Anak muda suka melakukan perjalanan, berkumpul dan melihat
pemandangan alam nan esotik, namanya tamasya. Itulah yang terjadi bagi
remaja Jemaat GMIM Bukit Karmel Batu Kota. Hari Nyepi bagi umat Hindu
dialih fungsi oleh program remaja jemaat menjadi ibadah tamasya.
Di seberang pulau (seperti di Bali) tanggal 23 Maret 2012 dipergunakan
sebagai Hari Saka 1934, dimana umat Hindu tidak melakukan aktivitas
sehingga nuansa sepi namun berhikmat terasa bagi mereka yang menjalankan
hari suci itu. Sebaliknya, bagi kaum Nasrani mempergunakan hari libur
sehari ini untuk beribadah tamaysa.
Hujan
rintik-rintik mulai membasahi tanah Minahasa, kami berangkat dengan
menggunakan 3 bus, 2 mobil dan 2 motor. Kami berangkat dari Manado ke
desa Kalinaung, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara. Naik
gunung, turun gunung memancarkan hasil alam bumi Nyiur Melambai.
Indahnya hutan dan indahnya rawa yang belum disentuh manusia. Sawah
pedesaan menyamput ke datangan kami. Pohon kelapa menjulang tinggi
seakan tersenyum elok rupa lambaiannya.
Selama
menikmati dua jam perjalanan naik bus kuning itu, akhirnya badan dan
pantat terasa pegal linu. Tetapi saya merasa senang. Kok bisa? Hmmm.,
saya merasa dihibur melalui puji-pujian rohani para remaja. Tak
ketinggalan canda kocak ala sule membuat pipi kami mengembang bak roti
keju banyak penikmatnya.
Sambil menikmati
indahnya alam pemberian TUHAN, sambil itupula kami menikmati ibadah
tamasya remaja. Ini menjadi pengalaman saya memimpin ibadah tamasya.
Kepercayaan memimpin ibadah ini diberikan Pnt remaja mner Ading
Lombogia kepada saya. Awalnya saya gugup karena dihadiri ratusan
remaja, Pembina remaja dan bpk Pdt Ferdinan Tumbol, S.Th. Tetapi saya
yakin semuanya bisa dilalui dengan baik karena saya dilindungi oleh
TUHAN Allah yang bagaikan Ibu dan Bapa. Keyakinan besar tumbuh dari jiwa
dan sanubari ini untuk melayani kaum muda penerus gereja dan bangsa.
Ibadah telah usai, dilanjutkan dengan makan siang bersama. Setiap remaja membawa devoma (baca: bekal) dari rumah masing-masing. Bagi yang tidak membawa devoma seperti saya, maka diberikan makanan oleh penatua, pembina bahkan ada remaja memberi sumbangan ikan bakar! Asyik semuanya free. Upahmu besar di sorga (Baik sorga di bumi maupun sorga di akhirat).
Acara selanjutnya games yang langsung dipimpin kakak Sali Posundu. Game tebak kata dalam alkitab menguji daya ingat dan kekompakkan kelompok. Ada juga game
memegang batu, dan balon di antara kaki membuat nuansa makin seru. Para
remaja diuji kekompakkan kelompok dan bagaimana setiap orang berlari
secara cepat, konsetrasi dan penuh semangat. Dari games ini ada kelompok yang menang dan kalah. Nah, bagi yang kalah harus lebih semangat dan kompak lagi.
Setelah semua kegiatan usai, ini dia moment yang ditunggu-tunggu yakni acara santai alias acara bebas.
Begitu banyak pulau-pulau kecil tanpa penghuni, banyak pohon kelapa
berdiri di atas bukit, bersihnya air laut, putihnya pasir, bahkan langit
yang cerah memberi sejuta cermin bagi kerang laut, ikan-ikan,
tumbuh-tumbuhan laut melalui hidup berdampingan dengan alam. Kontribusi
alam yang sangat memberi inspirasi dan sejuta makna persahabatan melalui
hidup berdampingan.
Sejauh mata memandang terdapat tujuh bagan ikan berdiri tegap di atas air laut. “Bagan
ikan ini dibuat dari bambu; di atasnya terdapat atap ruang maksimal
tiga orang untuk berteduh; di bawahnya berdiri bambu dan jaring ikan
sebagai umpan. Bagan ikan merupakan salah satu mata pencarian penduduk
lokal. Caranya pun masih sangat tradisional. Tidak menggunakan bom ikan
tetapi menggunakan kekuatan tangan menarik jala atau jaring ikan.” Cetus Bapak Paulus warga setempat.
Surganya dunia terlukis dari keindahan di langit dan keteduhan ombak
di laut. Burung bersahabat dengan ikan, pepohonan hijau membungkus
terumbu karang, lalu angin sepoy-sepoy berbisik ditelinga ini seakan
mau menerima amanat menjaga dan melestarikan alam semesta. Oooh surganya
keajaiban alam. Menyelami sampai dasar laut pun saya bisa menemukan
rumah para ikan dan binatang laut. Sungguh ajaib karya-Nya.
Saya terbangun kala imajinasi berubah 180 derajat. “Orang membuang
sampai di atas air pantai, orang membuang sampah di sekeliling tempat
duduk, dan orang membuang sampah di dalam mobil.” Dengan kata lain
budaya membuang sampah sembarangan sangat melekat bagi kita. Aduuh
kenapa sampah tidak di masukan di popoji (kantung) atau di tasmu? Boroh-boroh
langsung membuang sampah sembarangan. Rasa tak bertanggungjawab dan tak
berterima kasih di perbuat dengan mengotori lingkungan. Ooh sobat…,
ini ibadah dan rekreasi tamasya, bukan ajang buang sampah sembarangan.
Keindahan laut diukur seberapa dalam keindahan akal budimu.
Manado, 26 Maret 2012
23:16
Nency A Heydemans Maramis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar