Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Selasa, 04 September 2012

Bagian IV: Menjadi Istri dan Ibu dari Bangsa-bangsa

            Di pintu gerbang Betlehem terjadi transaksi penebusan namun saya tidak hadir di situ. Boas mewakili keluarga saya Elimelekh menggelar transaksi penebusan dalam persidangan masyarakat agraris kuno. Sebagai seorang perempuan saya dan Naomi tidak hadir di situ dan sepantasnya kami tidak hadir karena saya dan Naomi menjadi objek hangat yang dibicarakan dalam persidangan itu.

            Dalam persidangan itu diikuti Boas, penebus yang tak bernama dan sepuluh tua-tua kota yang mewakili semua kepala keluarga dan pemilik tanah keluarga. Lalu apa yang menjadi pokok persoalanan persidangan kala itu? Siapakah yang akan menebus, lalu siapa yang akan ditebus? Pokok persoalannya: menolong dua janda miskin (saya dan ibu mertua) terkait ladang Elimelekh. Proses penebusan itu berjalan secara rumit dan berbelit-belit. Rumitnya, di mana? Boas mengatakan bahwa Naomi mau menjual ladang Elimelek. Namun sebenarnya ibu mertuaku (Naomi) tidak pernah merencanakan menjual ladangnya. Proses transaksi itu semata-mata strategi dan inisiatif Boas menggunakan kekuasaannya, kekayaannya agar supaya ibu mertuaku akan setuju.

            Bagaimana Boas menggunakan strategi berikutnya? Strategi kedua, Boas menggunakan hak tebus. Mula-mula penebus mau membeli ladang sang mertua, namun Boas menambahkan kewajiban untuk menikahi saya dan anak yang lahir menjadi ahli waris ladang Elimelekh. Akan tetapi penebus itu menolak tuntutan Boas. Ia menolak karena saya adalah perempuan asing yang akan mewariskan keturunan campur, sehingga hak warisan tidak sepenuhnya dipelihara dan dikelola dengan baik. Masalah inilah yang sang penebus takuti dikemudian hari. Penolakan sang penebus akan hak tebus menjadi kesempatan Boas memiliki hak tanah mertua Elimelekh bersama saya.

            Saya berpikir agak aneh, awalnya saya mendengar penebusan ladang Elimelekh, lalu dikaitkan dengan ingin meminang atau menikahi saya. Memang skenario Boas yang ingin memiliki kepemilikan tanah mertua bersama diri saya seutuhnya.

            Dari pembicaraan itu, mau tak mau saya menerima lamaran Boas. Ia menjadi milik saya. Sebaliknya saya dan kepemilikan tanah Elimelekh adalah tanggungjawab dan milik Boas. Tindakan berani Boas, akhirnya saya terima dengan penuh cinta kasih.

            Ya, sepuluh tahun saya menikah dengan Mahlon tetapi tidak membuahkan anak. Pernikahan kedua saya memasuki dua bulan bersama Boas, dikarunia benih dari TUHAN. Pernikahan bersama Boas menjadikan saya IBU dari segala keturunan; IBU dari bangsa-bangsa. Dari pernikahan ini, lahirlah Obed yang kemudian dijanjikan TUHAN menjadi pembawa selamat bagi bangsa-bangsa.

            Anakku Obed menjadi ahli waris keluarga Elimelek. Sistem patriakhi sangat menguntungkan bagi anakku tersayang. Obed menjadi cucu laki-laki yang disayangi Omanya, Naomi. Menurut Targum, Obed artinya dia yang melayani. Saya bersyukur kepada TUHAN bahwa dari dalam rahim saya, lahirlah Obed, lalu Isai, kemudian Daud; ceceku Daud disebut sebagai pahlawan nasional dan raja Israel yang populer itu.

            Dari rasa bangga, saya juga menyimpan rasa iri hati. Mengapa demikian? Sebab silsilah saya tidak ditulis. Hanya berdasarkan keturunan laki-laki maka segala sesuatu diperhitungkan!. Sedih, perih hati ini. Meskipun dimata manusia (baca: laki-laki), saya tidak masuk hitungan namun dimata TUHAN saya dipilih oleh-Nya.

            Saya percaya, cinta kasih TUHAN itu universal. TUHAN panggil saya sebagai saksi perempuan asing yang masuk di tanah Betlehem. TUHAN memberkati saya sebagai istri dari orang yang kaya raya Elimelekh, istri Boas. TUHAN memilih rahim saya sebagai penerus karya penyelamatan-Nya. TUHAN menetapkan saya sebagai IBU dari bangsa-bangsa yang percaya dan, yang melakukan kehendak-Nya. Siapapun dia, apapun jenis kelaminnya, tidak memandang suku, bahkan pembagian kelas-pun dibebaskan oleh-Nya.



Manado, 26 Agustus 2012
23:55
Nency Heydemans Maramis

Tidak ada komentar: