Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 27 Februari 2012

Injil Markus 6:1-6a (Khotbahku)

Menjadi pemimpin adalah impian setiap orang. Setiap pemimpin menjadikan dia lebih dewasa mengambil sikap dan keputusan bukan untuk dirinya sendiri tetapi demi kepentingan banyak orang/instansinya/perusahannya/ dalam bidang humaniora mengatakan memanusiakan manusia. Tetapi nyatanya, banyak pemimpin di negeri ini mengalai kirisis kepemimpinan. Artinya, publik bingung dan bertanya-tanya di manakah ‘suara Tuhan’ dalam pemerintahan negera ini? kharisma pemimpin mati diganti kasus korupsi merajalela bagaikan gurita uang sedang mencengkram nilai-nilai Pancasila rumusan Negara yang sedang terhambat yang akhirnya menjadi lambat. Ironis memang. Begitu juga dalam pembacaan kita pada saat ini saudara/i yang di kasih oleh Tuhan, Yesus digambarkan sebagai sosok guru, seorang pemimpin yang di tolak di negerinya sendiri di mana Yesus dilahirkan dan di besarkan. Markus sebagai penulis injil tertua dibandingkan injil2 yang lain ini mau menyampaikan bahwa Yesus adalah seorang pemimpin yang penuh kharisma memanusiakan manusia dalam konteks keyahudian. Mujisat Yesus di tolak di negerinya sendiri. Di sini Yesus bukan melakukan korupsi uang sebagai pejabat pemerintahan Romawi karena dia dikenal sebagai anak tukang kayu dari Yusuf, tetapi Yesus ditolak karena status sosialnya tidak diterima menjadi seorang nabi dan Yesus dikenal pada zamannya banyak mengkirik kerajaan Romawi sehingga ia dibenci oleh para pemimpin pemerintahan dan tokoh agama Yahudi pada saat itu.
            Ada seorang teolog, Schumacher mengatakan ‘kecil itu Indah’, artinya serba kecil, sederhana melalui upaya perubahan/transformasi pola pikir  tanpa mengesampingkan kemanusiaan, di mana perubahan pola pikir adalah sumber bagi manusia untuk bersikap dan bertingkah laku yang dimulai dari diri sendiri dan berkontribusi bagi gereja. Begitu juga dengan sikap Yesus dalam pembacaan ini, Yesus merubah pola pikir tetangganya bahwa dengan bertanya dan mengumuli hikmat mana yang diperoleh dari setiap manusia maka disitulah pengajaran yang sungguh bermakna. Melawan dogma Yahudi yang patriarkhi memang sulit, di mana yang namanya patriakhi pastinya mengutamakan status sosial, kelas, gender yang tidak mengalami kesetaraan. Kesulitan itulah yang berbuntut Yesus di tolak di negeri kelahirannya. Penolakan itu pertama, Yesus anak tukang kayu sehingga kelasnya di bawah dan tidak pantas menjadi nabi. Kedua, Yesus mengajarkan ajaran yang baru dan belum bisa diterima masyarakat Yahudi-Romawi pada saat itu yang konteksnya menekankan system kerajaan patrilineal dan ketiga, mereka masih menungguh mesias yang dijanjikan dari para leluhurnya (Abraham, Ishak dan Yakub) bahwa akan datang nabi yang besar di antara kamu. Berbicara besar bukan berarti lahir dari keluarga yang kerajaannya besar dan terhormat. Besar di sini menunjukkan pola pikir, perbuatan dan mujisatnya yang mengherankan dan kontribusi pelayanannya tak pilih kasih. Ada ungkapan yang mengatakan kreatif minority, maksudnya Yesus adalah seorang guru yang kreatif meskipun ajarannya minoritas pada zaman itu. Minoritas sulit menembus kekuasaan yang namanya mayoritas dan oleh karena itu, Yesus membangun jejaring dengan berinteraksi sosial, merangkul setiap orang menjadi murid melalui ajaran kasih dan akal yang berasal dari Allah. Sehingga lengkaplah yang ditulis oleh Injil Matius yang berbunyi “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”. Penyataan ini terwujud melalui hikmat yang Tuhan berikan kepada kita manusia. Bahwa dengan mengasihi Allah maka perlu menggunakan hati, jiwa dan akal. Ketiga hal inilah yang merupakan cara bagaimana setiap manusia mengenal Allah sebagai sosok pribadi yang penuh kasih kepada ciptaan-Nya.
            Memasuki umur 77 tahun gereja Masehi Injili hadir di tanah Minahasa melalui penginjil Ridel and Swarzr maka patutlah kita sebagai gereja berefleksi sejauh mana perkembangan kualitas iman jemaat terbesar ke-3 di Indonesia. GMIM hadir dengan berbagai polemik internal gereja. Seperti ungkapan Ibu Pdt Grace Rumengan-Ngantung, Gereja yang sedang bertumbuh sehat seringkali banyak hama yang ingin merusak pertumbuhan gereja itu sendiri. Jika digumuli, pertumbuhan sayur (misalnya) yang banyak hama itulah adalah sayur yang tidak menggunakan peptisida dan berbagai macam pupuk non-organik dan bagus di konsumsi agar badan tetap sehat dan terhindar dari berbagai macam pupuk yang tidak menyehatkan tubuh. Bagaimana kalau di gambarkan dalam pertumbuhan gereja GMIM masa kini? Gereja GMIM sedang bertumbuh dengan lebat dengan buah yang banyak dan banyak pula hama dan berbagai macam binatang yang mau makan buah yang berbuah lebat itu. Alhasil, gereja mengalami banyak persoalan seperti menjadi konsumsi publik bahwa masalah UKIT dan Rumah sakit Pancaran Kasih serta pengolahan Yayasan A.Z.R Wenas menjadi Yayasan Pelita Harapan menjadi pergumulan bersama bukan hanya pergumulan dari sinode tetapi jemaat sekalian. Mengapa? Karena ini merupakan aset yang beratasnamakan warga gereja GMIM bukan milik perorangan. Menjadi keliru jika kita lepas tangan dan tak peduli akan masalah yang tak kunjung selesai ini. pertanyaannya, dimanakah mujizat Yesus yang nampak dalam gereja yang telah bersinde ke-77 tahun ini? Adakah nabi yang bisa berekonsiliasi menjadikan semuanya menurut hikmat dan ajaran Yesus Kristus? Mari kita berefleksi bersama dalam semua aksi.
Amin.

Tidak ada komentar: