Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Selasa, 10 April 2012

Tiada Hari Tanpa Pelayanan

         TUHAN, Apakah Engkau memanggil saya di masa muda ini? Mengapa harus saya bukan yang lain? Proses perjalanan pelayanan yang dimulai dari tangga awal. Seringkali gugup memecah di sela keringat dingin menatap mereka (baca; umat TUHAN) yang lebih tua bahkan lebih berpendidikan (seperti Prof, Dr = guru besar di UNIMA dan UNSRAT) dari diri saya. Menatap dari ketinggian mimbar gedung gereja ini. Tapi itulah TUHAN membentuk saya melalui ujian, kesempatan berkarya dan menjadi rupa seperti hamba. Di mulai dari manakah ini semua? Inilah saya mulai dari proses pembentukkan Tubuh TUHAN sendiri; ya…, gereja di mana saya berdomisili.

            Wajarlah pada mulanya saya bukan hanya sering melainkan banyak kali gugup jika tampil di depan banyak orang. Mulai dari ucapan salah ucap, tangan dan kaki totofore (gemetar), dan intonasi saat menyanyi kurang merdu. Maklum sobat, hasil nyanyian suaraku agak fals (bukan bang Iwan Fals)…, saya jadi malu tetapi ‘sedikit’ PD aja, ya.., berani tampil dengan kekurangan yang ada. Saya perlu banyak belajar berani tampil melalui pengakuan kekurangan yang ada. Saya mengharapkan dari kekurangan bisa berproses ke proses berikut yang menghasilkan multi skill.

            Tak terasa sudah setengah tahun, saya melayani di Jemaat GMIM Bukit Karmel Batu Kota, Manado. Tak terasa saya mulai di bentuk dengan pelbagai macam kritik membangun. Tak terasa pula saya mulai tampil di muka umum. Jujur, jika tanpa persiapan diri dan persiapan hati pastilah saya menolak menyampaikan firman TUHAN. Menurut prinsipku, memimpin ibadah bukan asal jadi, bukan asal gabu-isme bahkan bukan asal jemaat senang. Melainkan memimpin ibadah berarti kita sedang memberi ajaran, sedang belajar firman Tuhan bahkan sedang menghadap kepada-Nya. Begitu sembarangkah kita beribadah tanpa persiapan memimpin ibadah?

            Seringkali saya malu dan tak mau mengatakan kepada umat jikalau khotbah atau perenungan belum bahkan tidak saya lakukan. Oleh karena itu, saya berhati-hati menyampaikan firman TUHAN yang Kudus itu. Hematnya, apa yang disampaikan, apa yang diberitakan harus sesuai dengan perbuatan sang pengkhotbah, bertitik tolak dengan meneladani Guru yang Agung yakni Yesus orang Nazareth.

            Masalahnya, Makin lama saya menyampaikan, mengajar, melayani dan memberi diri dalam pelayanan maka makin besar pula tanggungjawab yang saya harus pikul di pundak ini. Bagi kebanyakan pengkhotbah yang berprofesi sebagai hamba TUHAN, “yang penting so kase bilang, yang penting so kase inga kalo itu perbuatannya so salah, yang penting so pimpin ibadah, kong so kase inga voor pemberian persembahan pa TUHAN guna torang pe pelayanan.” Bagaimana dengan pengembalaan bagi jemaat yang kurang mampu dan mengalami persoalan keluarga? Apa solusinya ?!?!?!?

            Produk gereja tidak boleh asal laku apalagi asal jadi, melainkan perlu bermutu, memicu pertumbuhan dan menghasilkan pembaharuan hidup.

            Dalam keluaran 2:7 berkata “lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: akan kupanggilkah bagi tuan putri  seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan putri.” Menarik sekali pembacaan ini. Di sini, kakak Musa memiliki keberanian yang luar biasa. Dengan kata lain, tindakan perempuan ini sangat berani. Demi keselamatan adiknya, dia berani tampil menjumpai putri Firaun. Padahal, ini jelas tindakan yang melanggar aturan dan dapat membahayakan dirinya. Si perempuan yang tidak disebutkan namanya dalam Alkitab ini, dengan beraninya memberi masukan bagi seorang putri yang dihormati di kerajaan Mesir.

            Dari pembacaan ini maka saya merenung sejenak, “sebagai seorang perempuan Kristen, sebagai perempuan Minahasa maka keberanian dari kakak Musa memberikan makna dan motivasi untuk berani dalam rencana TUHAN.” Berkali-kali TUHAN mengucapkan kalimat “jangan takut”!. Inilah rahasia terbesar seseorang sukses mencapai mimpi dengan mencoba, mencoba, mencoba tanpa rasa takut, tanpa putus asa dan tanpa frustasi.

            Oleh karena itu, saya dan saudara/i jangan takut gagal. Marilah torang menjadi manusia yang berani menghadapi kenyataan hidup, apapun jalan hidup ini, apakah senang–susah,  rukun – ribut, bahagia – sedih, baik – buruk, marilah torang berjalan dalam kasih setia TUHAN yang tak terbatas. Ora et labora (berdoa dan bekerja) bukan hanya simbol melainkan memiliki makna yang mendalam bagi banyak orang pada umumnya, dan bagi saya pada khususnya.

            Dalam beberapa peribadatan, saya diberikan tempat duduk paling depan, di beri kesempatan mengambil makanan terlebih dahulu, diberi kesempatan berjalan paling depan. Waah banyak keistimewaan yang diberikan jemaat pada diri saya. Pokoknya, saya yang duluan. Aneh jika dipikir umur saya yang masih muda dan merasa kerucu ini. Tapi tidak semua saya mengambil kesempatan yang ‘bergengsi’ itu. Jika saya sudah duduk paling belakang, pasti saya tidak akan berpindah tempat paling depan. Jika saya masih merasa kenyang, saya memberikan kesempatan bagi umat untuk mengambil makanan tersebut. Nah, jika saya tidak membawa senter untuk menerangi jalan, maka saya memberikan kesempatan bagi umat yang membawa senter berjalan paling depan.

            Banyak makna dan kasih sayang TUHAN yang terselubung dibalik pelayanan saya ini. Benar, tiada hari tanpa pelayanan. Secercah harapan, semoga pelayanan di ladang TUHAN membawa jemaat lebih memanusiakan manusia dan lebih mendekatkan diri kepada TUHAN bersama alam semesta.

                                                                                                 Manado, 1 April 2012
                                                                                   Nency A Heydemans Maramis

Tidak ada komentar: