganti kasus korupsi merajalela bagaikan gurita
uang sedang mencengkram nilai-nilai Pancasila rumusan Negara yang sedang
terhambat yang akhirnya menjadi lambat. Ironis memang. Begitu juga
dalam pembacaan kita pada saat ini saudara/i yang di kasih oleh Tuhan,
Yesus digambarkan sebagai sosok guru, seorang pemimpin yang di tolak di
negerinya sendiri di mana Yesus dilahirkan dan di besarkan. Markus
sebagai penulis injil tertua dibandingkan injil2 yang lain ini mau
menyampaikan bahwa Yesus adalah seorang pemimpin yang penuh kharisma
memanusiakan manusia dalam konteks keyahudian. Mujisat Yesus di tolak di
negerinya sendiri. Di sini Yesus bukan melakukan korupsi uang sebagai
pejabat pemerintahan Romawi karena dia dikenal sebagai anak tukang kayu
dari Yusuf, tetapi Yesus ditolak karena status sosialnya tidak diterima
menjadi seorang nabi dan Yesus dikenal pada zamannya banyak mengkirik
kerajaan Romawi sehingga ia dibenci oleh para pemimpin pemerintahan dan
tokoh agama Yahudi pada saat itu.
Ada seorang teolog,
Schumacher mengatakan ‘kecil itu Indah’, artinya serba kecil, sederhana
melalui upaya perubahan/transformasi pola pikir tanpa mengesampingkan
kemanusiaan, di mana perubahan pola pikir adalah sumber bagi manusia
untuk bersikap dan bertingkah laku yang dimulai dari diri sendiri dan
berkontribusi bagi gereja. Begitu juga dengan sikap Yesus dalam
pembacaan ini, Yesus merubah pola pikir tetangganya bahwa dengan
bertanya dan mengumuli hikmat mana yang diperoleh dari setiap manusia
maka disitulah pengajaran yang sungguh bermakna. Melawan dogma Yahudi
yang patriarkhi memang sulit, di mana yang namanya patriakhi pastinya
mengutamakan status sosial, kelas, gender yang tidak mengalami
kesetaraan. Kesulitan itulah yang berbuntut Yesus di tolak di negeri
kelahirannya. Penolakan itu pertama, Yesus anak tukang kayu sehingga
kelasnya di bawah dan tidak pantas menjadi nabi. Kedua, Yesus
mengajarkan ajaran yang baru dan belum bisa diterima masyarakat
Yahudi-Romawi pada saat itu yang konteksnya menekankan system kerajaan
patrilineal dan ketiga, mereka masih menungguh mesias yang dijanjikan
dari para leluhurnya (Abraham, Ishak dan Yakub) bahwa akan datang nabi
yang besar di antara kamu. Berbicara besar bukan berarti lahir dari
keluarga yang kerajaannya besar dan terhormat. Besar di sini menunjukkan
pola pikir, perbuatan dan mujisatnya yang mengherankan dan kontribusi
pelayanannya tak pilih kasih. Ada ungkapan yang mengatakan kreatif minority,
maksudnya Yesus adalah seorang guru yang kreatif meskipun ajarannya
minoritas pada zaman itu. Minoritas sulit menembus kekuasaan yang
namanya mayoritas dan oleh karena itu, Yesus membangun jejaring dengan
berinteraksi sosial, merangkul setiap orang menjadi murid melalui ajaran
kasih dan akal yang berasal dari Allah. Sehingga lengkaplah yang
ditulis oleh Injil Matius yang berbunyi “kasihilah Tuhan Allahmu dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu”. Penyataan ini terwujud melalui hikmat yang Tuhan berikan kepada
kita manusia. Bahwa dengan mengasihi Allah maka perlu menggunakan hati,
jiwa dan akal. Ketiga hal inilah yang merupakan cara bagaimana setiap
manusia mengenal Allah sebagai sosok pribadi yang penuh kasih kepada
ciptaan-Nya.
Memasuki umur 77 tahun gereja Masehi
Injili hadir di tanah Minahasa melalui penginjil Ridel and Swarzr maka
patutlah kita sebagai gereja berefleksi sejauh mana perkembangan
kualitas iman jemaat terbesar ke-3 di Indonesia. GMIM hadir dengan
berbagai polemik internal gereja. Seperti ungkapan Ibu Pdt Grace
Rumengan-Ngantung, Gereja yang sedang bertumbuh sehat seringkali banyak
hama yang ingin merusak pertumbuhan gereja itu sendiri. Jika digumuli,
pertumbuhan sayur (misalnya) yang banyak hama itulah adalah sayur yang
tidak menggunakan peptisida dan berbagai macam pupuk non-organik dan
bagus di konsumsi agar badan tetap sehat dan terhindar dari berbagai
macam pupuk yang tidak menyehatkan tubuh. Bagaimana kalau di gambarkan
dalam pertumbuhan gereja GMIM masa kini? Gereja GMIM sedang bertumbuh
dengan lebat dengan buah yang banyak dan banyak pula hama dan berbagai
macam binatang yang mau makan buah yang berbuah lebat itu. Alhasil,
gereja mengalami banyak persoalan seperti menjadi konsumsi publik bahwa
masalah UKIT dan Rumah sakit Pancaran Kasih serta pengolahan Yayasan
A.Z.R Wenas menjadi Yayasan Pelita Harapan menjadi pergumulan bersama
bukan hanya pergumulan dari sinode tetapi jemaat sekalian. Mengapa?
Karena ini merupakan aset yang beratasnamakan warga gereja GMIM bukan
milik perorangan. Menjadi keliru jika kita lepas tangan dan tak peduli
akan masalah yang tak kunjung selesai ini. pertanyaannya, dimanakah
mujizat Yesus yang nampak dalam gereja yang telah bersinde ke-77 tahun
ini? Adakah nabi yang bisa berekonsiliasi menjadikan semuanya menurut
hikmat dan ajaran Yesus Kristus? Mari kita berefleksi bersama dalam
semua aksi.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar