Saya Yudas, salah satu murid Yesus, anak Simon orang Kariot.
Ibu saya memberikan nama Yudas, yang berasal dari bahasa Ibrani “yuda”, yang artinya terpujilah Tuhan. Dengan harapan, suatu saat saya bisa dan selalu
memuji TUHAN dalam segala waktu. Beginilah waktu, seiring proses perjalanan
hidup, maka saya bertemu dengan nama-Nya, Yesus Kristus. Saya mengambil
keputusan untuk mengikuti jejak-Nya. Maka tibalah Ia memilih. Dari kesebelas
murid Yesus, saya dipanggil, dipilih menjadi murid-Nya yang keduabelas.
Meskipun saya menyadari bahwa murid-murid Yesus juga tak terbatas dari jumlahnya,
apakah para perempuan dan atau laki-laki. Memang benar nama saya disebut paling terakhir, akan tetapi
orang terakhir inilah yang sangat mempengaruhi kehidupan Yesus. Mengingat,
Injil di atas Segala Injil menyebut saya, sang penghianat (Mat.10:4).
Selama
perjalanan penginjilan bersama Rabi, saya mendapat amanat untuk memegang
jabatan sebagai bendahara (Yoh. 13:29). Sebenarnya, saya tidak mencalonkan diri
menjadi orang kepercayaan-Nya. Bakat menghitung apalagi urusan uang, saya
jagonya. Bisa dikata, saya murid terpandai dari yang lainnya. Kepandaian
mengatur uang, melihat harga dagang pasar, membangun jejaring sampai dengan
urusan belanja tiap hari diberikan tanggungjawab sepenuhnya. Awalnya, saya
tidak mengerti panggilan dan amanat besar ini dalam diri saya. Namun saya
mencoba menjalani panggilan rasul ini. Sehingga banyak orang menyebut diri saya
adalah tangan kanan sang Rabi, Yesus.
Saya
teringat proses kehidupan bersama Yesus dan teman-teman seperjuangan. Proses di
mana saya merasa bahagia namun ada banyak kesedihan yang dialami. Bahagia
karena memiliki sang Guru yang memperjuangkan keadilan, perdamaian, kesetaraan,
transformasi dan lebih jauh lagi, yakni
nilai-nilai kemanusiaan dilakukan, diteladankan-Nya. Saya kagum dengan
ide-ide inspirasi yang membebaskan dan memberdayakan bagi siapa saja yang
dijumpai-Nya. Di bawah hukum kasih-Nya, semua orang, semua Suku, Agama, Ras dan
Gender (SARAG) sama dihadapan-Nya; yang lebih dahulu mengasihi tanpa batas,
semacam tak terhingga cinta kasih-Nya. Makin saya tercengang lagi, mujisat
ilahi-Nya nyata (baik) bagi manusia maupun alam semesta. Semua seakan tunduk,
mengalami transformasi, pulih dari status sosial maupun pulih dari sakit
penyakit, bahkan dibangkitkan dari antara orang mati.
Dipelbagai tempat, saya dengan setia mengikuti
Yesus. Banyak orang menyebut Yesus: Tabib, Guru, Gembala, Mesias, Anak Manusia,
dll. Gelar-gelar ini diberikan ketika Ia berpikir, mengucap dan melakukan
sesuatu yang membuat pengikut-pengikut-Nya bertanya-tanya: siapakah Dia (?).
Saya
mengetahui latar belakang Yesus. Ia dilahirkan dari rahim Maria. Kemudian, Ia
anak Yusuf, si tukang kayu. Keluarga-Nya sederhana. Akan tetapi, dengan sifat
kesederhanaan dibawa kuasa Roh Kudus, Ia menjadi makin terkenal, makin digemari,
disayangi oleh siapa saja. Karena Ia adalah Anak Manusia. Hikmat, wibawa, kuasa
Roh Kudus selalu bersama-Nya. Berita pembebasan dan kabar baik di sampaikan-Nya
entah itu di pesisir pantai, di Bukit maupun di Bait Allah. Tentu perjuangan
dan berita kabar baik ini menjadikan diri-Nya sang pemberi Inspirator, sang
Transformator dan motivator yang selalu menghidupkan siapa saja yang percaya
kepada-Nya. Akan tetapi, saya berpendapat bahwa eksistensi saya sebagai tangan
kanan sang Rabi, juga memberi nilai tambah. Orang-orang Kariot diseputaran
Yudea banyak mengenal dan mengikuti Yesus. Begitu juga, saya membangun jejaring
dengan orang-orang non Yahudi maupun para imam Yahudi. Wawasan dan jejaring
yang luas ikut andil dalam memberitakan kabar baik dari Sang Guru.
Ada suatu
peristiwa yang membuat saya merasa kurang hati. Begini kisah ceritanya. Enam
hari sebelum Paskah, Yesus datang ke
Betania di rumah Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati
(Yoh.12:1-8). Di rumah itu, ada suatu kejadian yang sangat aneh, tapi nyata.
Maria Magdalena meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu murni yang harganya
sangat mahal. Jelas, ketika saya melihat perbuatan tulus Maria ini, spontan
saya langsung menegur perbuatannya yang boros itu. Yesus membela Maria, karena perempuan
itu yang menandakan peringatan hari penguburan-Nya. Saya menegur Maria di depan
banyak orang, agar supaya ia tidak boros. Usul saya, minyak itu bisa di jual
dengan uang yang harganya sangat mahal, dan uang itu bisa di simpan di kas
penginjilan. Ya, jelas untuk keperluan setiap harinya. Sekali lagi, Injil di
atas segala Injil menuliskan bahwa saya ini seorang pencuri yang sering
mengambil uang kas penginjilan. Jujur saya mau katakan di sini bahwa: sifat
manusiawi melekat dalam tubuh yang fana ini. Memang benar, jika keperluan
setiap hari tidak cukup maka saya sering mengambil uang kas itu. Akan tetapi,
saya juga tahu diri untuk mengembalikan uang tersebut. Ini dikarenakan saya
Takut TUHAN dan uang kas itu telah di-buku-kan.
Singkat kata, berapa besar jumlah pengambilan uang itu; begitu pula
pengembalian ke kas penginjilan.
Kisah
perjalananku mencapai puncaknya. Saya mulai dibenci teman seperjuangan. Banyak
yang iri dengan posisi yang saya miliki. Saya mulai dikucilkan diantara mereka.
Akhirnya, saya mulai menjaga jarak. Hubungan yang renggang ini mengakibatkan
saya mulai bergaul dengan para imam Yahudi.
Para
agamawan sangat menerima kehadiranku. Saya mulai mendengar dan melihat
perbuatan yang sangat tidak baik dan picik itu. Bak udang di balik batu.
Eksistensi saya dimanfaatkan. Mereka sangat membenci Yesus yang membokar abis
dagangan di Bait Allah; Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari sabat di Bait
Allah bahkan menyebut dirinya, Mesias Anak Allah. Kami membuat diskusi untuk
menangkap Yesus. Gonjang ganjing terdengar di mana-mana. Ruangan menjadi ribut.
Uang menjadi alat penetral suasana untuk menangkap Yesus. itulah tugas baru
yang disampaikan para agamawan bagiku. Pikir singkatku, hanya menangkap Yesus
dan pasti suatu saat Ia akan dilepaskan dengan pelbagai sangsi yang akan
diterimanya.
Saya mulai
mencari strategi untuk menangkapnya, sesudah Perjamuan Malam itu. Hari ‘baik’
itu tiba. Di taman Getsemani, Yesus bersama murid-murid-Nya berkumpul. Saya mengambil bagian bersama imam-imam
kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah serta tua-tua untuk menangkap
Yesus. Sesuai kebiasaan waktu itu, di kalangan orang Yahudi, seorang rabi
dihormati dengan cara memeluk lehernya dan mencium dahinya. Memang saya
menghormati-Nya, dan itulah yang dilakukan. Tiba-tiba suasana menjadi tegang,
ada penyerangan dilakukan Petrus. Telinga imam besar terputus. Namun dengan
kasih Yesus, Ia mengembalikan dan menyembuhkan telinganya. Terlihat Yesus
menyerahkan diri secara sadar dan sukarela ke dalam tangan kami.
Melihat
kasih Yesus yang besar kepada kami, maka menyesallah saya (Mat.27:3).
Penyesalan mendalam ketika melihat Yesus, sang Rabi diadili di Mahkamah Agama
dengan pelbagai saksi dusta (Mat.26:57-68). Ia di olok-olokan, diludahi,
dipukuli, dirobeki baju-Nya sampai dipakaikan mahkota duri. Bukan hanya itu
saja, Yesus di jatuhi hukuman mati di depan wali negeri. Pemerintah mencampuri
urusan agama karena desakan para agamawan. Konsensus bersama dilanggar. Bukan
hukuman mati yang harus ditimpahkan kepada-Nya. Sekali lagi, bukan hukuman
mati. Hasil konsensus hanyalah sangsi ringan yang harus menimpah Yesus. Melihat
tidak ada yang beres, tidak ada yang benar di hadapan para agamawan, maka saya
sangatlah menyesal. Lanjut, penyesalan sangsi sosial diterima. Banyak yang
mencaci maki, mengucilkan bahkan mengutuk diri saya. Semua berubah seratus
delapan puluh derajat. Tidak ada kedamaian di hati ini; galau pikiran ini dan
tidak leluasa untuk beradaptasi. Depresi, terasa berat tertekan. Inikah kutukan
bagi diriku?
Menjalani
penyesalan setiap hari sangat menyiksa. Uang tiga puluh perak, saya kembalikan
kepada mereka. Saya tidak mempergunakan uang itu. Kemudian uang itu dipakai para
imam untuk membeli tanah tukang periuk untuk dijadikan tempat penguburan orang
asing sehingga tanah itu disebut tanah darah. Uang darah mengantarkan saya pada
akhir hidup yang sangat tragis. Ya, saya menggantungkan diri di atas pohon
(Mat.27:5). Sebelum mengakhiri hidup ini, saya memohon kiranya Yesus, sang Rabi
yang mengasihi semua orang (termasuk saya) dan mengampuni dosa-dosaku ini,
memaafkan serta menyelamatkan hidup saya di kehidupan sekarang maupun selanjutnya.
Diingatkan bagi para pembaca bahwa saya, jangan dipersalahkan! Dengan demikian,
genaplah firman TUHAN yang disampaikan para nabi dan dikemudian hari
dinarasikan para penginjil untuk misi Allah di muka bumi ini. Misi Yesus
Kristus akan pembebasan, kesetaraan, keadilan, perdamaian, transformasi dan
penyelamatan manusia (termasuk juga hewan dan tumbuh-tumbuhan).
Manado, 2 April 2013
Nency A Heydemans Moningka