Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 17 Maret 2014

Papa Menanam, Mama Menyiram, Tetapi TUHAN yang Memberi Pertumbuhan

   Langit cerah di pagi ini, matahari bersinar, burung luri berkicau, ayam dan bebek ikut bernyanyi menandakan pagi telah tiba. Tak seperti hari biasanya, pagi ini bangun lebih awal, sebelum memulaikan aktivitas, aku mengikuti ibadah syukur hari kebahagiaan mama dan papa ke-35 tahun. Ibadah ini dipimpin Pdt Ferdinan Tumbol, S.Th melalui Pembacaan Alkitab Mazmur 112. “orang benar dan takut akan TUHAN akan diberkati. Berkat bukan hanya bagi orang Israel namun berlaku juga bagi Keluarga besar Heydemans-Maramis. Diberkati dengan hadirnya anak-anak, anak mantu dan cucu-cucu, kesehatan, materi, dan pekerjaan.” Garis besar Bpk Pdt Didi yang sedikit saya tangkap. Ibadah ini dihadiri para pelayan GMIM Jemaat Bukit Karmel Batukota khususnya kolom 9.
          Selesai ibadah syukur ini, aku dan ‘mantan pacar (baca: suami)” harus berangkat kerja ke Tomohon. Adapun refleksi iman sang anak di tengah-tengah Keluarga besar Heydemans-Maramis.
            Dengarkanlah sang Khalik;
            Lihatlah aku mulai ada kehidupan,
            Aku benih kecil tak bernilai di tanam papa,
            Keuletan mama menyiram hidupku.
            Lalu, aku mulai bertumbuh dalam iman Kristen.
                        Perlahan-lahan mulai mengeluarkan batang, kemudian daun.
                        Aku berpijak di atas tanah yang subur dan berlimpah air.
                        Pertumbuhanku tidaklah mudah.
            Banyak ‘angin genit’ yang mau merampas hidupku.
            Belum lagi serangga yang mau membabat habis karya di tubuh.
            Serangga bertopeng dengan hiasan dan penampilan palsu.
            Tarian serangga mencabik-cabik apa yang selama ini aku rajut.
            Untung saja, papa menanam iman Kristen yang kuat.
Aku kenal benar, papa itu.
Ia seorang yang prinsip, tegas, jujur dan beribawa
Serta suka berkhotbah meskipun dia bukanlah pendeta.
Tak heran, meskipun sudah pensiun namun masih di pakai TUHAN. 
Puluhan tahun ditekuninya, ya pekerjaan di jalan raya,.
          Kalau ada orang bertanya kepadanya, “dimanakah bapak bekerja sesudah pensiun?” tak segan-segan papa menjawab “masih kerja seperti dahulu, sapu-sapu jalan yang kotor.” Nah, kalau sudah begitu, mau bilang gimana? Hehehehee.
            Khotbahnya bukan hanya kata-kata, melainkan dari perbuatan hidupnya.
            Anak-anak dan cucu-cucu pun segan kepadannya.
            Kalau berbicara mengenai “jalan”, mengenai “UKIT”, “pengalaman hidup”, maka
            Panjang-lebar, tinggi-pendek akan diuraikannya dengan kebenaran dan prinsip.
            Yang pasti, berdasarkan takut akan TUHAN dan tidak ada kompromi di jalan sesat.
Kalau situasi sudah dibakar api,
Mama mulai memberi kesejukan.
Ia akan menyiram dengan kasih sayang.
Suaranya di dengar dedaunan yang bergoyang.
Matanya memancarkan empati.
            Ssssssst, sejenak ku termenung.
            Aaah, aku mau hidup dan tumbuh di dalam-Nya.
            Menghasilkan buah-buah yang baik
            Sesuai ajaran penanam dan penyiram.
            Meneladani hidup berumah tangganya.


Selamat Hari jadi ke-35 tahun,  mama dan papa.
Pakatuan wo pakalowiren. 

Salam sayang, Anakmu.
Tomohon, 3 Maret 2014
Pukul: 12: 44

Tidak ada komentar: