Workshop Ekoteologi: Apa Respon Gereja Terhadap Dampak
Perubahan Iklim di Indonesia?
Persekutuan
Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) bekerjasama dengan
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia menyelenggarakan Workshop Ekoteologi
dengan Tema “Apa Respon Gereja Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Indonesia?”. Pemakaian
kata ‘gereja’ di sini tidak hanya dalam arti institusi, melainkan dalam arti
individu (gereja adalah orangnya). Workshop ini diselenggarakan tanggal 17-18
April 2012 di GMIM Petra Sario Tumpaan, Manado. Kemudian mendorong tindakan
aktif melalui pengembangan desa atau jemaat berbasis konservasi green village bekerjasama dengan Jemaat
GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng.
Badan Pengurus
Daerah (BPD) PERUATI Minahasa membuat Tim Kerja Kecil yang terdiri atas Pdt
Dina Werat, S.Th selaku ketua; Sekretaris, Angie Wuysang, S.Th, MA; dan Pdt
Magda Montong, S.Th berperan sebagai bendahara. Pdt Ejodia Kakoensi S.Th
sebagai anggota atau korwil SULUT dan Gorontalo terjun langsung bahkan
memberikan kontribusi yang besar dalam kegiatan workshop ekoteologi ini.
Bantuan workshop
ini secara khusus dalam bentuk akomodasi dan konsumsi dari dua jemaat tempat
pelaksanaan kegiatan ini serta BPMS GMIM. Kegiatan Workshop ini membangun kerja
mitra dan jejaring bersama pemerintah daerah Prov. SULUT, khususnya Bidang
Lingkungan Hidup.
Peserta yang
ikut Workshop sekitar 60-an para pendeta perempuan maupun pendeta laki-laki
yang tersebar di Minahasa, Sangier, Talaud, Bolmong, dan Papua. Ada juga
dihadiri oleh Pdt Joyce Manarisip S.Th, M.Si (selaku Mission 21); Pdt Fanny Liem
Wurangian S.Th (Bendahara BPP PERUATI); Green Weol dan Eka Egetan (Mawale
Movement).
Para pembicara
di workshop ekoteologi ini yakni, Pdt Jedida Posumah-Santosa STM (Dosen Fak.
Teologi UKIT); Bpk Pdt. Dr. Karel Phil Erari (Ketua PGI, Senior Papua
Policy Marine Adviser untuk CI, TNC dan WWF); Ibu Olvie Atteng, SE., M.Si
(Kepala BLH SULUT); Anna Marsiana (Asian Women’s Resource centre for Culture
and Theology / AWRC); Respon dari Sekretaris Sinode GMIM, Pdt Arthur Rumengan,
M.Teol; Pdt Wailan Posumah, S.Th dan Pdt Petra Rembang (Bidang SDM Sinode GMIM,
praktisi); Bpk Matulandi Supit (AMAN SULUT); Pdt Dr Sientje Marentek-Abram
(Penasehat BPP PERUATI 2011-2015); dan Dr Ir Martina A. Langi, M.Sc (Staf
Pengajar di P.S. Kehutanan, Fakultas Pertanian UNSRAT Manado).
Sebetulnya
kegiatan ini bukanlah didasarkan pada paradigma yang tiba-tiba muncul, tetapi
telah ada dalam program PERUATI 2011-2015, yang ditetapkan pada Kongres
Nasional ke-3, Agustus 2011 di Ambon. Ini menunjukkan perhatian PERUATI, yang
tidak saja terfokus pada penguatan kapasitas organisasi dan juga kapasitas
anggota, tetapi juga kepeduliannya kepada persoalan ekologi dan ancaman
kepunahan semua spesies di alam ini, di dalamnya juga manusia.
Adapun latar belakang workshop ekologi ini berlangsung
yakni dengan memperhatikan dan menjadi kepedulian bersama bahwa manusia dan
segenap makhluk ciptaan Allah di bumi sedang menghadapi ancaman akibat
perusakan lingkungan hidup dan pemusnahan ratusan jenis keanekaragaman
hayati. Rantai ekosistem bumi yang rusak
ini diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti; penebangan hutan secara illegal
maupun legal, penggunaan sumber daya energi tak terbarukan, pertumbuhan
industri dan korporasi global yang mengeruk sumber daya alam, pertumbuhan dan
kepadatan penduduk yang tak terkendali, serta gaya hidup manusia yang konsumtif
dan materialistis, dan semua hal ini antara lain telah mengantarkan bumi kita
pada ambang kepunahannya.
Atas krisis ekologi yang sedang terjadi terjadi ini,
gereja-gereja sebagai bagian dari komunitas dunia ditantang untuk mengevaluasi
kembali ajaran dan teologinya dengan mengacu pada laporan-laporan ilmiah
ekologis, inovasi-inovasi baru tentang kosmologi, serta pandangan-pandangan
intrinsik (dan bukan lagi instrumentalistik) terhadap ekosistem bumi. Gereja-gereja dengan kata lain diajak untuk
membangun kembali konstruksi teologi mereka untuk tidak lagi dalam batasan
interaksi Pencipta-Manusia belaka, namun juga dalam keutuhan konfigurasi yang
mempertimbangan seluruh aspek kosmik, dengan mempertimbangkan wacana evolusi
dan kepunahan semua ciptaan.
Sebagai bagian pengembangan pengetahuan dan ketrampilan
perempuan berpendidikan teologi di Indonesia secara umum, dan di Minahasa
secara khusus, workshop mengenai ekoteologi akan meningkatkan potensi dan
kemampuan perempuan berpendidikan teologi dan akan disumbangsihkan kepada gereja,
masyarakat, dan bagi keutuhan ciptaan alam-Nya.
Workshop ekoteologi ini bertujuan:
1.
Membangun
kesadaram ekologis peserta workshop.
2.
Melatih
peserta workshop dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan (tentang
ekosistem
lingkungan) dengan iman Kristen.
3.
Membangun dialog dan sharing antara peserta
workshop tentang krisis ekologi yang dihadapi di area kerja/pelayanan
masing-masing.
4.
Membangun
pemahaman mengenai ecofeminism.
5.
Menentukan tempat-tempat untuk menjadi pilot
project dalam aksi ramah lingkungan, dalam hal ini memilih komunitas masyarakat GMIM
Solafide Patar Kali, Pineleng, sebagai subjek pelayanan tentang
6.
Merancang
liturgi-liturgi ibadah yang berwawasan ekologis.
Workshop ekoteologi ini di bagi dua hari yakni:
Hari Pertama (Tanggal 17 April 2012)
Sesi
I:
Sekitar pukul delapan sampai setengah sepuluh pagi, peserta
melakukan pendaftaran sebagai syarat
mengikuti kegiatan workshop ekoteologi. Pendaftaran dilaksanakan di
Jemaat GMIM Petra Sario Tumpaan, Manado.
Sesi II:
Ibadah pembukaan dipimpin
oleh Pdt Jedida Posumah-Santosa STM, dan pembawa acara oleh Riane Elean, S.Th.,
M.Si.
Adapun liturgi ibadah pembukaan Workshop ekoteologi ini:
MENYIAPKAN DIRI (jemaat berdiri)
INDAH DAN DAMAI DI EDEN
Indah dan
damai di Eden pada awal zaman
Hidup dan
cinta berlimpah, sungguh indah permai
Ref. Itulah
hari mulia, hari penuh damai
Alam semesta didekapi, di dada lembut surga
Susu dan madu berlimpah
pada awal zaman
Rahim surga
pancar rahmat semerbak mewangi
Ref.
( air, lilin dan bunga dalam
pot, dibawa ke meja)
SABDA PEMBIMBING (Kejadian 1: 27,
28, 31a)
P Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka.
J Allah
memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah
danbertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi.”
P Maka Allah melihat segala yang
dijadikanNya itu, sungguh amat baik.
MEMOHON KEHADIRAN TUHAN
P Berbahagialah
orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya:
J Dia yang menjadikan langit dan bumi,
laut dan segala isinya;
yang tetap setia untuk selama-lamanya.
P Kiranya
TUHAN yang menjadikan langit dan bumi memberkati engkau dari Sion.
J Amin
MENGANGKAT PUJIAN
YA TUHAN,TUHAN KAMI
Ya Tuhan,
Tuhan kami betapa mulia namaMu
KeagunganMu
Tuhan dinyanyikan bangsa-bangsa
Ref. Apakah
manusia sehingga Tuhan ciptakan.
Mahluk yang termulia segambar dengan
Pencipta.
Langit dan cakrawala bulan bintang ciptaanMu
Kambing, domba dan lembu juga binatang di padang
Ref.
P Ibu dari
segala yang hidup,
dari rahimMu segala yang ada dilahirkan dan menerima
kehidupan.
Diatas puji puja segala mahluk, namaMu diangkat;
dan didalam hidup serta karya mereka, impianmu
diwujudkan.
KasihMu mengalir
agar menghidupkan.
Dibawah kepak sayapMu kami mendapat perlindungan.
Dalam dekapanMu kami bertumbuh,
dengan hikmatMu kami berkarya bagi kehidupan bersama yang
sejahtera.
Kasih setiaMu menutupi segala kesalahan kami,
dan Kau ajar kami
untuk juga mengampuni saudara kami.
Sebagaimana Engkau penyayang dan pengampun,
begitu pula kami sepantasnya terhadap saudara kami
TanganMu tidak akan menyakiti kami
malahan akan menghindarkan kami dari segala celaka
Segala yang
bersuara dan bergerak,
beserta alam semesta ini,
hidup saling memelihara dan menghidupkan,
sebagaimana maksudMu sejak semula. Amin.
MENGAKU DOSA (jemaat duduk)
YESAYA 32: 9-14, 19
O MAWU MALONDO
O, Mawu
malondo Ruata yamang
Elangu
mamogho, makiambang
Tulung ampunge
Mawu, haghiku dalawangku
Dan durhakaku sutengonu
O, Tuhan Pemurah, Allah sang Bapa,
hambaMu berseru dis’lamatkan
Tolong ampuni Tuhan, atas pelanggaranku dan
Durharkaku di hadiratMu
MENERIMA PENDAMAIAN (jemaat berdiri)
YESAYA 32: 15-18, 20
KASIH DARI SURGA
Kasih dari
surga memenuhi tempat ini, Kasih dari Bapa Surgawi
Kasih dari
Yesus mengalir di hatiku Membuat damai di hidupku
Reff:
Mengalir kasih dari tempat tinggi.
Mengalir kasih dari tahta Allah Bapa
Mengalir, mengalir, mengalir dan mengalir.
Mengalir memenuhi hidupku
Mengalir kasih dari tempat tinggi.
Mengalir kasih dari dekapan Bunda
Mengalir, mengalir, mengalir dan mengalir;
Membawa damai di hidupku
(jemaat saling memberikan
salam)
MENYIMAK SABDA
Kolose 1:15-23
Adapun perenungan ibadah pembukaan Workshop Ekoteologi
yang dipimpin oleh Pdt Jedida Posumah-Santosa, STM (diambil dan ditulis berdasarkan perenungan yang dibagikan untuk peserta)
“Belum pernah terjadi
dalam sejarah kehidupan bahwa apa yang dibangun dan dipelihara sang Pencipta
selama berjuta tahun, dihancurkan oleh manusia hanya dalam setengah abad
belakangan ini.
Lihatlah di sekitar kita:
gunung bukit diratakan, pantai ditimbun diurug untuk menambah daratan tapi
merusak lautan. Hutan yang selamat melewti beberapa generasi manusia, yang
bergiri tegak bagai menara azan dan menara lonceng gereja, gugur satu persatu
tak berdaya. Pilar-pilar penyangga langit diruntuhkan dalam nama kemajuan,
pembangunan demi masa depan yang lebih baik. Manusia lupa, dia sesungguhnya
telah dan sementara merusak paru-parunya sendiri, sebab hutan adalah sumber
oksigen yang menghidupkan.
Manusia hanya ingat
dirinya sendiri dan tidak peduli dengan penghuni hutan yang adalah sesama
ciptaan. Selain rumah mereka dihancurkan, dijarah, juga manusia membantai
penghuninya, yakni berjenis satwa dan tetumbuhan hingga punah tak kan pernah
eksis lagi.
Buhan hanya hutan, sumber
air pun ikut mati atau tercemari. Tanah subur menjadi gersang dan mati, tak
mampu menghasilkan bahan makanan demi kelangsungan hidup. Belum puas dengan apa
yang dibuatnya, manusia pun mengeruk perut bumi, segala kekayaannya dijarah
lalu ditinggalkan luka menganga. Manusia lupa dirinya dicipta dari tanah dan
akhirnya akan kembali ke tanah juga. Dan bahwa kekayaan yang tersimpan sebagai
berkat namun sekaligus bisa menjadi laknat, telah dikuras habis-habisan.
Lautan dan samudera, rumah
dan dunia bagi beribu biota laut dan ikan, tercemari. Lautan menjadi
penampungan sampah dan limbah yang beracun serta mematikan berbagai hayati yang
hidup di dalamnya. Padahal secara tak langsung berbahaya bagi ciptaan lainnya,
termasuk manusia. begitulah gambar dunia kita sekarang, jauh berbeda dengan
yang dikisahkan dalam Kitab Suci orang Ibrani tentang Penciptaan. Demikian pula
dengan Tanah Malesung yang pun kini sangat berbeda dengan dunianya Lumimuut dan
Toar. (Kisah Lumimuut dan Toar di satu sudut pandang penuh dengan budaya ramah
lingkungan, bahkan menyiratkan keterlibatan elemen-elemen alam).
Berapa lama lagi dunia ini
akan bertahan jika manusia yang diberi tugas sebagai pengolah, pengelolah, dan
pemelihara ciptaan tidak bertobat?
Dahulu, manusia menerima
amanat dan mandate Allah untuk menjaga dan menikmati taman Firdaus dan Eden,
dan manusia gagal melaksanakannya. Sesungguhnya perusakan ekosistem terjadi
pertama kalinya ketika perempuan itu memetik buah dari pohon pengetahuan yang baik
dan yang jahat. Tindakan itu bukan saja dipandang sebagai pelanggaran atas aturan
sang Pencipta tetapi juga merusak keseimbangan dan tatanan lingkungan. Bukan
saja lingkungan alam tetapi juga lingkungan sosial, bahkan seluruh hubungan
antar makhluk dan hubungan manusia dengan TUHANnya.
Keserasian hubungan
menjadi hilang. Jarak antar manusia dan TUHAN-nya menjadi jauh, keakraban dan
kedekatan di taman Eden hilang. Lahirlah perseteruan dan jatuhlah hukuman
bahkan kutuk. Manusia dan perempuan yang dicipta sepadan kini saling melempar
kesalahan dan tanggungjawab. Manusia akan hidup hanya jika dia bekerja keras
mengolah bumi. Sebaliknya tnahpun terkena hukuman, hanya akan menghasilkan jika
dikerjakan dengan baik. Perempuan akan mengandung dan melahirkan dengan rasa
sakit. Generasi baru hanya akan hadir melalui proses yang tak udah, hanya
selama di dalam rahim ibu, seseorang bisa mengalami rasa aman, sejahtera dan
pasti bagaikan di Firdaus. Manusia yang hidup di dunia akan selalu gelisah dan
mencari-cari damai.
Ular mewakili hewan
lainnya terkutuk dan putus persahabatannya dengan manusia. bahkan di taman itu
terjadilah pembunuhan pertama terhadap binatang untuk kepentingan manusia.
setelah peristiwa itu, manusia terusir dari taman. Gerbang masuk taman ditutup
dan manusiapun mulai pengembaraannya di atas bumi ini. lingkungan alam, sosial,
relasi atau hubungan antar manusia dan Allah, antar sesama manusia dan sesama
mahluk menjadi retak, bahkan rusak.
Jika kita hendak bicara
tentang lingkungan hidup atau ekoteologi, sebagai PERUATI kita jangan hanya
bicara tentang hal-hal yang praktis tetapi kita harus berjalan lebih jauh lagi,
yakni sampai ke pemikiran dasar atau teologi tentang lingkungan. PERUATI bukan
satu LSM yang berusaha menanggulangi masalah lingkungan secara langsung lewat
proyek atau program sosial. PERUATI sesuai hakekatnya sepatutnya lebih banyak
berbicara tentang landasan teologi, membangun kembali atau merekonstruksi
teologi lingkungan hidup. PERUATI pertama-tama bekerja bukan di muara atau di
hilir tetapi lebih banyak di hulu, menjaga dan merawat kelangsungan sumber mata
air maupun kemurniannya, termasuk dalam mengembangkan teologi yang akan menjadi
landasan filosofis suatu program atau proyek.
Masalah lingkungan hidup
harus menjadi masalah gereja yang bukan hanya urgen tapi juga utama. Masalah
lingkungan hidup mengena pada kehidupan, dan semua yang berurusan dengan hidup
adalah urusan gereja. Gereja di tempatkan di dunia untuk menata dunia, ekumene,
ekonomi; bukan menata surge. Gereja dipanggil bukan untuk menyiapkan manusia
untuk kehidupan surga kelak, tapi untuk memberdayakan manusia hingga mampu
memanfaatkan hidup di dunia ini, kini. Tugas gereja adalah menghadirkan surga
atau syaloom itu di dalam kehidupan bersama seluruh ciptaan.
Salah satu penyebab
terjadinya kerusakan dan kehancuran alam dan hubungan dengan sesama bersumber
pada gereja. Dan bukan saja bahwa Gereja kurang peduli dengan masalah dunia
tapi juga karena mengajar teologi yang keliru. Mungkin ada yang berkata: “mana mungkin
Gereja keliru selama berabad-abad ini.” mengapa tidak? Sejarah membuktikan ada
banyak kekeliruan dan dosa yang dibuat Gereja selama ini. Oleh karena itu,
Gereja perlu membaharui diri terus menerus, membuka diri untuk pertobatan dan
pembaharuan. Hubungan dengan TUHAN perlu didekatkan terus-menerus, dihangatkan
bukan hanya dengan ritual dan seremoni, perayaan-perayaan dan upacara-upacara
tapi dengan tindak Mesiani dan karya pendamaian.
Salah satu kekeliruan
Gereja adalah menempatkan TUHAN Allahnya di tempat yang sulit dijangkau orang,
di tempat yang tinggi dan di surge nan jauh di atas sana. Surge menjadi istana
tapi sekaligus penjara bagi TUHAN. Dari sana saja TUHAN melihat-lihat dan
mendengar doa kita serta mengambulkannya sekaligus. TUHAN tidak hidup
menyejarah di tengah umat, TUHAN ridak berjalan dengan kita dalam setiap
langkah serta nafas kita. Kalau kita perlu, barulah kita minta Dia campur
tangan. YHWH, sang Pencipta yang dahulu bebas dan setiap saat bersilaturahmi
dengan manusia di taman Firdaus, menjadi Allah yang dijauhkan dari ciptaan-Nya.
ini yang disebut dalam istilah teologi: mengilahkan Allah atau YHWH.
Kesalahan kedua adalah
dari awalnya bapak-bapak gereja sudah dipengaruhi dengan cara pikir Yunani yang
membedakan dunia, jasmani dan surgawi serta rohani. Dalam teologi Ibrani, dua
kutub ini adalah satu. Manusia dilihat sebagai satu keutuhan, jasmani maupun
rohani. Dualism atau dichotomy ini makin melebar dan mempengaruhi konsep
teologis tentang keselamatan, eschatology dll. Karena diperlukan membaca
Alkitab dengan mata baru. Mata baru ini bukan hanya mata budaya lokal maupun
feminis tapi juga mata orang Ibrani. Alkitab ditulis oleh orang Ibrani, juga
Yesus orang Nazareth adalah orang Ibrani, bukan Yunani.
Oleh karena itu, untuk
memahami Perjanjian Lama yang adalah Kitab Suci Ibrani haruslah kita berpikir
dan menggunakan budaya atau konsep Ibrani, bukan Yunani. Benar Perjanjian Baru
menggunakan bahasa Yunani namun mengisahkan orang Ibrani yang hidup dalam
budaya dan teologi Ibrani. Bahasa Yunani sering kali tidak persis menerjemahkan
bahasa Ibrani sehingga kita perlu mencari padanannya agar bisa memahami maksud
terutama ajaran Yesus.
Beberapa pokok teologi
yang perlu dikaji kembali adalah mengenai kedudukan atau harkat manusia
diantara makhluk. Dalam kitab kejadian ada 2 kisah yang bersumber pada sumber
yang berbeda, yakni sumber Y dan sumber P. Yang satu menekankan bahwa manusia
adalah ciptaan yang terakhir setelah ciptaan yang lain. Sedang yang lain
menekankan manusia sebagai pusat ciptaan yang utama dengan ciptaan lain
tercipta demi manusia. manusia juga diberi kuasa atas ciptaan lain. Jika kita
memilih yang kedua, maka kita memandang ciptaan lain sebagai yang lebih rendah
statusnya dan boleh dieksploitir atau dimanfaatkan sesuka hati. Pandangan bahwa
makhluk lain adalah obyek untuk kepentingan manusia, menguntungkan manusia
namun menimbulkan masalah lingkungan. Kita perlu merubah teologi ini dengan
teologi yang lahir dari kisa yang satu lagi. Kita ini adalah bagian dari
ciptaan dan sama berharga bagi TUHAN. Semua ciptaan adalah dari Allah dank
arena itu milik-Nya.
Jika kita memupynai
keyakinan yang demikian, maka sepantasnya kita menghargai makhluk lain sebagai
milik Allah. Karena itu manusia patut peduli terhadap makhluk lainnya dan bukan
memandang mereka sebagai obyek semata. Kita peduli bukan karena kita memerlukan
mereka dan bergantung pada mereka demi kelangsungan hidup kita, namun karena
kita sama-sama citaan Allah yang berharga bagi-Nya. kita sebagai kehidupan di
bumi yang satu. Kasih dan kepedulian akan kesejahteraan segala makhluk harus
menjadi dasar baru bagi penyelamatan ciptaan. Bersama dengan makhlum lain yang
sama-sama menderita akibat kesalahan di taman Firdaus kita terpanggil untuk
membangun, memelihara semua milik Allah yang disebut-Nya baik dan bukan
menghancurkannya.
Sekarang, telah kita alami
kebangkitan bersama Kristus Yesus dan didamaikan satu dengan yang lainnya, juga
terutama hubungan kita dengan TUHAN yang putus telah dipulihkan kembali.
Menjadi tugas kita yang tak dapat ditawar lagi untuk menghadirkan Firdaus dalam
kehidupan kita. Pelestarian alam, pemulihan lingkungan, bukan tugas negara atau
masyarakat saja tetapi adalah amanat TUHAN kepada Gereja.
PERUATI yang menjadi wadah
bagi perempuan-perempuan berpendidikan teologi, mewarisi amanat untuk menjadi
saksi kebangkitan dan hidup baru. Kita terpanggil untuk memulihkan dan merawat
ciptaan Allah sebagai ungkapan kasih terhadap kehidupan, apalagi masalah
lingkungan sangat erat dengan perempuan. Selamat berlokakarya.”
Setelah
kita telah mendengarkan sabda TUHAN, maka marilah kita menyiapkan hati dan
pikiran untuk lanjutkan dengan tata ibadah di bawah ini
THERE IS PEACE
There is peace like a river, 2x
There is peace like a river in my soul
There is peace like a river, 2x
There is peace like a river in my soul
There is love…..
There is power……
MENGANGKAT DOA
P Allah pencipta langit dan bumi,
Allah sumber berkat, sumber segala sesuatu di dunia ini.
J Kami bersyukur kepada-Mu
karena matahari, bulan, bintang,
siang dan malam yang kami jumpai,
P sungai, hamparan ladang, laut dan angkasa yang luas,
embun yang kami nikmati setiap pagi,
angin dan hawa sejuk yang membelai,
panas siraman mentari yang mememekarkan bunga-bunga indah
Allah sumber berkat, sumber segala sesuatu di dunia ini.
J Kami bersyukur kepada-Mu
karena matahari, bulan, bintang,
siang dan malam yang kami jumpai,
P sungai, hamparan ladang, laut dan angkasa yang luas,
embun yang kami nikmati setiap pagi,
angin dan hawa sejuk yang membelai,
panas siraman mentari yang mememekarkan bunga-bunga indah
J karena bukit, lembah dan dataran,
segala tumbuhan dan margasatwa,
atas segala karya seni agung buah tangan-Mu di dunia ini.
P Kami bersyukur kepada-Mu
karena kerukunan dan keserasian,
semangat kebersamaan dalam kerja,
J karena pekerjaan, panen dan segala rezeki,
pemberian tangan kasih-Mu.
P Kami bersyukur kepada-Mu
karena Engkau telah menciptakan kami,
J memelihara kami,
memanggil kami kepada iman,
segala tumbuhan dan margasatwa,
atas segala karya seni agung buah tangan-Mu di dunia ini.
P Kami bersyukur kepada-Mu
karena kerukunan dan keserasian,
semangat kebersamaan dalam kerja,
J karena pekerjaan, panen dan segala rezeki,
pemberian tangan kasih-Mu.
P Kami bersyukur kepada-Mu
karena Engkau telah menciptakan kami,
J memelihara kami,
memanggil kami kepada iman,
P karena kasih anugerah-Mu menyelamatkan kami,
memberikan kuasa untuk mengalahkan kejahatan,
dan memberikan jaminan hidup kekal.
J Kiranya kasih dan anugerah-Mu yang tergores di kayu salib,
kabar sukacita kebangkitan-Mu,
meneguhkan iman dan memberi semangat,
agar kami menjadi garam dan terang dunia,
agar kami setia menjaga keutuhan ciptaan-Mu,
menjadi perintis bagi gerakan mememelihara bumi
dan menjadi syahid demi mempertahankan setitik mata air.
P Maka peliharalah kami selalu,
sirami kami agar menjadi pohon yang rindang,
penuh buah kemanisan,
dan burung-burung datang,
bertandang memetik buah buah yang Engkau sediakan untuk mereka.
P+J Terpujilah Allah Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
memberikan kuasa untuk mengalahkan kejahatan,
dan memberikan jaminan hidup kekal.
J Kiranya kasih dan anugerah-Mu yang tergores di kayu salib,
kabar sukacita kebangkitan-Mu,
meneguhkan iman dan memberi semangat,
agar kami menjadi garam dan terang dunia,
agar kami setia menjaga keutuhan ciptaan-Mu,
menjadi perintis bagi gerakan mememelihara bumi
dan menjadi syahid demi mempertahankan setitik mata air.
P Maka peliharalah kami selalu,
sirami kami agar menjadi pohon yang rindang,
penuh buah kemanisan,
dan burung-burung datang,
bertandang memetik buah buah yang Engkau sediakan untuk mereka.
P+J Terpujilah Allah Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang
segala abad. Amin
KULIHAT IBU PERTIWI (jemaat
berdiri)
Kulihat ibu
pertiwi sedang bersusah hati
Air matamu
berlinang mas intanmu terkenang
Hutan gunung
sawah lautan simpanan kekayaan
Kini ibu
sedang susah merintih dan berdoa
Kulihat ibu pertiwi, kami datang berbakti
lihatlah putra-putrimu menggembirakan ibu,
ibu kami tetap cinta; putramu yang setia
menjaga harta pusaka untuk nusa dan bangsa.
MENERIMA PENGUTUSAN DAN BERKAT
P Kita
dibangkitkan ke dalam kehidupan baru agar yang hidup mampu menghidupkan,
agar
terciptalah keadilan, damai dan keutuhan bagi seluruh
ciptaan.
Kasih karunia sang Pencipta menanungi hari depanmu dan
memberimu rahmat
Kasih sang Pendamai mengalir di hidupmu dan memberimu
damai sejahtera
Hikmat sang Pendamping menerangi jalanmu dan memberimu
pencerahan
J AMANG
KASURUAN
Amang Kasuruan Kasuruan Wangko
Wukaan nai lalan wayaan nami
Pasule-sulenai palondo-londoingen
Pakelu-kelungen wayaan nami
Keli-kelinai wutu-wutulenai mbaya waya
Kasaleen kaaruyen angkatouan nami
Tawa-tawangenai aki-akienai mbaya waya
Kasaleen kaaruyen angkatouan nami
Pakatuan Pakalowiren
Setelah ibadah
pembukaan workshop terlaksana dengan hikmat dan berjalan dengan baik maka
sekarang ini dilanjutkan dengan sambutan dari ketua BPP PERUATI, Pdt Rut Ketsia
Wangkai, M.Th. “Puji syukur kepada Allah
dengan Roh keibuannya maka workshop ekoteologi ini bisa dimulai……., Ketika PGI yang juga menetapkan program
peningkatan kesadaran dan kepedulian gereja-gereja terhadap krisis ekologi
melalui Bpk Pdt. Dr. Karel Phil Erari (Ketua PGI, Senior Papua Policy Marine
Adviser untuk CI, TNC dan WWF) pada akhir tahun lalu menawarkan kerjasama
workshop ini, maka kami PERUATI Minahasa menyambutnya dengan senang hati” Cetus Pdt Rut Ketsia
Wangkai, M.Th. Lanjut, menurutnya “kami memulai rencana ini dengan dana,
sepeser pun kami tak punya. Hanya bermodalkan semangat dan komitmen untuk mengambil
bagian dalam membangun kesadaran bersama akan ekoteologi. Selamat mengikuti workshop selama dua hari
kepada bapak, ibu, saudara/i sekalian.”
Para peserta menyambut workshop ektoteologi ini dengan
penuh antusias. Makin lama, makin banyak peserta yang hadir mengisi bangku
kosong gedung gereja ini. Setelah itu, kami masuk dalam sambutan ketua panitia
workshop, Pdt Dina Werat, S.Th selaku nyonya rumah dan ketua BPMJ GMIM Petra
Sario Tumpaan, Manado.
Sesi III
Di gedung gereja ini, jam menunjukkan pukul 11 siang.
Kami mulai dengan materi pertama mengenai Global
Warming dan Dampak Climate Change di Indonesia: Sekitar Eko-teologi tantang
Relasi Spiritual Antar Spesies dan Respon Gereja Berbasis Ekologis. Materi ini dibawakan oleh Pdt Dr Karel
Phil Erari (Ketua PGI, Senior Papua Policy Marine Adviser untuk CI, TNC dan WWF).
Presentasi ini bertujuan menelaah aspek
Spiritualitas diantara Sesama Ciptaan,yang secara kategorial disebut dalam
Kejadian 1- 2. Dalam Kisah Penciptaan Langit dan Bumi, disebut tentang Bumi
Langit dan segala isinya. Dalam Ekologi dan Biologi disebut sebagai Species.
Hubungan Antar Species sebagai istilah yang mendorong dan memperkenalkan paradigm baru dari relasi Manusia dan
sesama Ciptaan dalam perspektif Eko-Teologi.
Dalam perspektif baru ini, manusia ditempatkan
diatas pentas Penciptaan yang sama sama memiliki spiritualitas,dan berada
diatas platform yang sama sebagai sesama ciptaan dari Penciptaan Langit dan
Bumi dan segala isinya dimana terdapat
unsur kehidupan. Ini merupakan bagian
integral dari Diakonia baru
yang kini menjadi mandat dari Gereja. PGI sejak Konvensi Dunia di Seoul 1992,
tentang Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) dari WCC, telah
mengintegrasikan tema Lingkungan Hidup sebagai agenda Diakoni Gereja di
Indonesia, namun belum menjemaat secara merata diantara gereja anggota PGI.
Bahkan tidak semua pusat pendidikan Teologia, anggota PERSETIA menintegrasikan
Ekologi atau Eko-Teologia dalam kurikulumnya sebagai salah satu mata kuliah
khusus.
Dalam butir butir tesis yang saya (Pdt Dr Karel
Phil Erari) bangun dalam studi Ekologi sebelumnya; dikatakan bahwa Teologi
tanpa Ekologi, bukanlah Teologi yang utuh. Hal ini mengindikasikan betapa
Ekologi menjadi sangat menentukan dalam konstruksi Teologi.
Diakhir penutup presentasi Pdt Dr Karel Phil
Erari mengajak kita untuk merenungkan baik manusia atau spesies, minum dari air
yang sama, mendapat oksigen dari hutan dan laut yang sama, hidup dari tanah
yang sama. Kini air, laut, tanah dan hutan yang menjadi milik bersama itu
terancam binasa karena dampak climate change. kita juga belajar dari kearifan
lokal seorang tokoh adat Dayak yang menolak kehadiran HPH: “simpanlah uang yang
kamu mau suap. Kamu bisa mencetak uang tetapi tidak bisa mencetak tanah. Kami
tidak menjual tanah kami.”
Dampak dari climate change merupakan suatu
realita yang tidak bisa dihalangi ancamannya secara global. Tren kerusakan
lingkungan hidup suda terasa pada fenomena cumaca ekstrim, banjir, tanah
longsor, kenaikan air laut, naiknya suhu udara dll.
Telah terjadi ketidakseimbangan ekosistem global
karena pemanasan bumi. Hal mana sangat berakibat pada relasi antar manusia dan
semua spesies dalam alam. Gereja dan teologi dipanggil untuk membanguan suatu
Theological Framework yang berbasis ekosistem antara lain pembaruan liturgis.
Pembaruan liturgis gereja ini mengandung motivasi utama agar gereja
mengintergrasikan unsure-unsur alam sebagai komponen penting dalam ibadah
gereja: antara lain air, terang, bunga, batu, ayam, sebagai simbol –simbol alam
yang merepresentasikan seluruh spesies ciptaan Allah (Bnd. Mazmur 104).
Pernyataan menarik menyentuh hati nurani saya kala Pdt Dr
Karel Phil mengatakan “di Manado terjadi reklamasi pantai besar-besaran. Sumber
air laut dan ekosistem di dalamnya terganggu. Untuk memulai hidup ramah
lingkungan maka janganlah kita membuat ibadah disekitar reklamasi pantai atau
pertemuan di mall atau tempat yang telah di ‘sulap’ (baca: dipakai) menjadi
bahan komediti kepentingan tertentu yang merugikan alam ini.
Materi presentasi di atas berdasarkan powerpoint dan
materi buku panduan dari Pdt Dr Karel Phil Erari. Masih banyak penjelasannya,
namun saya tidak akan copy-past dalam tulisan ini. Mohon maaf ya, pembaca.
Sekarang kita masuk dalam
sesi materi berikutnya dari Ibu Olvie Atteng, SE., MS.i (kepala BLH SULUT). Berhubung
Pdt Dr Karel Phil Erari telah memaparkan panjang lebar apa itu global warming
dan climate change dilihat dari respon gereja (?), maka saya (Ibu Olvie Atteng) akan mengkaji
permasalahan lingkungan dari kebijakan pemerintah.
Kedua materi yang
dipaparkan dari kajian gereja dan pemerintah sangat mengundang daya nalar dan
partisipasi aktif menyayangi dan bersabat dengan alam sebagai satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Para peserta diberikan kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan maupun memberikan pernyataan pengalaman berkaitan dengan lingkungan
hidup.
Makan Siang (13:00-14:00)
Setelah kami diberikan
‘nutrisi’ pelbagai pemahaman, pengalaman dan tindakan peduli akan lingkungan alam, maka kami pun diisi
kembali dengan nutrisi makanan hasil alam. Makanan khas Minahasa. huhui, mayo kuman.
Sesi IV
Sebelum masuk dalam materi
ketiga, Pdt Arthur Rumengan (Sekretaris Umum Sinode GMIM) memberikan pernyataan
dan dukungan positif dari BPMS GMIM kepada PERUATI dan PGI mengenai workshop
ekoteologi.
Tibalah kita pada materi
“Posisi,
Peran & Tanggungjawab Perempuan dalam Penyelengaraan Bumi:
Sebuah Refleksi Teologi Ekofeminisme Konstektual.” Materi ini diberikan oleh
Anna Marsiana (Asian Women’s Resource centre for Culture and
Theology / AWRC).
Kakak Anna Marsiana berbagi pengalaman. Simak prolog
dalam makalah yang dibawakannya dan saya ‘kemas’ di bawah ini:
“Bumi kita ini sudah tua” demikian kalimat yang sering
saya dengar setiap kali terjadi sesuatu terkait dengan bumi ini. Entah itu
banjir, tanah longsor, gempa, tsunami, gunung meletus, dan dan peristiwa yang
sering dikategorikan sebagai bencana alam yang lainnya. Begitu pula dengan
musim yang tidak tentu dan tidak bisa lagi ditentukan saat ini. Paskah
bersalju? Tidak pernah terbersit sekalipun atau bahkan masuk dalam akal pikiran
manusia di Eropa sampai dengan 20 tahun yang lalu, tetapi tiba-tiba sungguh terjadi
dalam 5 tahun terakhir. Berkebalikan dengan White
Christmas yang mulai tidak bisa dipastikan. Itu jika kita bicara dalam
konteks Eropa.
Bagaimana dengan konteks kita di Asia, atau juga di
Indonesia, dan lebih mengerucut lagi di Sulawesi? Tahun kemarin saya berkunjung
ke Makasar dan mendengar keluah petani yang sekarang tidak lagi bisa menanam
padi, karena sifat tanah persawahan mereka sudah berubah. Air laut sudah
meresap ke dalam tanah areal persawahan... Hal yang sama dengan alasan yang
berbeda juga saya dengar di banyak daerah lain di negeri ini. Di Jogja data
resmi pemerintah menunjukan bahwa permukaan air tanahnya mengalami penurunan
signifikan selama 30 tahun terakhir.
Hal yang sama dan bahkan lebih parah juga terjadi di
banyak tempat di Indonesia, di kota
besar seperti Jakarta dan Semarang, dimana bukan hanya air tanah melainkan juga
permukaan tanah yang mengalami penurunan. Fenomena penurunan permukaan air
tanah ternyata bukan hanya terjadi di perkotaan, melainkan juga di pedesaan. Di
kota besar, kita tahu penyebab utamanya adalah pembangunan infrastruktur yang
berlebihan dan tidak memenuhi standar tata kota dan lingkungan yang benar,
kebutuhan dan pemakaian air yang besar dan cenderung berlebihan, serta
persoalan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Sedangkan di desa, sebagian
besar karena terjadinya penjualan sumber-sumber air dan mata air pegunungan
kepada perusahaan-perusahaan air minum kemasan seperti Danone, Ades, dll.
Belum lagi soal dampak pertambangan seperti di Papua,
Kalimantan, dan Sumatra, maupun konversi hutan ke perkebunan monokultur
dimana-mana. Di Papua, Freeport dan pembalakan liar telah meninggalkan luka
mendalam terhadap Ibu pertiwi dan putra-putrinya. Tailing berton-ton, tanah
keropos dan ancaman amblas sewaktu-waktu, adalah bom waktu bagi penduduknya.
Begitu juga kebakaran hutan di Sumatra dan deforestasi besar-besaran yang sudah
masuk fase kritis. Atau dari Jawa dimana polusi:tanah,air, udara sudah mencapai
puncak dan kian tak terkendali?
Sekedar mengingatkan saja bahwa setiap hari
sedikitnya 200.000 ton limbah tailing dibuang ke perut bumi Papua oleh PT
Freeport. PT Freeport di Papua telah merusak bahkan mengeruk gunung
Ersberg yang dianggap keramat oleh penduduk sekitar, dan gunung Grasberg yang
letaknya berdekatan dengan target
selanjutnya. Pengerukan gunung di Papua telah mencemari lingkungan.
Lebih dari 1,2 milyar ton limbah tailing PT Freeport telah dibuang ke
lingkungan sekitar dan ini terus
bertambah sedikitnya 200.000 ton tiap hari. Penduduk sekitar pertambangan tidak
dapat mengambil manfaat dari hutan, karena gunung yang dikeramatkan dan habitat
hewan telah dirusak. Kaum perempuannya tidak dapat melakukan pekerjaan
sebagaimana mestinya, karena sungai-sungai sudah tidak dapat dipergunakan untuk
mencuci dan keperluan lainnya. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga dari
kalangan laki-laki.Artinya perempuan di Papua kehilangan pencaharian ataupun
pekerjaannya.
Begitu pula di Kalimantan, kelompok swadaya ibu-ibu dari
suku Dayak Kaharingan bercerita bagaimana mereka semakin terdesak ke tengah
hutan. Akibatnya tidak sederhana.Dengan makinmasuk ke dalam hutan, berarti
mereka makin jauh dari akses publik untuk hidup sehari-hari, padahal hutan saat
ini berbeda dengan hutan 25 tahun yang lalu misalnya. Saat ini mereka makin
sulit jika harus bergantung 100% terhadap hasil hutan baik untuk makan maupun
kesehatan. Belum lama, seorang mahasiswa dari Dayak Kaharingan bercerita kepada
saya bahwa mereka pun makin terdesak karena tiba-tiba pusat belajar komunitas
yang mereka bangun sudah diklaim sebagai milik perusahaan tertentu.
Provinsi Kalimantan Selatan menjadi wilayah pengerukan
batu bara terbesar kedua di Indonesia dengan produksi kadar debu mencapai 976
mikro gram per normal meter kubik, jauh di atas standar baku, yakni 230 mikro
gram per normal meter kubik. Sementara di Kalimantan Timur, menueurt keterangan
seorang aktif lingkungan, Kahar Al Bahri seperti dikutip; oleh Antara, alokasi pengerukan batu bara
mencapai 21,7 juta hektare dengan jumlah Kuasa Pertambangan (KP) mencapai 1212
dengan produksi batubara yang diekspor mencapai 180 juta ton per tahun.Setiap
tahun 12,000 (duabelas ribu) hektar lahan pertanian pangan diubahfungsinya
menjadi kawasan keruk. Duabelas ribu hektar alih lahan pertanian/th, adalah
sama dengan peniadaan lapangan kerja untuk lebih dari 120 ribu tenaga kerja,
dan lebih dari 75% adalah perempuan. Artinya secara tidak langsung
telah terjadi domestifikasi perempuan secara masif, dan berpotensi melahirkan
persoalan baru, bagi perempuan maupun masyarakat penduduk setempat secara umum.
Saya (Anna Marsiana) yakin daftar cerita itu akan sangat
panjang. Namun semua itu baru seputar perusakan masif oleh negara atau
perusahaan nasional dan atau trans-multi nasional, dan belum memasukkan faktor
gaya hidup dan perilaku individu modern yang cenderung berifat merusak
lingkungan.
Peran
& Tanggungjawab Perempuan Berteologi Ekofeminisme di Indonesia
Lalu peran yang seperti apa yang bisa dimainkan oleh
perempuan dalam berteologi ekofeminisme dan ikut menyelematkan bumi?
Dalam konstelasi piramida multi layer seperti digambarkan
oleh Elisabeth Schussler-Fiorenza seperti di atas, maka tidak bisa perempuan
harus keluar dari stereotipe identitas tunggak keperempuanannya. Artinya,
sebagai perempuan, Kristen, dan apalagi teolog, maka kita sadar akan
multi-identitas kita dan mulai memainkan multi peran kita secara kritis.
Makalah ini tidak mungkin mengupas semua peran yang dimiliki seorang perempuan
berpendidikan teologi, namun minimal 2 peran kita, sebagai teolog dan sebagai perempuan,
kita bisa mainkan dengan lebih maksimal.
Sebagai Teolog:
Saya ingin mengutip Vandana Shiva:
Sebagai
teolog perempuan, pada satu sisi kita memiliki pengalaman subordinasi dalam power relasion yang bersifat power dominating, sehingga kita tahu
rasanya seperti apa, dampak negatif yang kita warisi dan memenjarakan kita
berabad-abad. Karenanya sebagai teolog perempuan, kita memiliki alasan kuat
untuk mengembangkan teologi ekofeminisme, dengan menggunakan perspektif
pengalaman subordinasi dan ketertindasan kita.
Kita
dipanggil untuk selalu memiliki sistem alarm, yang akan terus berbunyi manakala
kita mendengar laporan statistik mengenai pertumbuhan pasar, karena seperti
dalam kutipan di atas, pertumbuhan pasar/kapital saat ini selalu berbanding
terbalik dengan kondisi lingkungan.
Yang
kedua, dalam kondisi alam yang sudah demikian rusak, dan makin menguatnya
ideologi pasar yang merasuk ke semua sendi kehidupan, upaya membangun
teologi-ekofeminis tidak bisa lagi hanya konsern di sekitar isu-isu teologis,
namun benar-benar harus bersentuhan dan menjawab langsung persoalan dan
tantangan ekologis dan semua dampak ikutannya. Refleksi teologis yang kita
bangun harus mampu secara kritis melihat nilai-nilai dominasi dalam segala
bentuk dan di semua lini, yang telah menjadi sumber malapetaka global ini.
Yang keempat, data statistik menunjukkan bahwa tiap tahun
makin banyak perempuan yang bermigrasi ke kota, urbanisasi maupun juga migrasi
sebagai TKW di negeri orang. Sejauh ini sangat minim pembekalan teologi yang
diberikan kepada mereka. Padahal kehidupan yang mereka masuki akan sangat
berbeda, dan berpotensi menimbulkan gegar budaya, temasuk dari budaya pro-alam
kepada pro-kapital. Ideologi pasar dan produk instan memang membombardir kita,
masuk ke setiap sudut rumah kita, ke rumang tamu, ke kamar tidur, dapur, dan
toilet, tanpa ampun; lingkungan yang sudah rusak dan tidaka memadai lagi
sebagai penyedia sumber kebutuhan sehari-hari adalah bagian dari lingkaran
setan yang harus dipecahkan.
Di sini jugalah tantangan teolog perempuan, untuk
mengembangkan teologi ekofeminisme yang kontenkstual dan menyentuh langsung
kehidupan kaum perempuan calon imigrant maupun urbanisasi.
Akhirnya, dalam
rangka menjawab semua tantangan yang ada di muka tadi, teologi ekofeminis yang
hendak kita bangun nampaknya menyangkut semua aspek, bukan hanya praktika
melainkan juga sistematika dan biblika. Kita harus siap membongkar dogma
mengenai keselamatan (dominasi agama Kristen atas agama lain, khususnya agama
suku), banyak melakukan tafsir ulang atas teks-teks (dominasi manusia atasu
bumi maupun termasuk dominasi Aallah atas manusia dan dominasi laki-laki atas
perempuan, dominiasi kaum hetero atas homo, dst), serta membangun etika baru
yang lebih ramah terhadap sesama dan alam. Dalam bahasanya Ruether, teologi
ekofeminis yang kita bangun harus menandai gerakan perempuan baru yang membawa
pada revolusi sosial.
Sebagai Perempuan:
Tantangan kita bukan di tataran teori dan refleksi
teologis, namun praksis, menghidupi teologi yang kita yakini dan ingin
kembangkan.
Ketika saya di Nias, di desa kecil, pulau kecil, yang
akses jalan tidak ada, yang untuk sampai ke desanya pada waktu itu orang harus
naik bis 2 jam dari kota, kemudian jalan kaki melewati rawa setinggi pinggang
selama 3-4 jam (karena tidak akses jalan sama sekali), tetapi sampai di desa
tsb saya mendapati pemandangan yang sulit saya percaya:
Ibu menggendong bayi dengan jajanan pabrikan serupa chiki
di tangannya, yang malamnya memasak mie instan dan bukan tumis daun singkong
atau daun genjer, atau sayur hijau lainnya, untuk makan malam kami, yang di
dapurnya tersedia kopi instan dengan creamer, tapi tidak punya kopi bubuk
tubruk. Dan itu menjadi sesuatu yang umum.
Maka di sinilah tantangan kita sebagai perempuan, dimana
faktanya kita masih banyak bersinggungan dengan penyelenggaraan hidup yang
paling dasariah: makan, minum, sanitasi, pendidikan nilai dalam keluarga......
Beranikah kita mengatakan putus kepada ideologi pasar yang sudah begitu kuat
mencengkeram hidup kita sehari-hari?
Mengurangi konsumsi
enerji listrik, mengurangi konsumsi air, mengajak keluarga untuk mengembalikan
air ke bumi dengan membuat biopori, mengajak keluarga untuk mengeola sampah
rumah tangga sehingga terjadi perputaran ekosistem kecil-kecilan di setiap
rumah tangga, dst.
Akhirnya, sembari
kita terus berteologi dan mencoba membangun teologi eko-feminis yang kristis
dan kontekstual, marilah kita berhenti dari perilaku sekecil apapun yang merusak
atau memperparah kerusakan bumi. Di atas bumi ini dan di dalam rahimnya, ada
milyaran jejak, sebagian besar jejak perempuan, yang bersama Tuhan telah
menghidupkan bumi ini selama jutaan tahun lamanya.
Dari pengalaman Anna Marsiana yang ditulis dalam
makalahnya, saya tertarik dengan pernyataannya “ekofeminis melihat dari
pengalaman perempuan yang tertindas dengan mengoreksi diri akan seberapa jauh
semangat roh kita, komitmen bahkan konsentrasi kita melakukan aksi berdasarkan
kearifan lokal.” Bagi kaum feminis, perjuangan mereka bukan hanya pada
pengalaman pribadi kaum perempuan melainkan lebih bagi mereka yang
termarginalkan seperti trans gender.
Bukan hanya materi ini yang sangat menarik, melainkan cara
penyampaian sang materi sangat enerjik, berpikir bebas, lincah dengan luapan
semangat yang penuh makna. Oleh sebab itu, banyak pendeta yang bertanya dan
sesi tanya-jawab ini makin seru. Saya mendapat pencerahan kala bunda (Pdt Dr S.
Marentek-Abram) memberikan pernyataan: “laki-laki menanam pohon, tetapi ibu-ibu
yang menyiram pohon itu. Dengan kata lain, ada hubungan mitra bersama.” Saking
serunya hingga tak terasa dua jam setengah berlalu.
Sesi V (Pukul 17:00)
Sharing pengalaman tentang penjabaran teori dan praktek
ekoteologi oleh Pdt Wailan Posumah S.Th, Pdt Petra, Bidang SDM Sinode GMIM,
praktisi dan Bpk Matulandi Supit, AMAN SULUT.
Sementara para bapak memberikan materi, sementara itu
pula kami diberi kopi/tea, dan kue cucur, panada dan lalampa (kue khas
Minahasa).
Pengalaman dari kaum bapak sangat memberikan motivasi dan
inspirasi bahwa kita pun bisa bermitra guna kelangsungan hidup makhluk di bumi.
“ekoteologi sama dengan ekologi teolog dan ekonomi teologi.” Ada seorang
pendeta berkata “Kebanyakan jemaat menanam bukan hanya memberikan penghijauan
bumi tetapi juga untuk bernilai ekonomis, sebut saja pohon cempaka, pohon
sengon, jati dan sebagainya.”
Ini menjadi sesi terakhir di hari pertama workshop ekoteologi.
Di tutup dengan doa serta makan malam bersama. Jam delapan malam, kami pulang
ke rumah masing-masing.
Hari Kedua (Tanggal 18 April 2012)
Sesi I:
Ibadah dan Penelaan
Alkitab (PA) bertema ekofeminis oleh Pdt Dr Sientje Marentek-Abram.
Marilah kita
mempersiapkan hati dan pikiran untuk masuk dalam ibadah:
PERSIAPAN:
Simbol-simbol yang diperlukan:
-
Pot berisi tanah dan benih
-
Buah-buahan
-
Bunga
-
Air
-
Beberapa pohon kecil
-
Kain hitam
DIAMLAH,
HAI JIWAKU (Rabindranath Tagore)
P. Diamlah hai
jiwaku, pohon-pohon sedang berdoa;
Ketika aku
bertanya kepada pohon agar bercerita tentang Tuhan,
maka ia
berbunga.
Menyanyi setengah suara: DIAMLAH…
Diamlah, singkirkan kebisingan dihati
Diamlah, kosongkan dirimu bagi Allah
P. Dalam
kesunyian, marilah kita melipat tangan kita dalam doa.......
P. Dalam
kesunyian, marilah kita meletakkan tangan kita pada telinga kita dalam doa....
P. Dalam
kesunyian, marilah kita meletakkan tangan kita di atas jantung kita dalam doa.....
Dalam
kesunyian.....kosongkanlah hatimu..... rasakanlah keindahan ciptaan Allah
di
dalam
dirimu....Lalu biarkanlah pohon-pohon berbicara...... biarkanlah mereka
bercerita
tentang Allah...Biarlah tanaman berbunga dan bertumbuh.... menambah kekagumkita
akan Allah yang telah mencipta begitu indah......
Doa bersama: -berdiri-
Allah yang Kudus dan Ajaib,
kami berdiri disini dengan penuh ketakjuban
akan ciptaanMu;
Mengagumi hasil buatan tanganMu
Mujizat-mujizatMu di sekeliling kami membuat
kami tertunduk
Dan
mengetahui bahwa semuanya ini adalah hadiahMu yang agung untuk kami,
Dan
bagi kami untuk menikmatinya secara bersama. Amin.
Menyanyi bersama:
KJ 289:1,2
Tuhan Pencipta Semesta
Tuhan Pencipta semesta, Kaulah Yang
Mahamulia
Sungguh besar, karunia yang Kau beri!
KasihMu nyata terjelma, di
sinar surya yang cerah
Di sawah dan tuaiannya yang Kau beri
PEMBACAAN
ALKITAB:
Kejadian 1:1-2:4a –duduk-
REFLEKSI: dibaca bersama
P. Allah telah menciptakan air yang bening
seperti kristal
Dan
ada tanah untuk mengalirkan
Roh
Kudus melayang-layang diatas permukaan laut.
Allah
melihat bahwa semuanya itu baik adanya.
J. Allah melihat semuanya baik adanya
Dan adalah petang dan adalah
pagi...
P. Allah
membuat hamparan rumput hijau yang indah
Tersulam dengan bunga-bunga, lebah dan jamur
Pohon-pohon telah tertanam di kebun Allah
Allah
melihat bahwa semuanya itu b aik adanya.
J. Allah melihat semuanya baik adanya,
Dan adalah petang dan adalah
pagi..
P. Allah
membuat laut yang penuh dengan ikan
Dan
burung-burung yang beterbangan diatas kita
Binatang-binatang yang membuat tanah kita menjadi kaya
Allah
melihat semuanya itun baik adanya..
J. Allah melihat semuanya itu baik adanya.
Dan adalah petang dan adalah
pagi...
P.
Seorang lelaki, seorang perempuan dijadikan dalam citra Allah
Dalam persekutuan yang penuh dengan ciptaan
Mengasihi, saling membagi satu dengan yang lain
Allah melihat semuanya itu sangat baik adanya....
SAAT
TEDUH
P. Tetapi
segera firdaus mereka hilang
ketika cinta dan perhatian menjadi penguasa,
Allah melihat kebaikan itu hilang.
J. Allah melihat kebaikan itu hilang
Dan tidak ada lagi petang dan
tidak ada pagi.
P.
Ciptaan Allah tergeletak di kaki kita,
Air menjadi coklat bahkan hitam, anak-anak
kita sekarat
Karena kelaparan dan bermacam-macam penyakit
Firdaus itu telah hilang,
Allah melihat kebaikan itu hilang.
J. Allah melihat kebaikan itu hilang
Dan tidak ada lagi petang dan
tidak ada pagi........
--------- bunga,
air, pohon, benih dan tanah ditutup dengan kain hitam ......
RESPONS KITA
Dalam kelompok kecil mendiskusikan respons kita sebagai
perempuan dan laki-laki berpendidikan teologi, sebagai anggota jemaat, tanggung
jawab kita bagi bumi yang sudah hilang kebaikannya. Padahal bumi diciptakan
Allah untuk kita perhatikan dan rawat. Alkitab berbicara tentang keutuhan
ciptaan dan panggilan kepada manusia untuk merawat Taman Eden (Kej.2:15). Bumi
kita sudah dalam keadaan kritis dan salah satu buktinya adalah perobahan cuaca
yang ekstrim yang menimbulkan bahaya bagi manusia, sudah alami menyebabkan
banyak binatang kehilangan tempat tinggalnya dan banyak penyakit merongrong
kehidupan manusia. Semakin banyak listrik yang dipakai, semakin banyak mobil
yang membutuhkan bensin, semakin banyak sampah yang diproduksi, semakin banyak
manusia di bumi, semakin panaslah bumi ini. Apakah respons kita menghadapi
semua ini?
SHARING
HASIL DISKUSI KELOMPOK
DOA
BERSAMA
Allah yang Maha Memperhatikan,
Kami sungguh-sungguh berterima kasih untuk pemberianMu
dalam ciptaan;
Untuk bumi ini, untuk kampung halaman kami, untuk
keindahannya dan sumber-sumbernya;
Kami berdoa untuk mereka yang bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan berhubungan dengan sumber-sumber alam agar dapat dipakai
secara bertanggungjawab utnuk kebaikan semuanya; kami berdoa untuk mereka yang
bekerja di darat, dilaut, di udara dan di perindusterian agar kami dapat
menikmati buah karya mereka dalam kekaguman akan karyaMu;
Kami berdoa untuk para artis, ilmuwan dan para pemikir
agar melalui karya mereka kami boleh melihat ciptaan itu nampak segar.
Tuhan, terima kasih untuk kehidupan yang Engkau berikan
kepada kami
Dan terima kasih karena dalam seminar ini ada waktu
memahami ulang dan menegaskan komitment kami terhadap ciptaanMu ...
Ya Tuhan Allah, anugerahkanlah kami kehidupan yang
baru...
Ya Kristus Penebus, baharuilah kami...
Ya Roh Kudus, kuatkan dan tuntunlah kami untuk melakukan
semuanya ini. Amin
MENYANYI BETAPA INDAH BUMI INI
Betapa indah bumi ini yang Kau jadikan,
Tuhanku
Terhambur-hamburlah disini sekalian
mujizatMu
Sejak ku turun atau naik ku lihat
tanganMu yang baik
Sejak ku turun atau naik ku lihat
tanganMu yang baik.
BERKAT
P. Karena kita
telah berkomitmen untuk terus memelihara bumi dan ciptaan Allah lainnya,
marilah kita mohon berkat Allah:
Kiranya Allah memberkati kita dengan hikmat untuk
memelihara bumi dan isinya...
Kiranya Allah Memberkati kita dengan kehidupan yang
baru....
Kiranya Ia yang mengetahui komitmen kita akan selalu
membaharui kita dan gereja...
Kiranya bumi ini menjadi tempat yang lebih baik untuk
didiami oleh semua ciptaan, oleh kita dan anak cucu kita saat ini serta mereka
yang akan hadir setelah kita. Amin
Sesi II
Materi “Rumah Kita Bersama” disampaikan Dr Ir Martina A.
Langi, M.Sc (Staf pengajar di P.S Kehutanan, Fakultas Pertanian UNSRAT Manado).
Adapun materi yang disampaikannya:
“ dalam tata surya kita ini, bumi adalah satu-satunya
planet yang dapat dihidupi oleh manusia serta semua mahkluk hidup yang kita
kenal dan ketahui. Dan di antara semua makhluk hidup ciptaan TUHAN di bumi ini,
manusialah yang diperlengkapi dengan komposisi yang tepat dari akal dan budi
untuk “mengelola dan memelihara” RUMAH kita bersama ini. Alam semesta yang
telah diciptakan “sungguh baik adanya” itu (Kej. 1:31). Mengapa manusia?
pasalnya, manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej. 1:27), berarti mewarisi
karakter keilahian-Nya, antara lain mau dan mampu untuk melakukan mandat itu.
Jika tidak, maka tak ada alasan memposisikan manusia di atas sesama ciptaan
lainnya, bukan? Menjaga keharmonisan hidup bersama sesama ciptaan TUHAN
lainnya, dengan demikian merupakan panggilan hakiki setiap insan di dunia ini,
siapapun dan apapun dia.
Ketika penciptaan manusia dilakukan setelah penciptaan
tatanan ala mini, di sana terkandung maksud yang vital di mana manusia tak
dapat hidup dan bertahan tanpa alam sekitar. Manusia memerlukan
sandang-papan-pangan yang adalah hasil dari produksi alam; manusia memerlukan
udara-air-tanah yang bermutu yang adalah hasil dari mekanisme (ekosistem) alam;
bahkan manusia memerlukan keteraturan alam dan keindahan alam yang adalah hasil
dari berbagai fungsi ekologis yang berjalan. Tanpa semua itu, kita bisa membayangkan
kehidupan yang semakin tak nyaman, tak aman dan mahal.
Kehidupan macam apakah yang akan kita wariskan kepada
anak cucu kita nanti? Padahal mereka pun berhak untuk menikmati kehidupan Taman
Eden yang “sungguh baik adanya.”
Orang bisa saja berdalil bahwa bukankah semua itu
diciptakan untuk dimanfaatkan? Kalau perlu dengan mempraktekkan upaya
penaklukan yang semena-mena, bukankah telah tertulis demikian? Inilah pokok
persoalannya, ketika manusia keliru menginterpretasikan sabda Allah, terlalu
sering lewat kacamata egosentrisnya, maka segala sesuatu ‘dijustufikasikan’
menurut kepentingan semu dan sesaat. Jika saja kita ma uterus belajar ‘dengan
otak dan hati’ maka kita akan melihat bahwa semua ilmu pengetahuan itu adalah
untuk membantu manusia ‘hidup baik’ dengan dirinya dan sesama (ciptaan) menuju
keharmonisan jangka panjang. Manusia adalah bagian dari ala mini, sekali-kali
bukan ‘boss’ yang eksklusif.
Jika selama ini pemanfaatan itu kita lakukan atas azas
human-centered, kini paradigm itu harus dipangkas menjadi eco-centered, artinya
kepentingan kita (manusia) adalah bagian dari kepentingan bersama. Membinasakan
alam sekitar pada gilirannya akan membinasakan kita juga.
Kini seolah berkembang konflik yang keliru contohnya
orang merasa ‘berdosa’ menggunakan bahan berkayu karena takut dicap merusak
hutan. Di sinilah akal itu bekerja, jika kayu memang dibutuhkan, maka
budidayakanlah itu. Tanam dan pelihara di kawasan budidaya (produksi) untuk
kelak dimanfaatkan sebagaimana pula dengan produk sandang-papan-pangan lainnya.
Di setiap wilayah, tata ruang harus ditetakan antara
kawasan produksi, kawasan pengembangan dan kawasan lindung di mana ekosistem
alami (sebagai mesin alam) sangat penting dipertahankan. Dengan pengaturan yang
erdas dan tegas maka kita akan dijauhkan dari berbagai konflik kepentingan.
Sedini mungkin, marilah kita terus menghargai alam
sekitar kita, ingat bahwa semua itu ada dalam pengaturan invisible hand yang terus menopang kehidupan di muka bumi ini.
keberadaan kita diwarnai oleh keberadaan mereka, karena secara kosmik segala
sesuatu tercipta dengan tujuan dan peran masing-masing.
Hal esensi yang perlu dilakukan manusia adalah menemukan
bentuk-bentuk pengelolaan yang cerdas dan menyeluruh. Di mulai dari diri
sendiri, di mulai dari hal-hal keseharian. Pada tataran atas, harus ada
kebijakan serta keputusan yang membumi (realistik-komprehensif) serta kena
sasaran; dan pada tataran pelaksana, harus ada motivasi yang benar dalam
melaksanakan segala sesuatu. Motivasi yang lahir dari wawasan pribadi yang
memadai dan terus diperbaharui. Dalam jalur ini, maka setiap action akan
dilakukan dengan sadar dan mandiri, tanpa perlu di dorong-dorong oleh pihak
lain. “saya melakukan sesuatu karena saya tahu, paham dan mampu..” sebuah citra
ilahi yang kita sandang sepanjang hayat.
Pada akhirnya, pemeliharaan RUMAH ini dapat menjadi
tantangan iman yang percaya. Teologi yang membumi tidak lagi memisahkan dogma
dari seluruh aspek kehidupan yang ada, hidup kita adalah ‘khotbah’ kita,
demikian pula sebaliknya. Teologi selayaknya berada di atas semua –logi-
lainnya. Implikasinya, seseorang yang bergerak di ranah ini sudah sepatutnya
memperlengkapi diri dengan berbagai pengetahuan (dan teknologi) lainnya. Dengan
demikian, hikmat yang keluarg dari mulutnya akan mengandung makna kekinian,
makna kehidupan nyata, di samping makna pragmatis dan tekstual yang hakiki.
Ekologi sendiri adalah salah satu cabang ilu alam yang
mendalami dinamika alam serta hubungannya dengan manusia. lewat ekologi,
manusia belajar bahwa ala mini memiliki ‘aturan main’ yang tak dapat dilanggar.
Jika dikatakan bahwa segala sesuatu yang dijadikanna ternyata membawa fungsi
masing-masing, maka tak ada yang kebetulan atau sia-sia; dan berbagai fungsi
itu secara keseluruhan membuat Bumi ini ‘layak huni’ oleh seluruh makhluk
citaan secara berdampingan dalam relung hidup masing-masing. Ada fungsi
produksi, ada fungsi konsumsi, dan fungsi dekomposisi yang semuanya terjadi
secara siklik, siklus kehidupan.
Lewat ekologi, kita belajar bahwa segala sesuatu di ala
mini terhubung secara langsung atau tidak langsung. Mempertahankan sebanyak
mungkin ragam kehidupan berarti mempertahankan kekayaan fungsi ekologis yang
pada gilirannya akan memberikan jasa ekologis yang tak ternilai, jasa-jasa yang
selama ini semakin menipis di alam akibat salah kebijakan, salah pengelolahan
dan banyak kekeliruan lainnya yang dapat dan harus kita perbaiki.
Itulah materi (sesuai makalah) yang dibawahkan Dr Ir
Martina Langi M.Sc, Diakhir powerpoint-nya memakai refleksi teologis. Waah,
seorang penatua dan anak Alm, Pdt Langi (Dosen Fak. Teologi, UKIT) yang bisa
membaca situasi workshop ini. Salut!
Sesi ini membuka ruang dialog dan Tanya-jawab. Merangsang
daya nalar dan hati para pendeta perempuan dan laki-laki. “Bagaimana ibadah
bukan hanya sorga telinga, romantika semu melainkan ibadah harus dilaksanakan
dalam kerja setiap hari, mulai dari kegiatan kecil setiap hari yang penuh makna
bagi alam,” cetusnya.
Setelah sesi ini berakhir, kami membuat kenangan selama
dua hari itu sebagai pembawa materi, panitia dan peserta dalam foto bersama
untuk dokumentasi PERUATI Minahasa.
Makan Siang (pukul 13:00-14:00)
Ini menjadi makan siang terakhir di jemaat GMIM Petra
Sario Tumpaan Manado. Menu khas Minahasa disajikan untuk kami makan bersama. Di
belakang gedung gereja ini, sosok Ibu Pdt Evie Rawung S.Th selaku Sekretaris
BPD PERUATI Minahasa memberikan ucapan terima kasih sambil berkata “terima kasih banyak buat jemaat dan
pelayan khusus yang telah bersedia selama dua hari, tanggal 17-18 April 2012,
menjadi nyonya dan tuan rumah yang baik di workshop ekoteologi ini. Jemaat,
PELSUS dan Para pendeta telah mempersiapkan tempat bahkan menjamu kami dengan
makanan dan minuman. Sekali lagi, terima kasih banyak, Tuhan Yesus memberkati
kita sekalian.”
Sebelum saya meninggalkan gedung gereja ini, selayang
mata memandang terlihat sampah bertebaran di mana-mana. Dari tempat duduk, di
bawah kursi maupun di sudut ruangan ini penuh dengan tissue, sampah gelas
plastik sampai pada sampah kue. sejenak saya berpikir “waah teori, pengalaman
dari para narasumber sangat baik untuk diteladani tetapi apakah peserta ini
sudah sadar lingkungan dengan membuang sampah di tempatnya (?). hmmm, meskipun
ada kostor gereja tetapi apakah tidak bisa dibuang sendiri ke tempat sampah? Mari jo torang mencintai torang pe
lingkungan melalui hal kecil. Bagemana itu? Mari jo buang sampah pa depe tampa
deng kesadaran sandiri. Praktis, bukan?
Perjalanan Menuju Kali, Pineleng
Selama setengah jam kami menempuh perjalanan dari Manado
ke desa Patar-Kali Pineleng. Panitia menyiapkan satu bus. Kemudian diikuti
mobil pribadi para pendeta.
Sesi III
Tibalah kami ditujuan di GMIM Solafide Patar-Kali,
Pineleng. Pembagian kelompok dipimpin oleh Pdt Dr. Karel Phil Erari. Kemudian,
kami membentuk kelompok sesuai dengan wilayah PERUATI yakni kelompok PERUATI
Bolmong, PERUATI Sangier, PERUATI Talaud, PERUATI Papua dan PERUATI Minahasa.
Adapun yang akan dibahas
dalam kelompok yakni Rencana Tindak Lanjut (RTL) tentang situs ekologik
(ecological site) “Green Village” disetiap wilayah PERUATI berdasarkan kearifan
lokal setempat. Selama lima belas menit, kami berdiskusi sesuai kelompok.
Setelah itu dilanjutkan dengan paparan Pdt Dr Karel Phil Erari. Dalam paparannya
ini ada langkah awal bermakna bagi sumbangsi gereja, yakni: pertama, di dalama gedung gereja
pakailah bunga hidup bukan bunga plastik. Kedua,
diseputaran gedung gereja tanamlah bunga, pohon dan tumbuhan ‘apotek hidup’. Ketiga, kurangi penggunaan kursi plastik
dalam gedung gereja. Dan oleh karena itu, pakailah rotan atau kayu produk lokal
sebagai tempat duduk.
Sebelum kita masuk dalam
pemaparan RTL hasil kelompok, maka diberi kesempatan kepada Pdt Petra untuk
membagi pengalaman dan sosialisasi bibit bagi para peserta, jemaat dan Pelsus
GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng.
Pdt Petra (Bidang SDM
Sinode GMIM) membawa bibit sengon dan bibit malina. Dibagi-bagikan kepada kita
sekalian. Pembagian ini agar supaya mendorong kami untuk lebih giat menanam dan
betapa pentingnya pohon bagi kehidupan makhluk hidup. Kemudian, Pdt Petra
memberikan penjelasan bagaimana cara
menanam bibit ini sampai bertumbuh dan menghasilkan nilai ekonomi teologi.
Setelah kami mendengar
penjelasan di atas, tibalah kami untuk mempresentasikan hasil RTL kelompok.
Yang mendapat giliran
pertama, yakni PERUATI Bolmong. Yang
menjadi sasaran yakni pastori, gedung gereja dan halamannya, serta rumah
anggota jemaat. Di mana diserukan untuk penanaman tumbuh-tumbuhan hidup (apotek
hidup); penghematan listrik dengan mengarahkan pada tenaga surya; pengaturan
sampah atau pemilihan sampah organic dan non organic untuk menjadi pupuk. Dalam
rencana ini kami memasukkan lomba hias rumah anggota jemaat. Terakhir,
bagaimana kita menjalani relasi yang baik dengan sesama (ciptaan lainnya).
PERUATI Sangier dan PERUATI Talaud mendapat kesempatan yang kedua. Hasil kesepakatan
RTL kedua wilayah PERUATI ini disampaikan kakak Pdt Adel Marasu, S.Th., M.Si.
Sekilas saya mencatatnya, yakni: workshop ekoteologi akan dilaksanakan di
Tagulandang, Sangier dan di Melongguwane, Talaud sekitar bulan Juli-Agustus
2012; Sebulan sekali dibuat tata ibadah
minggu bernuansa ekoteologi. Merubah paradigma dekorasi plastik di dalam gedung
gereja; Mengurangi penggunaan air kemasan botol plastik. Penggunaan air kemasan
botol plastik seringkali disebut sebagai lifestyle.
Akhirnya gereja salah kaprah akan paradigma semacam ini; Gedung gereja
Minahasa, Sangier dan Talaud kehilangan identitas budayanya; Menjaga mata air
sebagai sumber air minum, mengingat air minum yang dijual di daerah kami sangat
mahal harganya dibandingkan di jual di daerah Manado.
Saya (Pdt Adel Marasu,
S.Th., M.Si) sedikit berbagi pengalaman yakni ketika naik kapal laut dari
pelabuhan Manado, di mana sebelum berangkat dari pelabuhan dan sesudah sampai
di tujuan pelabuhan kami dihentar dengan doa yang dipimpin oleh pendeta. Saya
pun salut akan iman Kristen penumpang dalam kapal ini. Tetapi di sisi lain saya
sedih. Kenapa? Selesai berdoa, penumpang membuang sampah makanan, minuman di
pantai, di laut. Di satu sisi iman Kristen sangat kuat. Di sisi lain, kepekaan
akan lingkungan alam sangat lemah. Ironis, bukan?
Kesempatan ketiga
diberikan kepada PERUATI Papua.
Lokusnya di STT Jayapura. Waah, pembaca saya minta maaf karena saya tidak
sempat mencatat RTL mereka. Kalau pembaca mau cari tahu lebih mendalam hubungi
panitia saja yaah, kakak Angie Wuysang, S.Th., MA. Namun ada pernyataan menarik
dari kakak pendeta sampaikan “Kalau mau berkunjung di Papua jangan hanya sampai
di sorong, harus lanjut ke daerah Raja Empat., aaah keren, bukan?.” Jika
dipikir-pikir, kapan yaa saya bisa ke Raja Empat.., hehehehe
Sebagai nyonya dan
tuan rumah, PERUATI Minahasa mendapat
kesempatan terakhir untuk melaporkan RTL. Rencana yang kami susun yakni
bekerjasama dengan Jemaat GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng sebagai green
village. Untuk hasil lebih lanjut, saya tidak menulis dalam catatan ini. sekali
lagi maaf yaah pembaca. Kalau mau mencari tahu lebih lanjut bisa hubungi
panitia. Terima kasih untuk pengertiannya.
Coffee-break (Pukul 17:00)
Kami dilayani jemaat dan pelsus jemaat GMIM Solafide
Patar Kali, Pineleng dengan minuman dan makanan khas Minahasa. Makin sejuk
udara di tempat ini, makin terdengar suara jangkrik (rie-rie) di sekitar gedung
gereja ini. Bisa diimajinasikan betapa sari dan asri-nya nuansa alam saat itu.
Sesi IV
Ini menjadi sesi terakhir di mana ibadah penutupan
sekaligus pencanangan ‘green village’. Pencanangan resmi dibuka oleh Pdt Dr
Karel Phil Erari. Tak ketinggalan foto bersama sebagai dokumentasi.
Marilah kita mengikuti ibadah penutupan:
Liturgi Penutupan
Workshop Peruati
Disusun
dan akan dibawakan oleh Pdt. DR. Karel Phil Erari
Respons
Gereja atas Perubahan Iklim Dunia
Persiapan
Ibadah :
Majelis Jemaat , unsur Perempuan : Datanglah kepada kami
dalam Terang (sambil menyalakan lilin dan meletakan di altar
Majelis Jemaat, unsur Kaum Bapak: Sampaikanlah kepada kami
KebenaranMu (Sambil meletakkan Alkitab di Altar.
Seorang Pemuda : Tinggalah dengan kami dalam Kasih (
Sambil meletakkan Salib di Altar).
Berdiri.
Pelayan Jemaat :
Ya Tuhan, Tuhan kami, Betapa mulianya namaMu di seluruh Bumi. KeAgunganMu yang mengatasi langit dinyanyikan.
Semua
: Pujilah Tuhan, hai segenap
CiptaanNya.
PJ : Bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan, Dialah Tuhan atas seluruh
Ciptaan.
Semua : Pujilah Dia, hai matahari, dan bulan, pujilah
Dia hai segala bintang terang!
P & J : Baiklah semuanya memuji Nama Tuhan, sebab
Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta.
Nyanyian jemaat :
KJ 3: 1-3
KAMI
PUJI DENGAN RIANG
Kami
puji dengan riang, Dikau Allah yang besar
Bagai
bunga t’rima siang, hati kami pun mekar
Kabut
dosa dan derita, kebimbangan t’lah lenyap
Sumber
suka yang abadi, b’ri sinarMu menyerap
Kau
memb’ri, Kau mengampuni, Kau limpahkan rahmatMu
Sumber
air hidup ria, lautan kasih dan restu
Yang
mau hidup dalam kasih Kau jadikan milikMu
Agar
kami menyayangi, meneladan kasihMu
Semuanya
yang Kau cipta memantulkan sinarMu
Para
malak, tata surya, naikkan puji bagiMu
Padang,
hutan dan samud’ra, bukit, gunung dan lembah,
Margasatwa
bergembira ‘ngajak kami pun serta
Duduk.
Orator 1 : Tuhan,
diakhir Loka karya PERUATI, kami
berkumpul bersama jemaat Solafide Patar Kali, kami bersyukur, bahwa kami dan
semua species dalam Alam ini, adalah sesama ciptaanMu, masing masing dengan
keagungannya.
Orator 2 : Engkau yang menciptakan Pohon, tanaman,
sungai, danau dan lautan. Kami telah menemarkan citaanMu, sehingga alam Panas,
lalu Iklim berubah dan seluruh alam ciptaanMu sakit dan merana.
Semua : Ya
Tuhan, ampunilah kami dan kasihanilah kami.
Nyanyian Para Pendeta Perempuan :
Orator 3: Tuhan,
Engkau yang menciptakan Laut, Terumbu Karang, Sungai dan Danau, semuanya Indah
dan bersih. Kami telah mengeruk dan merusak alam ini, dan mengguna-kannya untuk
kepentingan kami sendiri. Kami tidak menghormati dan mengasihi Alam ini,
sebagai sesama species ciptaanMu.
Semua: Ya
Tuhan, ampunilah kami dan kasihanilah kami.
Akta
dan komitmen Peserta Loka karya serta wakil wakil Jemaat menghantar berbagai
Species Ciptaan ke depan Altar dan berkomunikasi sambil berjanji dan
berkomitmen.
Refeksi : Ada yang membawa batu, daun gedi, buah
pisang, ayam, air, lilin, dan sebagainya.
Nyanyian bersama : KasihNya seperti Sungai.
Doa Syafaat bersama seluruh alam Ciptaan :
Pelayan Jemaat : Biarlah kegelapan malam meliputi kita.
Biarlah terang dan kehangatan bersama kita, biarlah suara burung burung dan
jangrik memuji Nama Sang Pencipta.
Semua :
Biarlah Ya Tuhan, kami menjaga jemaat dan desa ini sebagai tempat kehadiranMu.
Tolong kami agar semua Pohon dan Tanaman disini, memberikan Oxigen bagi Umatmu
disni dan dimana saja.
Pelayan Jemaat:
Biarlah semua burung dan margasatwa serta hewan di desa ini kami
pelihara dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab.
Semua : Biarlah Sungai sungai yang mengalir disekitar
desa kami ini dipelihara agar terus mengalir, sesuai haknya sebagai Sungai
CiptaanMu.
Pelayan Jemaat :
Biarlah semua peserta Loka Karya menjadi instumen bagi gerakan
penyelamatan Alam ini di jemaat dan di
tempatnya masing masing.
Semua : Biarlah Jemaat Kali ini menjadi tempat dimana
manusia dan semua CiptaanMu saling menghormati dan mengasihi, agar tercipta
Keadilan Iklim dan Perdamaian antar manusia.
Nyanyian bersama : KJ 415 : 1-3
Gembala
Baik Bersuling Nan Merdu
Gembala
baik, bersuling nan merdu,
membimbing
aku pada air tenang
Dan
membaringkan aku berteduh
di
padang rumput hijau berkenan
Ref. O,
Gembalaku itu Tuhanku
Membuat aku tentram hening
Mengalir dalam sungai kasihku
Kuasa damai cerlang bening
Kepada
domba haus dan lesu
Gembala
baik memb’rikan air segar
Ke
dalam hati haus dan sendu
dib’riNya
air hidup yang benar (Ref.)
Di jalan maut kelam sekalipun
‘ku tidak takut pada seteru
Sebab Gembala adalah Teman
dan Jurus’lamat bagi diriku
Berkat : (Berdiri)
Pelayan Firman : Kini kami tahu, bumi bukan milik kami.
Semua :
Kami milik Bumi.
PF :
Kini kami tahu, Manusia dan semua species ciptaanMU merupakan satu mata
rantai Ciptaan yang berhak atas Hidup
ini.
Berkatilah kami Ya Tuhan Pencipta. Dan
hadirlah senantiasa kemanapun kami berjalan dan dimanapun kami berada.
Nyanyian Pengucapan Syukur : NKB
133 : 1-3
Syukur
Pada-Mu Ya Allah
Syukur
padaMu ya Allah atas segala rahmatMu
Syukur
atas kecukupan dari kasihMu penuh
Syukur
atas pekerjaan walau tubuh pun lemban
Syukur
atas kasih sayang dari sanak dan teman
Syukur
atas bunga mawar harum indah tak terp’ri
Syukur
atas awan hitam dan mentari berseri
Syukur atas suka duka yang Kau b’ri tiap saat
Dan
FirmanMu-lah pelita agar kami tak sesat
Syukur
atas keluarga penuh kasih dan mesra
Syukur atas perhimpunan yang memb’ri
sejahtera
Syukur atas kekuatan kala duka dan
kesah
Syukur atas pengharapan kini dan
selamanya
Setelah ibadah penutupan ini, “marilah kita ke tempat
duduk masing-masing dan melihat pertunjukkan tarian Maengket oleh Kaum Ibu
Jemaat GMIM Solafide Patar Kali Pineleng,” cetus Pdt Marlyn Wongkar sebagai MC
acara.
Tarian maengket merupakan tarian khas identitas Tou
Minahasa. Semua penari dilakoni kaum ibu, kecuali pemukul tambor. Dua tambor
ini dibawakan dua bapak yang penuh semangat kala membawakan pujian Makamberu.
Menurut saya, Mitra ( sebagai perempuan dan laki-laki) membentuk ke-kompak-kan dengan
berkobar semangat jiwa Tou Minahasa Kristen melalui gerak tari tubuh, ucapan
pujian yang penuh makna nilai teologisnya, tarian Maengket tentunya !!!!
Kami lanjut dengan ucapan terima kasih dari nyonya rumah,
ketua BPMJ Jemaat Solafide Patar Kali, Pineleng. Lalu, ditutup dengan doa
penutup sekaligus doa makan malam.
Akhirnya, waktulah yang memisahkan kami. Setelah selesai
makan malam bersama, kami pun pamitan kepada sesama peserta, pembicara materi,
panitia dan jemaat setempat.
Terima kasih untuk PERUATI dan PGI yang telah
menyelenggarakan workshop ekoteologi dengan memberi warna sari demi pencerahan doing theology. Biarlah rajutan saya ini
memberi manfaat bagi pembaca sekalian yang tidak sempat hadir dalam workshop
ini. Meskipun saya menyadari masih banyak kesalahan, mungkin ada kegiatan atau
kisah yang terlewatkan di dalam tulisan ini yang tidak sempat dituliskan, salah
penulisan nama atau gelar dan ataupun menyinggung hati orang lain atau pihak
yang merasa dirugikan. Maka, dengan kerendahan hati dan akal, saya mohon maaf
sebesar-besarnya.
Tulisan ini dirajut guna
pengalaman saya hadir sebagai gereja dan peserta dalam workshop ekoteologi.
Menurutku, “daripada pengalaman terlewatkan di makan zaman, lebih baik ditulis
menjadi keabadian zaman.”
TUHAN Memberkati Kita Sekalian
Salam Basodara
Manado, 23 April 2012
Pukul 20:24
Nency A Heydemans Maramis