Nasrudin dikunjungi seorang teman yang membawa seekor bebek.
Kemudian Nasrudin pun memasak sop bebek dan menyantapnya bersama teman
itu. Sekitar sejam setelah temannya pulang, datanglah seorang yang sama
sekali tidak dikenal Nasrudin. orang itu berkata "Aku adalah teman dari
teman yang membawa bebek tadi." Memang masih ada sisa sop bebek itu,
namun hanya sedikit sekali. Cepat-cepat Nasrudin menambah air lalu
menyajikannya. Sejam kemudian datang lagi orang yang tidak dikenal dan
berkata "Aku adalah teman dari teman dari teman yang membawa bebek
tadi." Nasrudin menjadi bingung. Sisa kuah sop itu sudah tinggal sedikit
sekali. Maka Nasrudin menambah lagi air lalu menyajikannya. Baru saja
orang itu mencicip ujung sendok, ia membentak "sop apa ini?" Dengan
tenang Nasrudin menjawab "ini adalah sop bebek dari sop bebek dari sop
bebek."
Pada kesempatan lain Nasrudin sedang
berjalan ke kota, beberapa anak nakal ingin memperdaya dia dan mencuri
sandalnya. Mereka berpura-pura meminta Nasrudin mengajar mereka memanjat
pohon. Nasrudin pun melepaskan sandal, memasukkan sandalnya ke dalam
saku, lalu mulai memanjat pohon. Anak-anak menjadi bingung dan
berteriak, "Kenapa sandalnya di bawa?" Nasrudin menjawab, "Barangkali di
puncak pohon ada jalan. Aku ingin belajar berjalan di situ."
Pada suatu hari Nasrudin meminjam sebuah panci besar dari tetangga yang
terkena licik dan serakah. Ketika ia mengembalikan panci itu,
dimasukkannya sebuah panci baru yang kecil. Ia berkata "pancimu hamil
dan semalam melahirkan anak." Tanpa mengucap apa-apa tetangga itu
mengambik kedua panci itu. Seminggu kemudian Nasrudin meminjam lagi
kedua panci itu. Esok harinya ketika tetangga itu menagih, Nasrudin
berkata, "Pancimu semalam telah meninggal dunia." Tetangga itu marah,
"Mustahil, mana ada panci meninggal dunia!" Nasrudin menjawab, "ketika
pancimu hamil dan melahirkan, kamu tidak bilang apa-apa; sekarang
pancimu meninggal dunia, kamu bilang mustahil."
Kepolosan Nasrudin membuat pesan kebenaran yang ampuh. Coba simak
anekdot ini. Nasrudin sedang berdiri di depan pasar yang ramai dengan
orang berlalu-lalang. Temannya bertanya, "Mengapa tidak diatur saja
berjalan ke satu arah yang sama?" Nasrudin menjawab, "Kalau semua orang
berjalan ke arah yang sama, dunia ini akan miring dan berat sebelah."
Artinya, Keselarasan tercipta bukan melalui penyeragaman, melainkan
justru melalui kemajemukan.
Nasrudin sedang duduk
di tepi danau. Tiba-tiba ada orang tenggelam dan berteriak, "Tolong,
tolong!" Langsung orang-orang berteriak, "Berikan tanganmu! Tetapi orang
itu tidak mau mengulurkan tangannya. Lalu Nasrudin mendekati dan
berteriak, "Ambil tanganku!" Ketika itu juga orang tadi meraih dan
memegang erat tangan Nasrudin. Semua orang heran dan bertanya,
"Nasrudin, mengapa dia tidak mau menanggapi teriakan kami?" Nasrudin
menjawab, "Orang ini terkenal kikir. Ia tidak mau memberi, ia hanya mau
mengambil."
Ada seorang pemuda makan sebutir telur
rebus di warung. Sesudah makan ia pergi tanpa membayar. Setahun kemudian
ia kembali lagi untuk membayar. Tetapi pemilik warung berkata, "Memang
uangmu ini pas untuk sebutir telur rebus. Tetapi kamu harus bayar
seratus kali lipat, sebab dalam waktu setahun telur itu bisa menetas
menjadi ayam dan ayam itu bertelur dan telur itu menjadi ayam lagi!"
Pemuda itu tidak bisa menerima alasan tersebut. Dibawalah persoalan ini
ke pengadilan. Lalu pengadilan memanggil Nasrudin untuk memberikan
kesaksian. Lama sekali Nasrudin ditunggu, ia sangat terlambat. Hakim pun
menegur, "Nasrudin, mengapa kamu terlambat?" Nasrudin menjawab, "Maaf,
tuan hakim, aku terlambat karena aku sedang merebus benih gandum untuk
ditanam." Hakim itu langsung menegur, "aneh betul kamu, masakan benih
gandum yang sudah direbus bisa ditanam dan menghasilkan gandum?"
Nasrudin menjawab, "Memang aneh, sama anehnya dengan sebutir telur yang
sudah direbus tetapi bisa menetas menjadi ayam."
Nah ini cerita terakhir yang ditulis oleh Bpk Andar Ismail dalam bukunya
Seri Berkiprah. Nasrudin melakukan perjalanan bersama dua orang kawan.
Ia lapar dan ingin membagi roti satu-satunya yang dimilikinya. Tetapi
kedua teman yang belum lapar itu berkata, "Besok sajalah! Malam ini kita
langsung tidur. Barangsiapa yang mimpinya paling bagus, dia boleh makan
roti ini." Keesokan harinya seorang teman berkata, "mimpiku sangat
bagus, aku melihat nabi." Temannya yang lain berkata, "Mimpiku lebih
bagus lagi, aku melihat Tuhan." Sekarang giliran Nasrudin. Dengan suara
perlahan dan kepala menunduk Nasrudin berkata, "aku tidak melihat nabi
dan juga tidak melihat Tuhan. Yang kulihat adalah istriku. Ia menyuruh
aku memakan roti itu. Lalu aku segara bangun dan langsung memakan roti
itu. Sekarang roti itu sudah habis.
Tiap Anekdot
Nasrudin ini menyimpan makna kebanaran. Kepolosannya membuat pembaca
tertawa bahkan menertawakan diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar