TUHAN, Apakah Engkau memanggil saya di masa muda ini? Mengapa
harus saya bukan yang lain? Proses perjalanan pelayanan yang dimulai
dari tangga awal. Seringkali gugup memecah di sela keringat dingin
menatap mereka (baca; umat TUHAN) yang lebih tua bahkan lebih
berpendidikan (seperti Prof, Dr = guru besar di UNIMA dan UNSRAT) dari
diri saya. Menatap dari ketinggian mimbar gedung gereja ini. Tapi itulah
TUHAN membentuk saya melalui ujian, kesempatan berkarya dan menjadi
rupa seperti hamba. Di mulai dari manakah ini semua? Inilah saya mulai
dari proses pembentukkan Tubuh TUHAN sendiri; ya…, gereja di mana saya
berdomisili.
Wajarlah pada mulanya saya bukan
hanya sering melainkan banyak kali gugup jika tampil di depan banyak
orang. Mulai dari ucapan salah ucap, tangan dan kaki totofore
(gemetar), dan intonasi saat menyanyi kurang merdu. Maklum sobat, hasil
nyanyian suaraku agak fals (bukan bang Iwan Fals)…, saya jadi malu
tetapi ‘sedikit’ PD aja, ya.., berani tampil dengan kekurangan yang ada.
Saya perlu banyak belajar berani tampil melalui pengakuan kekurangan
yang ada. Saya mengharapkan dari kekurangan bisa berproses ke proses
berikut yang menghasilkan multi skill.
Tak terasa sudah setengah tahun, saya melayani di Jemaat GMIM Bukit
Karmel Batu Kota, Manado. Tak terasa saya mulai di bentuk dengan
pelbagai macam kritik membangun. Tak terasa pula saya mulai tampil di
muka umum. Jujur, jika tanpa persiapan diri dan persiapan hati pastilah
saya menolak menyampaikan firman TUHAN. Menurut prinsipku, memimpin
ibadah bukan asal jadi, bukan asal gabu-isme bahkan bukan asal
jemaat senang. Melainkan memimpin ibadah berarti kita sedang memberi
ajaran, sedang belajar firman Tuhan bahkan sedang menghadap kepada-Nya.
Begitu sembarangkah kita beribadah tanpa persiapan memimpin ibadah?
Seringkali saya malu dan tak mau mengatakan kepada umat jikalau khotbah
atau perenungan belum bahkan tidak saya lakukan. Oleh karena itu, saya
berhati-hati menyampaikan firman TUHAN yang Kudus itu. Hematnya, apa
yang disampaikan, apa yang diberitakan harus sesuai dengan perbuatan
sang pengkhotbah, bertitik tolak dengan meneladani Guru yang Agung yakni
Yesus orang Nazareth.
Masalahnya, Makin lama
saya menyampaikan, mengajar, melayani dan memberi diri dalam pelayanan
maka makin besar pula tanggungjawab yang saya harus pikul di pundak ini.
Bagi kebanyakan pengkhotbah yang berprofesi sebagai hamba TUHAN, “yang
penting so kase bilang, yang penting so kase inga kalo itu perbuatannya
so salah, yang penting so pimpin ibadah, kong so kase inga voor
pemberian persembahan pa TUHAN guna torang pe pelayanan.” Bagaimana dengan pengembalaan bagi jemaat yang kurang mampu dan mengalami persoalan keluarga? Apa solusinya ?!?!?!?
Produk gereja tidak boleh asal laku apalagi asal jadi, melainkan perlu
bermutu, memicu pertumbuhan dan menghasilkan pembaharuan hidup.
Dalam keluaran 2:7 berkata “lalu bertanyalah kakak anak itu kepada
puteri Firaun: akan kupanggilkah bagi tuan putri seorang inang penyusu
dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan putri.”
Menarik sekali pembacaan ini. Di sini, kakak Musa memiliki keberanian
yang luar biasa. Dengan kata lain, tindakan perempuan ini sangat berani.
Demi keselamatan adiknya, dia berani tampil menjumpai putri Firaun.
Padahal, ini jelas tindakan yang melanggar aturan dan dapat membahayakan
dirinya. Si perempuan yang tidak disebutkan namanya dalam Alkitab ini,
dengan beraninya memberi masukan bagi seorang putri yang dihormati di
kerajaan Mesir.
Dari pembacaan ini maka saya
merenung sejenak, “sebagai seorang perempuan Kristen, sebagai perempuan
Minahasa maka keberanian dari kakak Musa memberikan makna dan motivasi
untuk berani dalam rencana TUHAN.” Berkali-kali TUHAN mengucapkan
kalimat “jangan takut”!. Inilah rahasia terbesar seseorang sukses
mencapai mimpi dengan mencoba, mencoba, mencoba tanpa rasa takut, tanpa
putus asa dan tanpa frustasi.
Oleh karena itu, saya dan saudara/i jangan takut gagal. Marilah torang
menjadi manusia yang berani menghadapi kenyataan hidup, apapun jalan
hidup ini, apakah senang–susah, rukun – ribut, bahagia – sedih, baik –
buruk, marilah torang berjalan dalam kasih setia TUHAN yang tak terbatas. Ora et labora
(berdoa dan bekerja) bukan hanya simbol melainkan memiliki makna yang
mendalam bagi banyak orang pada umumnya, dan bagi saya pada khususnya.
Dalam beberapa peribadatan, saya diberikan tempat duduk paling depan,
di beri kesempatan mengambil makanan terlebih dahulu, diberi kesempatan
berjalan paling depan. Waah banyak keistimewaan yang diberikan jemaat
pada diri saya. Pokoknya, saya yang duluan. Aneh jika dipikir umur saya
yang masih muda dan merasa kerucu ini. Tapi tidak semua saya mengambil
kesempatan yang ‘bergengsi’ itu. Jika saya sudah duduk paling belakang,
pasti saya tidak akan berpindah tempat paling depan. Jika saya masih
merasa kenyang, saya memberikan kesempatan bagi umat untuk mengambil
makanan tersebut. Nah, jika saya tidak membawa senter untuk menerangi
jalan, maka saya memberikan kesempatan bagi umat yang membawa senter
berjalan paling depan.
Banyak makna dan kasih
sayang TUHAN yang terselubung dibalik pelayanan saya ini. Benar, tiada
hari tanpa pelayanan. Secercah harapan, semoga pelayanan di ladang TUHAN
membawa jemaat lebih memanusiakan manusia dan lebih mendekatkan diri
kepada TUHAN bersama alam semesta.
Manado, 1 April 2012
Nency A Heydemans Maramis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar