Restoran dengan pengunjung terbanyak
terdapat di daerah Manado. Huui, yang
benar aja? Begini, orang Manado selain kuat bekerja, ia juga doyan atau kuat makan.
Lihat saja makanan di pelbagai restoran sepanjang jalur Boulevard, dari masakan
tradisional Minahasa sampai ala produk Amerika dilahapnya. Lahapan lebih lezat
lagi jika disodorkan saus (dabu-dabu
atau cabe) ekstra pedis. Hmmm, makin
memar bibir orang Manado ini.
Belum lagi fasilitas di hampir
setiap restoran menyiapkan layanan free wifi,
sofa empuk, cahaya remang-remang, udara sejuk (ber-AC), seakan memanjakan para
pengunjung dengan lifestyle modern.
Restoran menjadi incaran banyak
pengusaha. Mengapa? Karena keuntungan pendapatan sangat tinggi “berluncur” ke kantung
pribadi sang pengusaha. Belum lagi, ada jam-jam khusus bonus makanan atau
potongan diskon ditawarkan bagi para pengunjung kuliner yang setia.
Setiap hari, apakah di waktu pagi
dan atau malam orang bercerita sambil makan, duduk santai sambil minum, ngumpul
bareng teman/saudara, meeting
sekaligus arisan dan makan-minum, waah
segala kegiatan bisa ditemui di tempat ini. Makin hari, semakin ramai restoran
jargon para pengusaha, investor itu.
Saya jadi penasaran, eemmm Bagaimana rasa makanannya?
tergantung leher (gergantang) tiap
orang. Sebenarnya, restoran Manado terkenal dengan menu khas rempah-rempahnya
yang ma-nyus dengan porsi jumbo.
Sesuai porsi, harga-pun ikut jumbo. Fakta dilapangan membuktikan, tidak ada
restoran yang tidak ada pengunjung. Alias, setiap hari ramai dikunjungi
pengunjung kuliner.
Lalu, mutunya? Ini dia sobat,
makanan instan seringkali membuat tubuh kita rentan terhadap pelbagai penyakin.
Kok bisa? Lah pengawet makanan (formalin), bahan kimia ‘menari-nari’ di atas
piring unik makanan itu. Ngeri, bukan?
Bukan hanya itu, doyan kuliner
membuat kebanyakan masyarakat Manado terkena penyakit modern atau lebih gaul
disebut penyakit orang ‘kaya’. Seperti diabetes, darah tinggi, kolestrol dan kanker.
Penyakit orang kaya? Emangnya, semua
orang Manado kaya? Maksud kaya disini yakni, gaya konsumsinya yang serba waaa (baca: mewah). Meskipun hidup
cukup, rumah sederhana, tapi gaya dan konsumsinya seperti orang kaya. Meskipun
naik mikrolet (angkot) ke restoran tapi style dan pesanan menunya seperti orang
kaya. Biar makan sekali di rumah, maar
nyanda mo ba sombong ada BB dan tablet Samsung.
Ternyata kekenyangan membuat orang
menderita. Dalam kitab Ratapan 3:15 tertulis “Ia mengenyangkan aku dengan
kepahitan dan memberi aku minum ipuh.” Kepahitan terjadi karena puteri Sion
telah berpaling dari pada-Nya sehingga TUHAN murka. Dan oleh karena itu,
kepahitan timbul di atas penderitaan yang mereka alami. Mereka makan, ah
rasanya pahit. Mereka minum, ah mengandung racun yang berbahaya bagi tubuh. Itulah
penderitaan sebagian orang yang tidak lagi memandang berkat TUHAN bagi
tubuhnya, melainkan memandang makanan sebagai perut yang harus di isi, di isi
dan di isi sampai sesak bernafas. Hematnya, kebanyakan makan bukan lagi menjadi
berkat bagi tubuh, melainkan menjadi sarang penyakit dalam tubuh.
Doyan kuliner, bisa saja asalkan
punya rem (baca: pembatasan) makanan. Bisa, sebulan sekali; bisa juga refreshing
bersama keluarga/teman; dan bisa-bisa kantong bocor jika setiap harinya nongol
di restoran., hehehehe
Dan oleh karena itu, sulit merubah kebiasaan
“klo ada tada, kong kalo nyanda haga”
artinya kalau tersedia makanan maka makan, kemudian kalau tidak ada makanan
ikut mata. Tergantung sih. Nah ini
dia tergantungnya, di mana? Tergantung di kantung (popoji), atau gratisnya, porsi jumbo, kelezatan dan pedes tentunya.
Tunggu dulu, apakah anda merasa
lapar setelah membaca tulisan ini? apakah tidak berminat ke restoran? Lalu,
kira-kira menu apa yang akan anda pesan?
Hhmmm., mimpi kali yeee, ini sudah tengah malam. Restorannya telah
tutup!
Kan ada hari esok?
Iya sih, tapi maaf ya.., saya tidak
tertarik.
Kok bisa (?) emangnya lagi epes? Atau lagi sariawan?
Bukan begitu, saya lagi ngumpul duit, siapa tahu dikit-dikit jadi bukit !?!?!?
Hahaha.,
kamu kala satu point.
Dengan perlahan-lahan namun serius
ia melanjutkan point tersebut “Begini Nency, lihatlah bukit di sana telah saya
beli. Kemudian bekerjasama dengan investor untuk diratakan menjadi dataran
rendah. Rencananya sih akan di buat restoran terbesar di SULUT,” cetus orang yang
terkenan siraman “kopi” ini.
Kayaknya miscommunication. Maksud
saya, ngumpul duit dikit-dikit akan menjadi bukit (baca: banyak). Kok
pembicaraannya jadi ngaur. Loh kok bukit di ratakan demi membangun
restoran !?!?!?!?
Manado, 29 Mei 2012
02:10
Nency A Heydemans Maramis