Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Mari Berdoa untuk Kemanusiaan

Senin, 23 April 2012

Warna Sari Workshop Ekoteologi


Workshop Ekoteologi: Apa Respon Gereja Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Indonesia?

Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) bekerjasama dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia menyelenggarakan Workshop Ekoteologi dengan Tema “Apa Respon Gereja Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Indonesia?”. Pemakaian kata ‘gereja’ di sini tidak hanya dalam arti institusi, melainkan dalam arti individu (gereja adalah orangnya). Workshop ini diselenggarakan tanggal 17-18 April 2012 di GMIM Petra Sario Tumpaan, Manado. Kemudian mendorong tindakan aktif melalui pengembangan desa atau jemaat berbasis konservasi green village bekerjasama dengan Jemaat GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng.

Badan Pengurus Daerah (BPD) PERUATI Minahasa membuat Tim Kerja Kecil yang terdiri atas Pdt Dina Werat, S.Th selaku ketua; Sekretaris, Angie Wuysang, S.Th, MA; dan Pdt Magda Montong, S.Th berperan sebagai bendahara. Pdt Ejodia Kakoensi S.Th sebagai anggota atau korwil SULUT dan Gorontalo terjun langsung bahkan memberikan kontribusi yang besar dalam kegiatan workshop ekoteologi ini.

Bantuan workshop ini secara khusus dalam bentuk akomodasi dan konsumsi dari dua jemaat tempat pelaksanaan kegiatan ini serta BPMS GMIM. Kegiatan Workshop ini membangun kerja mitra dan jejaring bersama pemerintah daerah Prov. SULUT, khususnya Bidang Lingkungan Hidup.

Peserta yang ikut Workshop sekitar 60-an para pendeta perempuan maupun pendeta laki-laki yang tersebar di Minahasa, Sangier, Talaud, Bolmong, dan Papua. Ada juga dihadiri oleh Pdt Joyce Manarisip S.Th, M.Si (selaku Mission 21); Pdt Fanny Liem Wurangian S.Th (Bendahara BPP PERUATI); Green Weol dan Eka Egetan (Mawale Movement).

Para pembicara di workshop ekoteologi ini yakni, Pdt Jedida Posumah-Santosa STM (Dosen Fak. Teologi UKIT); Bpk Pdt. Dr. Karel Phil Erari (Ketua PGI, Senior Papua Policy Marine Adviser untuk CI, TNC dan WWF); Ibu Olvie Atteng, SE., M.Si (Kepala BLH SULUT); Anna Marsiana (Asian Women’s Resource centre for Culture and Theology / AWRC); Respon dari Sekretaris Sinode GMIM, Pdt Arthur Rumengan, M.Teol; Pdt Wailan Posumah, S.Th dan Pdt Petra Rembang (Bidang SDM Sinode GMIM, praktisi); Bpk Matulandi Supit (AMAN SULUT); Pdt Dr Sientje Marentek-Abram (Penasehat BPP PERUATI 2011-2015); dan Dr Ir Martina A. Langi, M.Sc (Staf Pengajar di P.S. Kehutanan, Fakultas Pertanian UNSRAT Manado).

Sebetulnya kegiatan ini bukanlah didasarkan pada paradigma yang tiba-tiba muncul, tetapi telah ada dalam program PERUATI 2011-2015, yang ditetapkan pada Kongres Nasional ke-3, Agustus 2011 di Ambon. Ini menunjukkan perhatian PERUATI, yang tidak saja terfokus pada penguatan kapasitas organisasi dan juga kapasitas anggota, tetapi juga kepeduliannya kepada persoalan ekologi dan ancaman kepunahan semua spesies di alam ini, di dalamnya juga manusia.

Adapun latar belakang workshop ekologi ini berlangsung yakni dengan memperhatikan dan menjadi kepedulian bersama bahwa manusia dan segenap makhluk ciptaan Allah di bumi sedang menghadapi ancaman akibat perusakan lingkungan hidup dan pemusnahan ratusan jenis keanekaragaman hayati.  Rantai ekosistem bumi yang rusak ini diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti; penebangan hutan secara illegal maupun legal, penggunaan sumber daya energi tak terbarukan, pertumbuhan industri dan korporasi global yang mengeruk sumber daya alam, pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tak terkendali, serta gaya hidup manusia yang konsumtif dan materialistis, dan semua hal ini antara lain telah mengantarkan bumi kita pada ambang kepunahannya.

Atas krisis ekologi yang sedang terjadi terjadi ini, gereja-gereja sebagai bagian dari komunitas dunia ditantang untuk mengevaluasi kembali ajaran dan teologinya dengan mengacu pada laporan-laporan ilmiah ekologis, inovasi-inovasi baru tentang kosmologi, serta pandangan-pandangan intrinsik (dan bukan lagi instrumentalistik) terhadap ekosistem bumi.  Gereja-gereja dengan kata lain diajak untuk membangun kembali konstruksi teologi mereka untuk tidak lagi dalam batasan interaksi Pencipta-Manusia belaka, namun juga dalam keutuhan konfigurasi yang mempertimbangan seluruh aspek kosmik, dengan mempertimbangkan wacana evolusi dan kepunahan semua ciptaan.

Sebagai bagian pengembangan pengetahuan dan ketrampilan perempuan berpendidikan teologi di Indonesia secara umum, dan di Minahasa secara khusus, workshop mengenai ekoteologi akan meningkatkan potensi dan kemampuan perempuan berpendidikan teologi dan akan disumbangsihkan kepada gereja, masyarakat, dan bagi keutuhan ciptaan alam-Nya.

Workshop ekoteologi ini bertujuan:
1.      Membangun kesadaram ekologis peserta workshop.
2.       Melatih peserta workshop dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan (tentang
 ekosistem lingkungan) dengan iman Kristen.
3.        Membangun dialog dan sharing antara peserta workshop tentang krisis ekologi yang dihadapi di area kerja/pelayanan masing-masing.
4.       Membangun pemahaman mengenai ecofeminism.
5.        Menentukan tempat-tempat untuk menjadi pilot project dalam aksi ramah lingkungan, dalam hal ini memilih komunitas masyarakat  GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng, sebagai subjek pelayanan tentang
6.       Merancang liturgi-liturgi ibadah yang berwawasan ekologis.

Workshop ekoteologi ini di bagi dua hari yakni:

Hari Pertama (Tanggal 17 April 2012)
            Sesi I:
Sekitar pukul delapan sampai setengah sepuluh pagi, peserta melakukan pendaftaran sebagai syarat  mengikuti kegiatan workshop ekoteologi. Pendaftaran dilaksanakan di Jemaat GMIM Petra Sario Tumpaan, Manado.

Sesi II:
Ibadah pembukaan  dipimpin oleh Pdt Jedida Posumah-Santosa STM, dan pembawa acara oleh Riane Elean, S.Th., M.Si.

Adapun liturgi ibadah pembukaan Workshop ekoteologi ini:

MENYIAPKAN DIRI  (jemaat berdiri)

INDAH DAN DAMAI DI EDEN
Indah dan damai di Eden pada awal zaman
Hidup dan cinta berlimpah, sungguh indah permai
            Ref.     Itulah hari mulia, hari penuh damai
                        Alam semesta didekapi, di dada lembut surga
Susu dan madu berlimpah pada awal zaman
Rahim surga pancar rahmat semerbak mewangi
Ref.

( air, lilin dan bunga dalam pot, dibawa ke meja)

SABDA PEMBIMBING      (Kejadian 1: 27, 28, 31a)
P          Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah             diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka.
J          Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah danbertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”
P          Maka Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik.

MEMOHON  KEHADIRAN TUHAN
P          Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya  pada TUHAN, Allahnya:

J          Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya;
yang tetap setia untuk selama-lamanya.

P          Kiranya TUHAN yang menjadikan langit dan bumi memberkati engkau dari Sion.

J          Amin

MENGANGKAT  PUJIAN
YA TUHAN,TUHAN KAMI

Ya Tuhan, Tuhan kami betapa mulia namaMu
KeagunganMu Tuhan dinyanyikan bangsa-bangsa
            Ref.     Apakah manusia sehingga Tuhan ciptakan.
                        Mahluk yang termulia segambar dengan Pencipta.
            Langit dan cakrawala bulan bintang ciptaanMu
            Kambing, domba dan lembu juga binatang di padang
            Ref.

P          Ibu dari segala yang hidup,
dari rahimMu segala yang ada dilahirkan dan menerima kehidupan.  
Diatas puji puja segala mahluk, namaMu diangkat;
dan didalam hidup serta karya mereka, impianmu diwujudkan.
 KasihMu mengalir agar menghidupkan.  
Dibawah kepak sayapMu kami mendapat perlindungan.
Dalam dekapanMu kami bertumbuh,
dengan hikmatMu kami berkarya bagi kehidupan bersama yang sejahtera. 
Kasih setiaMu menutupi segala kesalahan kami,
 dan Kau ajar kami untuk juga mengampuni saudara kami.   
Sebagaimana Engkau penyayang dan pengampun,
begitu pula kami sepantasnya terhadap saudara kami
TanganMu tidak akan menyakiti kami
malahan akan menghindarkan kami dari segala celaka
 Segala yang bersuara dan bergerak,
beserta alam semesta ini,
hidup saling memelihara dan menghidupkan,
sebagaimana maksudMu sejak semula.           Amin.


MENGAKU DOSA  (jemaat duduk)
YESAYA 32: 9-14, 19

O MAWU MALONDO
O, Mawu malondo Ruata yamang
Elangu mamogho, makiambang
Tulung ampunge Mawu, haghiku dalawangku
Dan durhakaku sutengonu

            O, Tuhan Pemurah, Allah sang Bapa,
            hambaMu berseru dis’lamatkan
            Tolong ampuni Tuhan, atas pelanggaranku dan
            Durharkaku di hadiratMu

MENERIMA PENDAMAIAN  (jemaat berdiri)
YESAYA 32: 15-18, 20

KASIH DARI SURGA
Kasih dari surga memenuhi tempat ini, Kasih dari Bapa Surgawi
Kasih dari Yesus mengalir di hatiku Membuat damai di hidupku
Reff:
Mengalir kasih dari tempat tinggi.
Mengalir kasih dari tahta Allah Bapa
Mengalir, mengalir, mengalir dan mengalir.
Mengalir memenuhi hidupku
Mengalir kasih dari tempat tinggi.
Mengalir kasih dari dekapan Bunda
Mengalir, mengalir, mengalir dan mengalir;
Membawa damai di hidupku

(jemaat saling memberikan salam)


MENYIMAK SABDA                                
Kolose 1:15-23
            Adapun perenungan ibadah pembukaan Workshop Ekoteologi yang dipimpin oleh Pdt Jedida Posumah-Santosa, STM (diambil dan ditulis berdasarkan perenungan yang dibagikan untuk peserta)

            “Belum pernah terjadi dalam sejarah kehidupan bahwa apa yang dibangun dan dipelihara sang Pencipta selama berjuta tahun, dihancurkan oleh manusia hanya dalam setengah abad belakangan ini.

            Lihatlah di sekitar kita: gunung bukit diratakan, pantai ditimbun diurug untuk menambah daratan tapi merusak lautan. Hutan yang selamat melewti beberapa generasi manusia, yang bergiri tegak bagai menara azan dan menara lonceng gereja, gugur satu persatu tak berdaya. Pilar-pilar penyangga langit diruntuhkan dalam nama kemajuan, pembangunan demi masa depan yang lebih baik. Manusia lupa, dia sesungguhnya telah dan sementara merusak paru-parunya sendiri, sebab hutan adalah sumber oksigen yang menghidupkan.

            Manusia hanya ingat dirinya sendiri dan tidak peduli dengan penghuni hutan yang adalah sesama ciptaan. Selain rumah mereka dihancurkan, dijarah, juga manusia membantai penghuninya, yakni berjenis satwa dan tetumbuhan hingga punah tak kan pernah eksis lagi.

            Buhan hanya hutan, sumber air pun ikut mati atau tercemari. Tanah subur menjadi gersang dan mati, tak mampu menghasilkan bahan makanan demi kelangsungan hidup. Belum puas dengan apa yang dibuatnya, manusia pun mengeruk perut bumi, segala kekayaannya dijarah lalu ditinggalkan luka menganga. Manusia lupa dirinya dicipta dari tanah dan akhirnya akan kembali ke tanah juga. Dan bahwa kekayaan yang tersimpan sebagai berkat namun sekaligus bisa menjadi laknat, telah dikuras habis-habisan.

            Lautan dan samudera, rumah dan dunia bagi beribu biota laut dan ikan, tercemari. Lautan menjadi penampungan sampah dan limbah yang beracun serta mematikan berbagai hayati yang hidup di dalamnya. Padahal secara tak langsung berbahaya bagi ciptaan lainnya, termasuk manusia. begitulah gambar dunia kita sekarang, jauh berbeda dengan yang dikisahkan dalam Kitab Suci orang Ibrani tentang Penciptaan. Demikian pula dengan Tanah Malesung yang pun kini sangat berbeda dengan dunianya Lumimuut dan Toar. (Kisah Lumimuut dan Toar di satu sudut pandang penuh dengan budaya ramah lingkungan, bahkan menyiratkan keterlibatan elemen-elemen alam).

            Berapa lama lagi dunia ini akan bertahan jika manusia yang diberi tugas sebagai pengolah, pengelolah, dan pemelihara ciptaan tidak bertobat?

            Dahulu, manusia menerima amanat dan mandate Allah untuk menjaga dan menikmati taman Firdaus dan Eden, dan manusia gagal melaksanakannya. Sesungguhnya perusakan ekosistem terjadi pertama kalinya ketika perempuan itu memetik buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Tindakan itu bukan saja dipandang sebagai pelanggaran atas aturan sang Pencipta tetapi juga merusak keseimbangan dan tatanan lingkungan. Bukan saja lingkungan alam tetapi juga lingkungan sosial, bahkan seluruh hubungan antar makhluk dan hubungan manusia dengan TUHANnya.

            Keserasian hubungan menjadi hilang. Jarak antar manusia dan TUHAN-nya menjadi jauh, keakraban dan kedekatan di taman Eden hilang. Lahirlah perseteruan dan jatuhlah hukuman bahkan kutuk. Manusia dan perempuan yang dicipta sepadan kini saling melempar kesalahan dan tanggungjawab. Manusia akan hidup hanya jika dia bekerja keras mengolah bumi. Sebaliknya tnahpun terkena hukuman, hanya akan menghasilkan jika dikerjakan dengan baik. Perempuan akan mengandung dan melahirkan dengan rasa sakit. Generasi baru hanya akan hadir melalui proses yang tak udah, hanya selama di dalam rahim ibu, seseorang bisa mengalami rasa aman, sejahtera dan pasti bagaikan di Firdaus. Manusia yang hidup di dunia akan selalu gelisah dan mencari-cari damai.

            Ular mewakili hewan lainnya terkutuk dan putus persahabatannya dengan manusia. bahkan di taman itu terjadilah pembunuhan pertama terhadap binatang untuk kepentingan manusia. setelah peristiwa itu, manusia terusir dari taman. Gerbang masuk taman ditutup dan manusiapun mulai pengembaraannya di atas bumi ini. lingkungan alam, sosial, relasi atau hubungan antar manusia dan Allah, antar sesama manusia dan sesama mahluk menjadi retak, bahkan rusak.

            Jika kita hendak bicara tentang lingkungan hidup atau ekoteologi, sebagai PERUATI kita jangan hanya bicara tentang hal-hal yang praktis tetapi kita harus berjalan lebih jauh lagi, yakni sampai ke pemikiran dasar atau teologi tentang lingkungan. PERUATI bukan satu LSM yang berusaha menanggulangi masalah lingkungan secara langsung lewat proyek atau program sosial. PERUATI sesuai hakekatnya sepatutnya lebih banyak berbicara tentang landasan teologi, membangun kembali atau merekonstruksi teologi lingkungan hidup. PERUATI pertama-tama bekerja bukan di muara atau di hilir tetapi lebih banyak di hulu, menjaga dan merawat kelangsungan sumber mata air maupun kemurniannya, termasuk dalam mengembangkan teologi yang akan menjadi landasan filosofis suatu program atau proyek.

            Masalah lingkungan hidup harus menjadi masalah gereja yang bukan hanya urgen tapi juga utama. Masalah lingkungan hidup mengena pada kehidupan, dan semua yang berurusan dengan hidup adalah urusan gereja. Gereja di tempatkan di dunia untuk menata dunia, ekumene, ekonomi; bukan menata surge. Gereja dipanggil bukan untuk menyiapkan manusia untuk kehidupan surga kelak, tapi untuk memberdayakan manusia hingga mampu memanfaatkan hidup di dunia ini, kini. Tugas gereja adalah menghadirkan surga atau syaloom itu di dalam kehidupan bersama seluruh ciptaan.

            Salah satu penyebab terjadinya kerusakan dan kehancuran alam dan hubungan dengan sesama bersumber pada gereja. Dan bukan saja bahwa Gereja kurang peduli dengan masalah dunia tapi juga karena mengajar teologi yang keliru. Mungkin ada yang berkata: “mana mungkin Gereja keliru selama berabad-abad ini.” mengapa tidak? Sejarah membuktikan ada banyak kekeliruan dan dosa yang dibuat Gereja selama ini. Oleh karena itu, Gereja perlu membaharui diri terus menerus, membuka diri untuk pertobatan dan pembaharuan. Hubungan dengan TUHAN perlu didekatkan terus-menerus, dihangatkan bukan hanya dengan ritual dan seremoni, perayaan-perayaan dan upacara-upacara tapi dengan tindak Mesiani dan karya pendamaian.

            Salah satu kekeliruan Gereja adalah menempatkan TUHAN Allahnya di tempat yang sulit dijangkau orang, di tempat yang tinggi dan di surge nan jauh di atas sana. Surge menjadi istana tapi sekaligus penjara bagi TUHAN. Dari sana saja TUHAN melihat-lihat dan mendengar doa kita serta mengambulkannya sekaligus. TUHAN tidak hidup menyejarah di tengah umat, TUHAN ridak berjalan dengan kita dalam setiap langkah serta nafas kita. Kalau kita perlu, barulah kita minta Dia campur tangan. YHWH, sang Pencipta yang dahulu bebas dan setiap saat bersilaturahmi dengan manusia di taman Firdaus, menjadi Allah yang dijauhkan dari ciptaan-Nya. ini yang disebut dalam istilah teologi: mengilahkan Allah atau YHWH.

            Kesalahan kedua adalah dari awalnya bapak-bapak gereja sudah dipengaruhi dengan cara pikir Yunani yang membedakan dunia, jasmani dan surgawi serta rohani. Dalam teologi Ibrani, dua kutub ini adalah satu. Manusia dilihat sebagai satu keutuhan, jasmani maupun rohani. Dualism atau dichotomy ini makin melebar dan mempengaruhi konsep teologis tentang keselamatan, eschatology dll. Karena diperlukan membaca Alkitab dengan mata baru. Mata baru ini bukan hanya mata budaya lokal maupun feminis tapi juga mata orang Ibrani. Alkitab ditulis oleh orang Ibrani, juga Yesus orang Nazareth adalah orang Ibrani, bukan Yunani.

            Oleh karena itu, untuk memahami Perjanjian Lama yang adalah Kitab Suci Ibrani haruslah kita berpikir dan menggunakan budaya atau konsep Ibrani, bukan Yunani. Benar Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani namun mengisahkan orang Ibrani yang hidup dalam budaya dan teologi Ibrani. Bahasa Yunani sering kali tidak persis menerjemahkan bahasa Ibrani sehingga kita perlu mencari padanannya agar bisa memahami maksud terutama ajaran Yesus.

            Beberapa pokok teologi yang perlu dikaji kembali adalah mengenai kedudukan atau harkat manusia diantara makhluk. Dalam kitab kejadian ada 2 kisah yang bersumber pada sumber yang berbeda, yakni sumber Y dan sumber P. Yang satu menekankan bahwa manusia adalah ciptaan yang terakhir setelah ciptaan yang lain. Sedang yang lain menekankan manusia sebagai pusat ciptaan yang utama dengan ciptaan lain tercipta demi manusia. manusia juga diberi kuasa atas ciptaan lain. Jika kita memilih yang kedua, maka kita memandang ciptaan lain sebagai yang lebih rendah statusnya dan boleh dieksploitir atau dimanfaatkan sesuka hati. Pandangan bahwa makhluk lain adalah obyek untuk kepentingan manusia, menguntungkan manusia namun menimbulkan masalah lingkungan. Kita perlu merubah teologi ini dengan teologi yang lahir dari kisa yang satu lagi. Kita ini adalah bagian dari ciptaan dan sama berharga bagi TUHAN. Semua ciptaan adalah dari Allah dank arena itu milik-Nya.

            Jika kita memupynai keyakinan yang demikian, maka sepantasnya kita menghargai makhluk lain sebagai milik Allah. Karena itu manusia patut peduli terhadap makhluk lainnya dan bukan memandang mereka sebagai obyek semata. Kita peduli bukan karena kita memerlukan mereka dan bergantung pada mereka demi kelangsungan hidup kita, namun karena kita sama-sama citaan Allah yang berharga bagi-Nya. kita sebagai kehidupan di bumi yang satu. Kasih dan kepedulian akan kesejahteraan segala makhluk harus menjadi dasar baru bagi penyelamatan ciptaan. Bersama dengan makhlum lain yang sama-sama menderita akibat kesalahan di taman Firdaus kita terpanggil untuk membangun, memelihara semua milik Allah yang disebut-Nya baik dan bukan menghancurkannya.

            Sekarang, telah kita alami kebangkitan bersama Kristus Yesus dan didamaikan satu dengan yang lainnya, juga terutama hubungan kita dengan TUHAN yang putus telah dipulihkan kembali. Menjadi tugas kita yang tak dapat ditawar lagi untuk menghadirkan Firdaus dalam kehidupan kita. Pelestarian alam, pemulihan lingkungan, bukan tugas negara atau masyarakat saja tetapi adalah amanat TUHAN kepada Gereja.

            PERUATI yang menjadi wadah bagi perempuan-perempuan berpendidikan teologi, mewarisi amanat untuk menjadi saksi kebangkitan dan hidup baru. Kita terpanggil untuk memulihkan dan merawat ciptaan Allah sebagai ungkapan kasih terhadap kehidupan, apalagi masalah lingkungan sangat erat dengan perempuan. Selamat berlokakarya.”
           
           
Setelah kita telah mendengarkan sabda TUHAN, maka marilah kita menyiapkan hati dan pikiran untuk lanjutkan dengan tata ibadah di bawah ini

THERE IS PEACE
There is peace like a river, 2x There is peace like a river in my soul
There is peace like a river, 2x There is peace like a river in my soul
            There is love…..
            There is power……


MENGANGKAT DOA
P          Allah pencipta langit dan bumi,
            Allah sumber berkat, sumber segala sesuatu di dunia ini.
J          Kami bersyukur kepada-Mu
            karena matahari, bulan, bintang,
            siang dan malam yang kami jumpai,
P          sungai, hamparan ladang, laut dan angkasa yang luas,
            embun yang kami nikmati setiap pagi,
            angin dan hawa sejuk yang membelai,
            panas siraman mentari yang mememekarkan bunga-bunga indah
J          karena bukit, lembah dan dataran,
            segala tumbuhan dan margasatwa,
            atas segala karya seni agung buah tangan-Mu di dunia ini.

P          Kami bersyukur kepada-Mu
            karena kerukunan dan keserasian,
            semangat kebersamaan dalam kerja,
J          karena pekerjaan, panen dan segala rezeki,
            pemberian tangan kasih-Mu.

P          Kami bersyukur kepada-Mu
            karena Engkau telah menciptakan kami,
J          memelihara kami,
            memanggil kami kepada iman,
P          karena kasih anugerah-Mu menyelamatkan kami,
            memberikan kuasa untuk mengalahkan kejahatan,
            dan memberikan jaminan hidup kekal.
J          Kiranya kasih dan anugerah-Mu yang tergores di kayu salib,
            kabar sukacita kebangkitan-Mu,
            meneguhkan iman dan memberi semangat,
            agar kami menjadi garam dan terang dunia,
            agar kami setia menjaga keutuhan ciptaan-Mu,
            menjadi perintis bagi gerakan mememelihara bumi
            dan menjadi syahid demi mempertahankan setitik mata air.
 
P          Maka peliharalah kami selalu,
            sirami kami agar menjadi pohon yang rindang,
            penuh buah kemanisan,
            dan burung-burung datang,
            bertandang memetik buah buah yang Engkau sediakan untuk mereka.
 
P+J     Terpujilah Allah Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad.  Amin

KULIHAT IBU PERTIWI    (jemaat berdiri)
Kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati
Air matamu berlinang mas intanmu terkenang
Hutan gunung sawah lautan simpanan kekayaan
Kini ibu sedang susah merintih dan berdoa

Kulihat ibu pertiwi, kami datang berbakti
lihatlah putra-putrimu menggembirakan ibu,
ibu kami tetap cinta; putramu yang setia
menjaga harta pusaka untuk nusa dan bangsa.

MENERIMA PENGUTUSAN DAN BERKAT
P          Kita dibangkitkan ke dalam kehidupan baru agar yang hidup mampu menghidupkan, agar 
            terciptalah keadilan, damai dan keutuhan bagi seluruh ciptaan.
            Kasih karunia sang Pencipta menanungi hari depanmu dan memberimu rahmat
            Kasih sang Pendamai mengalir di hidupmu dan memberimu damai sejahtera
            Hikmat sang Pendamping menerangi jalanmu dan memberimu pencerahan

J          AMANG KASURUAN
            Amang Kasuruan Kasuruan Wangko
            Wukaan nai lalan wayaan nami
            Pasule-sulenai palondo-londoingen
            Pakelu-kelungen wayaan nami
            Keli-kelinai wutu-wutulenai mbaya waya
            Kasaleen kaaruyen angkatouan nami
            Tawa-tawangenai aki-akienai mbaya waya
            Kasaleen kaaruyen angkatouan nami
            Pakatuan Pakalowiren


Setelah ibadah pembukaan workshop terlaksana dengan hikmat dan berjalan dengan baik maka sekarang ini dilanjutkan dengan sambutan dari ketua BPP PERUATI, Pdt Rut Ketsia Wangkai, M.Th. “Puji syukur kepada Allah dengan Roh keibuannya maka workshop ekoteologi ini bisa dimulai……., Ketika PGI yang juga menetapkan program peningkatan kesadaran dan kepedulian gereja-gereja terhadap krisis ekologi melalui Bpk Pdt. Dr. Karel Phil Erari (Ketua PGI, Senior Papua Policy Marine Adviser untuk CI, TNC dan WWF) pada akhir tahun lalu menawarkan kerjasama workshop ini, maka kami PERUATI Minahasa menyambutnya dengan senang hati” Cetus Pdt Rut Ketsia Wangkai, M.Th.  Lanjut, menurutnya “kami memulai rencana ini dengan dana, sepeser pun kami tak punya. Hanya bermodalkan semangat dan komitmen untuk mengambil bagian dalam membangun kesadaran bersama akan ekoteologi. Selamat mengikuti workshop selama dua hari kepada bapak, ibu, saudara/i sekalian.

Para peserta menyambut workshop ektoteologi ini dengan penuh antusias. Makin lama, makin banyak peserta yang hadir mengisi bangku kosong gedung gereja ini. Setelah itu, kami masuk dalam sambutan ketua panitia workshop, Pdt Dina Werat, S.Th selaku nyonya rumah dan ketua BPMJ GMIM Petra Sario Tumpaan, Manado.

Sesi III
Di gedung gereja ini, jam menunjukkan pukul 11 siang. Kami mulai dengan materi pertama mengenai Global Warming dan Dampak Climate Change di Indonesia: Sekitar Eko-teologi tantang Relasi Spiritual Antar Spesies dan Respon Gereja Berbasis Ekologis. Materi ini dibawakan oleh Pdt Dr Karel Phil Erari (Ketua PGI, Senior Papua Policy Marine Adviser untuk  CI, TNC dan WWF).

Presentasi ini bertujuan menelaah aspek Spiritualitas diantara Sesama Ciptaan,yang secara kategorial disebut dalam Kejadian 1- 2. Dalam Kisah Penciptaan Langit dan Bumi, disebut tentang Bumi Langit dan segala isinya. Dalam Ekologi dan Biologi disebut sebagai Species. Hubungan Antar Species sebagai istilah yang mendorong dan memperkenalkan paradigm baru dari relasi Manusia dan sesama Ciptaan dalam perspektif  Eko-Teologi.

Dalam perspektif baru ini, manusia ditempatkan diatas pentas Penciptaan yang sama sama memiliki spiritualitas,dan berada diatas platform yang sama sebagai sesama ciptaan dari Penciptaan Langit dan Bumi dan segala isinya dimana  terdapat unsur  kehidupan. Ini merupakan bagian integral dari Diakonia baru yang kini menjadi mandat dari Gereja. PGI sejak Konvensi Dunia di Seoul 1992, tentang Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) dari WCC, telah mengintegrasikan tema Lingkungan Hidup sebagai agenda Diakoni Gereja di Indonesia, namun belum menjemaat secara merata diantara gereja anggota PGI. Bahkan tidak semua pusat pendidikan Teologia, anggota PERSETIA menintegrasikan Ekologi atau Eko-Teologia dalam kurikulumnya sebagai salah satu mata kuliah khusus.

Dalam butir butir tesis yang saya (Pdt Dr Karel Phil Erari) bangun dalam studi Ekologi sebelumnya; dikatakan bahwa Teologi tanpa Ekologi, bukanlah Teologi yang utuh. Hal ini mengindikasikan betapa Ekologi menjadi sangat menentukan dalam konstruksi Teologi.

Diakhir penutup presentasi Pdt Dr Karel Phil Erari mengajak kita untuk merenungkan baik manusia atau spesies, minum dari air yang sama, mendapat oksigen dari hutan dan laut yang sama, hidup dari tanah yang sama. Kini air, laut, tanah dan hutan yang menjadi milik bersama itu terancam binasa karena dampak climate change. kita juga belajar dari kearifan lokal seorang tokoh adat Dayak yang menolak kehadiran HPH: “simpanlah uang yang kamu mau suap. Kamu bisa mencetak uang tetapi tidak bisa mencetak tanah. Kami tidak menjual tanah kami.”

Dampak dari climate change merupakan suatu realita yang tidak bisa dihalangi ancamannya secara global. Tren kerusakan lingkungan hidup suda terasa pada fenomena cumaca ekstrim, banjir, tanah longsor, kenaikan air laut, naiknya suhu udara dll.

Telah terjadi ketidakseimbangan ekosistem global karena pemanasan bumi. Hal mana sangat berakibat pada relasi antar manusia dan semua spesies dalam alam. Gereja dan teologi dipanggil untuk membanguan suatu Theological Framework yang berbasis ekosistem antara lain pembaruan liturgis. Pembaruan liturgis gereja ini mengandung motivasi utama agar gereja mengintergrasikan unsure-unsur alam sebagai komponen penting dalam ibadah gereja: antara lain air, terang, bunga, batu, ayam, sebagai simbol –simbol alam yang merepresentasikan seluruh spesies ciptaan Allah (Bnd. Mazmur 104).

Pernyataan menarik menyentuh hati nurani saya kala Pdt Dr Karel Phil mengatakan “di Manado terjadi reklamasi pantai besar-besaran. Sumber air laut dan ekosistem di dalamnya terganggu. Untuk memulai hidup ramah lingkungan maka janganlah kita membuat ibadah disekitar reklamasi pantai atau pertemuan di mall atau tempat yang telah di ‘sulap’ (baca: dipakai) menjadi bahan komediti kepentingan tertentu yang merugikan alam ini.

Materi presentasi di atas berdasarkan powerpoint dan materi buku panduan dari Pdt Dr Karel Phil Erari. Masih banyak penjelasannya, namun saya tidak akan copy-past dalam tulisan ini. Mohon maaf ya, pembaca.

            Sekarang kita masuk dalam sesi materi berikutnya dari Ibu Olvie Atteng, SE., MS.i (kepala BLH SULUT). Berhubung Pdt Dr Karel Phil Erari telah memaparkan panjang lebar apa itu global warming dan climate change dilihat dari respon gereja (?),  maka saya (Ibu Olvie Atteng) akan mengkaji permasalahan lingkungan dari kebijakan pemerintah.

            Kedua materi yang dipaparkan dari kajian gereja dan pemerintah sangat mengundang daya nalar dan partisipasi aktif menyayangi dan bersabat dengan alam sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Para peserta diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan maupun memberikan pernyataan pengalaman berkaitan dengan lingkungan hidup.

Makan Siang (13:00-14:00)
            Setelah kami diberikan ‘nutrisi’ pelbagai pemahaman, pengalaman dan tindakan peduli  akan lingkungan alam, maka kami pun diisi kembali dengan nutrisi makanan hasil alam. Makanan khas Minahasa. huhui, mayo kuman.

Sesi IV
            Sebelum masuk dalam materi ketiga, Pdt Arthur Rumengan (Sekretaris Umum Sinode GMIM) memberikan pernyataan dan dukungan positif dari BPMS GMIM kepada PERUATI dan PGI mengenai workshop ekoteologi.

            Tibalah kita pada materi  Posisi, Peran & Tanggungjawab Perempuan dalam Penyelengaraan Bumi: Sebuah Refleksi Teologi Ekofeminisme Konstektual.” Materi ini diberikan oleh Anna Marsiana (Asian Women’s Resource centre for Culture and Theology / AWRC).

            Kakak Anna Marsiana berbagi pengalaman. Simak prolog dalam makalah yang dibawakannya dan saya ‘kemas’ di bawah ini:

“Bumi kita ini sudah tua” demikian kalimat yang sering saya dengar setiap kali terjadi sesuatu terkait dengan bumi ini. Entah itu banjir, tanah longsor, gempa, tsunami, gunung meletus, dan dan peristiwa yang sering dikategorikan sebagai bencana alam yang lainnya. Begitu pula dengan musim yang tidak tentu dan tidak bisa lagi ditentukan saat ini. Paskah bersalju? Tidak pernah terbersit sekalipun atau bahkan masuk dalam akal pikiran manusia di Eropa sampai dengan 20 tahun yang lalu, tetapi tiba-tiba sungguh terjadi dalam 5 tahun terakhir. Berkebalikan dengan White Christmas yang mulai tidak bisa dipastikan. Itu jika kita bicara dalam konteks Eropa.

Bagaimana dengan konteks kita di Asia, atau juga di Indonesia, dan lebih mengerucut lagi di Sulawesi? Tahun kemarin saya berkunjung ke Makasar dan mendengar keluah petani yang sekarang tidak lagi bisa menanam padi, karena sifat tanah persawahan mereka sudah berubah. Air laut sudah meresap ke dalam tanah areal persawahan... Hal yang sama dengan alasan yang berbeda juga saya dengar di banyak daerah lain di negeri ini. Di Jogja data resmi pemerintah menunjukan bahwa permukaan air tanahnya mengalami penurunan signifikan selama 30 tahun terakhir.

Hal yang sama dan bahkan lebih parah juga terjadi di banyak tempat di Indonesia,  di kota besar seperti Jakarta dan Semarang, dimana bukan hanya air tanah melainkan juga permukaan tanah yang mengalami penurunan. Fenomena penurunan permukaan air tanah ternyata bukan hanya terjadi di perkotaan, melainkan juga di pedesaan. Di kota besar, kita tahu penyebab utamanya adalah pembangunan infrastruktur yang berlebihan dan tidak memenuhi standar tata kota dan lingkungan yang benar, kebutuhan dan pemakaian air yang besar dan cenderung berlebihan, serta persoalan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Sedangkan di desa, sebagian besar karena terjadinya penjualan sumber-sumber air dan mata air pegunungan kepada perusahaan-perusahaan air minum kemasan seperti Danone, Ades, dll.

Belum lagi soal dampak pertambangan seperti di Papua, Kalimantan, dan Sumatra, maupun konversi hutan ke perkebunan monokultur dimana-mana. Di Papua, Freeport dan pembalakan liar telah meninggalkan luka mendalam terhadap Ibu pertiwi dan putra-putrinya. Tailing berton-ton, tanah keropos dan ancaman amblas sewaktu-waktu, adalah bom waktu bagi penduduknya. Begitu juga kebakaran hutan di Sumatra dan deforestasi besar-besaran yang sudah masuk fase kritis. Atau dari Jawa dimana polusi:tanah,air, udara sudah mencapai puncak dan kian tak terkendali?

Sekedar mengingatkan saja bahwa setiap hari sedikitnya 200.000 ton limbah tailing dibuang ke perut bumi Papua oleh PT Freeport. PT Freeport di Papua telah merusak bahkan mengeruk gunung Ersberg yang dianggap keramat oleh penduduk sekitar, dan gunung Grasberg yang letaknya berdekatan dengan   target selanjutnya.  Pengerukan gunung di Papua telah mencemari lingkungan.  Lebih dari 1,2 milyar ton limbah tailing PT Freeport telah dibuang ke lingkungan sekitar dan ini  terus bertambah sedikitnya 200.000 ton tiap hari. Penduduk sekitar pertambangan tidak dapat mengambil manfaat dari hutan, karena gunung yang dikeramatkan dan habitat hewan telah dirusak.  Kaum perempuannya tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, karena sungai-sungai sudah tidak dapat dipergunakan untuk mencuci dan keperluan lainnya.  Tenaga kerja yang dibutuhkan juga dari kalangan laki-laki.Artinya perempuan di Papua kehilangan pencaharian ataupun pekerjaannya.


Begitu pula di Kalimantan, kelompok swadaya ibu-ibu dari suku Dayak Kaharingan bercerita bagaimana mereka semakin terdesak ke tengah hutan. Akibatnya tidak sederhana.Dengan makinmasuk ke dalam hutan, berarti mereka makin jauh dari akses publik untuk hidup sehari-hari, padahal hutan saat ini berbeda dengan hutan 25 tahun yang lalu misalnya. Saat ini mereka makin sulit jika harus bergantung 100% terhadap hasil hutan baik untuk makan maupun kesehatan. Belum lama, seorang mahasiswa dari Dayak Kaharingan bercerita kepada saya bahwa mereka pun makin terdesak karena tiba-tiba pusat belajar komunitas yang mereka bangun sudah diklaim sebagai milik perusahaan tertentu.

Provinsi Kalimantan Selatan menjadi wilayah pengerukan batu bara terbesar kedua di Indonesia dengan produksi kadar debu mencapai 976 mikro gram per normal meter kubik, jauh di atas standar baku, yakni 230 mikro gram per normal meter kubik. Sementara di Kalimantan Timur, menueurt keterangan seorang aktif lingkungan, Kahar Al Bahri seperti dikutip; oleh Antara, alokasi pengerukan batu bara mencapai 21,7 juta hektare dengan jumlah Kuasa Pertambangan (KP) mencapai 1212 dengan produksi batubara yang diekspor mencapai 180 juta ton per tahun.Setiap tahun 12,000 (duabelas ribu) hektar lahan pertanian pangan diubahfungsinya menjadi kawasan keruk. Duabelas ribu hektar alih lahan pertanian/th, adalah sama dengan peniadaan lapangan kerja untuk lebih dari 120 ribu tenaga kerja, dan lebih dari 75% adalah perempuan. Artinya secara tidak langsung telah terjadi domestifikasi perempuan secara masif, dan berpotensi melahirkan persoalan baru, bagi perempuan maupun masyarakat penduduk setempat secara umum.

Saya (Anna Marsiana) yakin daftar cerita itu akan sangat panjang. Namun semua itu baru seputar perusakan masif oleh negara atau perusahaan nasional dan atau trans-multi nasional, dan belum memasukkan faktor gaya hidup dan perilaku individu modern yang cenderung berifat merusak lingkungan.

Peran & Tanggungjawab Perempuan Berteologi Ekofeminisme di Indonesia

Lalu peran yang seperti apa yang bisa dimainkan oleh perempuan dalam berteologi ekofeminisme dan ikut menyelematkan bumi?

Dalam konstelasi piramida multi layer seperti digambarkan oleh Elisabeth Schussler-Fiorenza seperti di atas, maka tidak bisa perempuan harus keluar dari stereotipe identitas tunggak keperempuanannya. Artinya, sebagai perempuan, Kristen, dan apalagi teolog, maka kita sadar akan multi-identitas kita dan mulai memainkan multi peran kita secara kritis. Makalah ini tidak mungkin mengupas semua peran yang dimiliki seorang perempuan berpendidikan teologi, namun minimal 2 peran kita, sebagai teolog dan sebagai perempuan, kita bisa mainkan dengan lebih maksimal.

Sebagai Teolog:
Saya ingin mengutip Vandana Shiva:




Sebagai teolog perempuan, pada satu sisi kita memiliki pengalaman subordinasi dalam power relasion yang bersifat power dominating, sehingga kita tahu rasanya seperti apa, dampak negatif yang kita warisi dan memenjarakan kita berabad-abad. Karenanya sebagai teolog perempuan, kita memiliki alasan kuat untuk mengembangkan teologi ekofeminisme, dengan menggunakan perspektif pengalaman subordinasi dan ketertindasan kita.

Kita dipanggil untuk selalu memiliki sistem alarm, yang akan terus berbunyi manakala kita mendengar laporan statistik mengenai pertumbuhan pasar, karena seperti dalam kutipan di atas, pertumbuhan pasar/kapital saat ini selalu berbanding terbalik dengan kondisi lingkungan.

Yang kedua, dalam kondisi alam yang sudah demikian rusak, dan makin menguatnya ideologi pasar yang merasuk ke semua sendi kehidupan, upaya membangun teologi-ekofeminis tidak bisa lagi hanya konsern di sekitar isu-isu teologis, namun benar-benar harus bersentuhan dan menjawab langsung persoalan dan tantangan ekologis dan semua dampak ikutannya. Refleksi teologis yang kita bangun harus mampu secara kritis melihat nilai-nilai dominasi dalam segala bentuk dan di semua lini, yang telah menjadi sumber malapetaka global ini.


Yang keempat, data statistik menunjukkan bahwa tiap tahun makin banyak perempuan yang bermigrasi ke kota, urbanisasi maupun juga migrasi sebagai TKW di negeri orang. Sejauh ini sangat minim pembekalan teologi yang diberikan kepada mereka. Padahal kehidupan yang mereka masuki akan sangat berbeda, dan berpotensi menimbulkan gegar budaya, temasuk dari budaya pro-alam kepada pro-kapital. Ideologi pasar dan produk instan memang membombardir kita, masuk ke setiap sudut rumah kita, ke rumang tamu, ke kamar tidur, dapur, dan toilet, tanpa ampun; lingkungan yang sudah rusak dan tidaka memadai lagi sebagai penyedia sumber kebutuhan sehari-hari adalah bagian dari lingkaran setan yang harus dipecahkan.

Di sini jugalah tantangan teolog perempuan, untuk mengembangkan teologi ekofeminisme yang kontenkstual dan menyentuh langsung kehidupan kaum perempuan calon imigrant maupun urbanisasi.
Akhirnya, dalam rangka menjawab semua tantangan yang ada di muka tadi, teologi ekofeminis yang hendak kita bangun nampaknya menyangkut semua aspek, bukan hanya praktika melainkan juga sistematika dan biblika. Kita harus siap membongkar dogma mengenai keselamatan (dominasi agama Kristen atas agama lain, khususnya agama suku), banyak melakukan tafsir ulang atas teks-teks (dominasi manusia atasu bumi maupun termasuk dominasi Aallah atas manusia dan dominasi laki-laki atas perempuan, dominiasi kaum hetero atas homo, dst), serta membangun etika baru yang lebih ramah terhadap sesama dan alam. Dalam bahasanya Ruether, teologi ekofeminis yang kita bangun harus menandai gerakan perempuan baru yang membawa pada revolusi sosial.

Sebagai Perempuan:
Tantangan kita bukan di tataran teori dan refleksi teologis, namun praksis, menghidupi teologi yang kita yakini dan ingin kembangkan.

Ketika saya di Nias, di desa kecil, pulau kecil, yang akses jalan tidak ada, yang untuk sampai ke desanya pada waktu itu orang harus naik bis 2 jam dari kota, kemudian jalan kaki melewati rawa setinggi pinggang selama 3-4 jam (karena tidak akses jalan sama sekali), tetapi sampai di desa tsb saya mendapati pemandangan yang sulit saya percaya:

Ibu menggendong bayi dengan jajanan pabrikan serupa chiki di tangannya, yang malamnya memasak mie instan dan bukan tumis daun singkong atau daun genjer, atau sayur hijau lainnya, untuk makan malam kami, yang di dapurnya tersedia kopi instan dengan creamer, tapi tidak punya kopi bubuk tubruk. Dan itu menjadi sesuatu yang umum. 

Maka di sinilah tantangan kita sebagai perempuan, dimana faktanya kita masih banyak bersinggungan dengan penyelenggaraan hidup yang paling dasariah: makan, minum, sanitasi, pendidikan nilai dalam keluarga...... Beranikah kita mengatakan putus kepada ideologi pasar yang sudah begitu kuat mencengkeram hidup kita sehari-hari?
Mengurangi konsumsi enerji listrik, mengurangi konsumsi air, mengajak keluarga untuk mengembalikan air ke bumi dengan membuat biopori, mengajak keluarga untuk mengeola sampah rumah tangga sehingga terjadi perputaran ekosistem kecil-kecilan di setiap rumah tangga, dst.

            Dari pengalaman Anna Marsiana yang ditulis dalam makalahnya, saya tertarik dengan pernyataannya “ekofeminis melihat dari pengalaman perempuan yang tertindas dengan mengoreksi diri akan seberapa jauh semangat roh kita, komitmen bahkan konsentrasi kita melakukan aksi berdasarkan kearifan lokal.” Bagi kaum feminis, perjuangan mereka bukan hanya pada pengalaman pribadi kaum perempuan melainkan lebih bagi mereka yang termarginalkan seperti trans gender. 
           
            Bukan hanya materi ini yang sangat menarik, melainkan cara penyampaian sang materi sangat enerjik, berpikir bebas, lincah dengan luapan semangat yang penuh makna. Oleh sebab itu, banyak pendeta yang bertanya dan sesi tanya-jawab ini makin seru. Saya mendapat pencerahan kala bunda (Pdt Dr S. Marentek-Abram) memberikan pernyataan: “laki-laki menanam pohon, tetapi ibu-ibu yang menyiram pohon itu. Dengan kata lain, ada hubungan mitra bersama.” Saking serunya hingga tak terasa dua jam setengah berlalu.



Sesi V (Pukul 17:00)
            Sharing pengalaman tentang penjabaran teori dan praktek ekoteologi oleh Pdt Wailan Posumah S.Th, Pdt Petra, Bidang SDM Sinode GMIM, praktisi dan Bpk Matulandi Supit, AMAN SULUT.

            Sementara para bapak memberikan materi, sementara itu pula kami diberi kopi/tea, dan kue cucur, panada dan lalampa (kue khas Minahasa).

            Pengalaman dari kaum bapak sangat memberikan motivasi dan inspirasi bahwa kita pun bisa bermitra guna kelangsungan hidup makhluk di bumi. “ekoteologi sama dengan ekologi teolog dan ekonomi teologi.” Ada seorang pendeta berkata “Kebanyakan jemaat menanam bukan hanya memberikan penghijauan bumi tetapi juga untuk bernilai ekonomis, sebut saja pohon cempaka, pohon sengon, jati dan sebagainya.”

            Ini menjadi sesi terakhir di hari pertama workshop ekoteologi. Di tutup dengan doa serta makan malam bersama. Jam delapan malam, kami pulang ke rumah masing-masing.


Hari Kedua (Tanggal 18 April 2012)
Sesi I:
            Ibadah dan Penelaan Alkitab (PA) bertema ekofeminis oleh Pdt Dr Sientje Marentek-Abram.      
Marilah kita mempersiapkan hati dan pikiran untuk masuk dalam ibadah:

                                                          
PERSIAPAN:
Simbol-simbol yang diperlukan:
-          Pot berisi tanah dan benih
-          Buah-buahan
-          Bunga
-          Air
-          Beberapa pohon kecil
-          Kain hitam

DIAMLAH, HAI JIWAKU (Rabindranath Tagore)

P.     Diamlah hai jiwaku, pohon-pohon sedang berdoa;                   
        Ketika aku bertanya kepada pohon agar bercerita tentang Tuhan,
        maka ia berbunga.

Menyanyi setengah suara: DIAMLAH…
         Diamlah, singkirkan kebisingan dihati
         Diamlah, kosongkan dirimu bagi Allah
                                                             
P.      Dalam kesunyian, marilah kita melipat tangan kita dalam doa.......  
P.      Dalam kesunyian, marilah kita meletakkan tangan kita pada telinga kita dalam doa....
P.      Dalam kesunyian, marilah kita meletakkan tangan kita di atas jantung kita dalam  doa.....
Dalam kesunyian.....kosongkanlah hatimu..... rasakanlah keindahan ciptaan Allah di          
dalam dirimu....Lalu biarkanlah pohon-pohon berbicara...... biarkanlah mereka
          bercerita tentang Allah...Biarlah tanaman berbunga dan bertumbuh.... menambah kekagumkita akan Allah yang telah mencipta begitu indah......

Doa bersama:  -berdiri-
            Allah yang Kudus dan Ajaib,
           kami berdiri disini dengan penuh ketakjuban akan ciptaanMu;
           Mengagumi hasil buatan tanganMu
             Mujizat-mujizatMu di sekeliling kami membuat kami tertunduk
Dan mengetahui bahwa semuanya ini adalah hadiahMu yang agung untuk kami,
             Dan bagi kami untuk menikmatinya secara bersama. Amin.

Menyanyi bersama:  KJ 289:1,2
                        Tuhan Pencipta Semesta
            Tuhan Pencipta semesta, Kaulah Yang Mahamulia
            Sungguh besar, karunia yang Kau beri!
                   KasihMu nyata terjelma, di sinar surya yang cerah
                  Di sawah dan tuaiannya yang Kau beri
           
PEMBACAAN ALKITAB: Kejadian 1:1-2:4a     –duduk-
REFLEKSI:  dibaca bersama
P.         Allah telah menciptakan air yang bening seperti kristal
             Dan ada tanah untuk mengalirkan
             Roh Kudus melayang-layang diatas permukaan laut.
             Allah melihat bahwa semuanya itu baik adanya.

J.           Allah melihat  semuanya baik adanya
             Dan adalah petang dan adalah pagi...

P.          Allah membuat hamparan rumput hijau yang indah
              Tersulam dengan bunga-bunga, lebah dan jamur
              Pohon-pohon telah tertanam di kebun Allah
              Allah melihat bahwa semuanya itu b aik adanya.

J.            Allah melihat semuanya baik adanya,
              Dan adalah petang dan adalah pagi..

P.           Allah membuat laut yang penuh dengan ikan
              Dan burung-burung yang beterbangan diatas kita
              Binatang-binatang yang membuat tanah kita menjadi kaya
              Allah melihat semuanya itun baik adanya..

J.            Allah melihat semuanya itu baik adanya.
               Dan adalah petang dan adalah pagi...

P.           Seorang lelaki, seorang perempuan dijadikan dalam citra Allah
               Dalam persekutuan yang penuh dengan ciptaan
               Mengasihi, saling membagi satu dengan yang lain
               Allah melihat semuanya itu sangat baik adanya....




SAAT TEDUH

P.           Tetapi segera firdaus mereka hilang
               ketika cinta dan perhatian menjadi penguasa,
               Allah melihat kebaikan itu hilang.
                         
J.            Allah melihat kebaikan itu hilang
               Dan tidak ada lagi petang dan tidak ada pagi.

P.             Ciptaan Allah tergeletak di kaki kita,
              Air menjadi coklat bahkan hitam, anak-anak kita sekarat
                Karena kelaparan dan bermacam-macam penyakit
                Firdaus itu telah hilang,
                Allah melihat kebaikan itu hilang.

J.             Allah melihat kebaikan itu hilang
               Dan tidak ada lagi petang dan tidak ada pagi........
  ---------   bunga, air, pohon, benih dan tanah ditutup dengan kain hitam ......

RESPONS KITA
Dalam kelompok kecil mendiskusikan respons kita sebagai perempuan dan laki-laki berpendidikan teologi, sebagai anggota jemaat, tanggung jawab kita bagi bumi yang sudah hilang kebaikannya. Padahal bumi diciptakan Allah untuk kita perhatikan dan rawat. Alkitab berbicara tentang keutuhan ciptaan dan panggilan kepada manusia untuk merawat Taman Eden (Kej.2:15). Bumi kita sudah dalam keadaan kritis dan salah satu buktinya adalah perobahan cuaca yang ekstrim yang menimbulkan bahaya bagi manusia, sudah alami menyebabkan banyak binatang kehilangan tempat tinggalnya dan banyak penyakit merongrong kehidupan manusia. Semakin banyak listrik yang dipakai, semakin banyak mobil yang membutuhkan bensin, semakin banyak sampah yang diproduksi, semakin banyak manusia di bumi, semakin panaslah bumi ini. Apakah respons kita menghadapi semua ini?

SHARING HASIL DISKUSI KELOMPOK   

DOA BERSAMA
Allah yang Maha Memperhatikan,
Kami sungguh-sungguh berterima kasih untuk pemberianMu dalam ciptaan;
Untuk bumi ini, untuk kampung halaman kami, untuk keindahannya dan sumber-sumbernya;
Kami berdoa untuk mereka yang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan berhubungan dengan sumber-sumber alam agar dapat dipakai secara bertanggungjawab utnuk kebaikan semuanya; kami berdoa untuk mereka yang bekerja di darat, dilaut, di udara dan di perindusterian agar kami dapat menikmati buah karya mereka dalam kekaguman akan karyaMu;
Kami berdoa untuk para artis, ilmuwan dan para pemikir agar melalui karya mereka kami boleh melihat ciptaan itu nampak segar.
Tuhan, terima kasih untuk kehidupan yang Engkau berikan kepada kami
Dan terima kasih karena dalam seminar ini ada waktu memahami ulang dan menegaskan komitment kami terhadap ciptaanMu ...
Ya Tuhan Allah, anugerahkanlah kami kehidupan yang baru...
Ya Kristus Penebus, baharuilah kami...
Ya Roh Kudus, kuatkan dan tuntunlah kami untuk melakukan semuanya ini. Amin

MENYANYI      BETAPA INDAH BUMI INI
            Betapa indah bumi ini yang Kau jadikan, Tuhanku
            Terhambur-hamburlah disini sekalian mujizatMu
            Sejak ku turun atau naik ku lihat tanganMu yang baik
            Sejak ku turun atau naik ku lihat tanganMu yang baik.

BERKAT
P.   Karena kita telah berkomitmen untuk terus memelihara bumi dan ciptaan Allah lainnya, marilah kita mohon berkat Allah:
Kiranya Allah memberkati kita dengan hikmat untuk memelihara bumi dan isinya...
Kiranya Allah Memberkati kita dengan kehidupan yang baru....
Kiranya Ia yang mengetahui komitmen kita akan selalu membaharui kita dan gereja...
Kiranya bumi ini menjadi tempat yang lebih baik untuk didiami oleh semua ciptaan, oleh kita dan anak cucu kita saat ini serta mereka yang akan hadir setelah kita. Amin

Sesi II
            Materi “Rumah Kita Bersama” disampaikan Dr Ir Martina A. Langi, M.Sc (Staf pengajar di P.S Kehutanan, Fakultas Pertanian UNSRAT Manado).
           
            Adapun materi yang disampaikannya:
            “ dalam tata surya kita ini, bumi adalah satu-satunya planet yang dapat dihidupi oleh manusia serta semua mahkluk hidup yang kita kenal dan ketahui. Dan di antara semua makhluk hidup ciptaan TUHAN di bumi ini, manusialah yang diperlengkapi dengan komposisi yang tepat dari akal dan budi untuk “mengelola dan memelihara” RUMAH kita bersama ini. Alam semesta yang telah diciptakan “sungguh baik adanya” itu (Kej. 1:31). Mengapa manusia? pasalnya, manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej. 1:27), berarti mewarisi karakter keilahian-Nya, antara lain mau dan mampu untuk melakukan mandat itu. Jika tidak, maka tak ada alasan memposisikan manusia di atas sesama ciptaan lainnya, bukan? Menjaga keharmonisan hidup bersama sesama ciptaan TUHAN lainnya, dengan demikian merupakan panggilan hakiki setiap insan di dunia ini, siapapun dan apapun dia.

            Ketika penciptaan manusia dilakukan setelah penciptaan tatanan ala mini, di sana terkandung maksud yang vital di mana manusia tak dapat hidup dan bertahan tanpa alam sekitar. Manusia memerlukan sandang-papan-pangan yang adalah hasil dari produksi alam; manusia memerlukan udara-air-tanah yang bermutu yang adalah hasil dari mekanisme (ekosistem) alam; bahkan manusia memerlukan keteraturan alam dan keindahan alam yang adalah hasil dari berbagai fungsi ekologis yang berjalan. Tanpa semua itu, kita bisa membayangkan kehidupan yang semakin tak nyaman, tak aman dan mahal.

            Kehidupan macam apakah yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita nanti? Padahal mereka pun berhak untuk menikmati kehidupan Taman Eden yang “sungguh baik adanya.”

            Orang bisa saja berdalil bahwa bukankah semua itu diciptakan untuk dimanfaatkan? Kalau perlu dengan mempraktekkan upaya penaklukan yang semena-mena, bukankah telah tertulis demikian? Inilah pokok persoalannya, ketika manusia keliru menginterpretasikan sabda Allah, terlalu sering lewat kacamata egosentrisnya, maka segala sesuatu ‘dijustufikasikan’ menurut kepentingan semu dan sesaat. Jika saja kita ma uterus belajar ‘dengan otak dan hati’ maka kita akan melihat bahwa semua ilmu pengetahuan itu adalah untuk membantu manusia ‘hidup baik’ dengan dirinya dan sesama (ciptaan) menuju keharmonisan jangka panjang. Manusia adalah bagian dari ala mini, sekali-kali bukan ‘boss’ yang eksklusif.
           
            Jika selama ini pemanfaatan itu kita lakukan atas azas human-centered, kini paradigm itu harus dipangkas menjadi eco-centered, artinya kepentingan kita (manusia) adalah bagian dari kepentingan bersama. Membinasakan alam sekitar pada gilirannya akan membinasakan kita juga.

            Kini seolah berkembang konflik yang keliru contohnya orang merasa ‘berdosa’ menggunakan bahan berkayu karena takut dicap merusak hutan. Di sinilah akal itu bekerja, jika kayu memang dibutuhkan, maka budidayakanlah itu. Tanam dan pelihara di kawasan budidaya (produksi) untuk kelak dimanfaatkan sebagaimana pula dengan produk sandang-papan-pangan lainnya.
           
            Di setiap wilayah, tata ruang harus ditetakan antara kawasan produksi, kawasan pengembangan dan kawasan lindung di mana ekosistem alami (sebagai mesin alam) sangat penting dipertahankan. Dengan pengaturan yang erdas dan tegas maka kita akan dijauhkan dari berbagai konflik kepentingan.

            Sedini mungkin, marilah kita terus menghargai alam sekitar kita, ingat bahwa semua itu ada dalam pengaturan invisible hand yang terus menopang kehidupan di muka bumi ini. keberadaan kita diwarnai oleh keberadaan mereka, karena secara kosmik segala sesuatu tercipta dengan tujuan dan peran masing-masing.

            Hal esensi yang perlu dilakukan manusia adalah menemukan bentuk-bentuk pengelolaan yang cerdas dan menyeluruh. Di mulai dari diri sendiri, di mulai dari hal-hal keseharian. Pada tataran atas, harus ada kebijakan serta keputusan yang membumi (realistik-komprehensif) serta kena sasaran; dan pada tataran pelaksana, harus ada motivasi yang benar dalam melaksanakan segala sesuatu. Motivasi yang lahir dari wawasan pribadi yang memadai dan terus diperbaharui. Dalam jalur ini, maka setiap action akan dilakukan dengan sadar dan mandiri, tanpa perlu di dorong-dorong oleh pihak lain. “saya melakukan sesuatu karena saya tahu, paham dan mampu..” sebuah citra ilahi yang kita sandang sepanjang hayat.

            Pada akhirnya, pemeliharaan RUMAH ini dapat menjadi tantangan iman yang percaya. Teologi yang membumi tidak lagi memisahkan dogma dari seluruh aspek kehidupan yang ada, hidup kita adalah ‘khotbah’ kita, demikian pula sebaliknya. Teologi selayaknya berada di atas semua –logi- lainnya. Implikasinya, seseorang yang bergerak di ranah ini sudah sepatutnya memperlengkapi diri dengan berbagai pengetahuan (dan teknologi) lainnya. Dengan demikian, hikmat yang keluarg dari mulutnya akan mengandung makna kekinian, makna kehidupan nyata, di samping makna pragmatis dan tekstual yang hakiki.

            Ekologi sendiri adalah salah satu cabang ilu alam yang mendalami dinamika alam serta hubungannya dengan manusia. lewat ekologi, manusia belajar bahwa ala mini memiliki ‘aturan main’ yang tak dapat dilanggar. Jika dikatakan bahwa segala sesuatu yang dijadikanna ternyata membawa fungsi masing-masing, maka tak ada yang kebetulan atau sia-sia; dan berbagai fungsi itu secara keseluruhan membuat Bumi ini ‘layak huni’ oleh seluruh makhluk citaan secara berdampingan dalam relung hidup masing-masing. Ada fungsi produksi, ada fungsi konsumsi, dan fungsi dekomposisi yang semuanya terjadi secara siklik, siklus kehidupan.

            Lewat ekologi, kita belajar bahwa segala sesuatu di ala mini terhubung secara langsung atau tidak langsung. Mempertahankan sebanyak mungkin ragam kehidupan berarti mempertahankan kekayaan fungsi ekologis yang pada gilirannya akan memberikan jasa ekologis yang tak ternilai, jasa-jasa yang selama ini semakin menipis di alam akibat salah kebijakan, salah pengelolahan dan banyak kekeliruan lainnya yang dapat dan harus kita perbaiki.
           
            Itulah materi (sesuai makalah) yang dibawahkan Dr Ir Martina Langi M.Sc, Diakhir powerpoint-nya memakai refleksi teologis. Waah, seorang penatua dan anak Alm, Pdt Langi (Dosen Fak. Teologi, UKIT) yang bisa membaca situasi workshop ini. Salut!

            Sesi ini membuka ruang dialog dan Tanya-jawab. Merangsang daya nalar dan hati para pendeta perempuan dan laki-laki. “Bagaimana ibadah bukan hanya sorga telinga, romantika semu melainkan ibadah harus dilaksanakan dalam kerja setiap hari, mulai dari kegiatan kecil setiap hari yang penuh makna bagi alam,” cetusnya.

            Setelah sesi ini berakhir, kami membuat kenangan selama dua hari itu sebagai pembawa materi, panitia dan peserta dalam foto bersama untuk dokumentasi PERUATI Minahasa.

Makan Siang (pukul 13:00-14:00)
            Ini menjadi makan siang terakhir di jemaat GMIM Petra Sario Tumpaan Manado. Menu khas Minahasa disajikan untuk kami makan bersama. Di belakang gedung gereja ini, sosok Ibu Pdt Evie Rawung S.Th selaku Sekretaris BPD PERUATI Minahasa memberikan ucapan terima kasih sambil  berkata “terima kasih banyak buat jemaat dan pelayan khusus yang telah bersedia selama dua hari, tanggal 17-18 April 2012, menjadi nyonya dan tuan rumah yang baik di workshop ekoteologi ini. Jemaat, PELSUS dan Para pendeta telah mempersiapkan tempat bahkan menjamu kami dengan makanan dan minuman. Sekali lagi, terima kasih banyak, Tuhan Yesus memberkati kita sekalian.”

            Sebelum saya meninggalkan gedung gereja ini, selayang mata memandang terlihat sampah bertebaran di mana-mana. Dari tempat duduk, di bawah kursi maupun di sudut ruangan ini penuh dengan tissue, sampah gelas plastik sampai pada sampah kue. sejenak saya berpikir “waah teori, pengalaman dari para narasumber sangat baik untuk diteladani tetapi apakah peserta ini sudah sadar lingkungan dengan membuang sampah di tempatnya (?). hmmm, meskipun ada kostor gereja tetapi apakah tidak bisa dibuang sendiri ke tempat sampah? Mari jo torang mencintai torang pe lingkungan melalui hal kecil. Bagemana itu? Mari jo buang sampah pa depe tampa deng kesadaran sandiri. Praktis, bukan?

Perjalanan Menuju Kali, Pineleng
            Selama setengah jam kami menempuh perjalanan dari Manado ke desa Patar-Kali Pineleng. Panitia menyiapkan satu bus. Kemudian diikuti mobil pribadi para pendeta.

Sesi III
            Tibalah kami ditujuan di GMIM Solafide Patar-Kali, Pineleng. Pembagian kelompok dipimpin oleh Pdt Dr. Karel Phil Erari. Kemudian, kami membentuk kelompok sesuai dengan wilayah PERUATI yakni kelompok PERUATI Bolmong, PERUATI Sangier, PERUATI Talaud, PERUATI Papua dan PERUATI Minahasa.

Adapun yang akan dibahas dalam kelompok yakni Rencana Tindak Lanjut (RTL) tentang situs ekologik (ecological site) “Green Village” disetiap wilayah PERUATI berdasarkan kearifan lokal setempat. Selama lima belas menit, kami berdiskusi sesuai kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan paparan Pdt Dr Karel Phil Erari. Dalam paparannya ini ada langkah awal bermakna bagi sumbangsi gereja, yakni: pertama, di dalama gedung gereja pakailah bunga hidup bukan bunga plastik. Kedua, diseputaran gedung gereja tanamlah bunga, pohon dan tumbuhan ‘apotek hidup’. Ketiga, kurangi penggunaan kursi plastik dalam gedung gereja. Dan oleh karena itu, pakailah rotan atau kayu produk lokal sebagai tempat duduk.

Sebelum kita masuk dalam pemaparan RTL hasil kelompok, maka diberi kesempatan kepada Pdt Petra untuk membagi pengalaman dan sosialisasi bibit bagi para peserta, jemaat dan Pelsus GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng.

Pdt Petra (Bidang SDM Sinode GMIM) membawa bibit sengon dan bibit malina. Dibagi-bagikan kepada kita sekalian. Pembagian ini agar supaya mendorong kami untuk lebih giat menanam dan betapa pentingnya pohon bagi kehidupan makhluk hidup. Kemudian, Pdt Petra memberikan penjelasan bagaimana  cara menanam bibit ini sampai bertumbuh dan menghasilkan nilai ekonomi teologi.

Setelah kami mendengar penjelasan di atas, tibalah kami untuk mempresentasikan hasil RTL kelompok.

Yang mendapat giliran pertama, yakni PERUATI Bolmong. Yang menjadi sasaran yakni pastori, gedung gereja dan halamannya, serta rumah anggota jemaat. Di mana diserukan untuk penanaman tumbuh-tumbuhan hidup (apotek hidup); penghematan listrik dengan mengarahkan pada tenaga surya; pengaturan sampah atau pemilihan sampah organic dan non organic untuk menjadi pupuk. Dalam rencana ini kami memasukkan lomba hias rumah anggota jemaat. Terakhir, bagaimana kita menjalani relasi yang baik dengan sesama (ciptaan lainnya).

PERUATI Sangier dan PERUATI Talaud mendapat kesempatan yang kedua. Hasil kesepakatan RTL kedua wilayah PERUATI ini disampaikan kakak Pdt Adel Marasu, S.Th., M.Si. Sekilas saya mencatatnya, yakni: workshop ekoteologi akan dilaksanakan di Tagulandang, Sangier dan di Melongguwane, Talaud sekitar bulan Juli-Agustus 2012;  Sebulan sekali dibuat tata ibadah minggu bernuansa ekoteologi. Merubah paradigma dekorasi plastik di dalam gedung gereja; Mengurangi penggunaan air kemasan botol plastik. Penggunaan air kemasan botol plastik seringkali disebut sebagai lifestyle. Akhirnya gereja salah kaprah akan paradigma semacam ini; Gedung gereja Minahasa, Sangier dan Talaud kehilangan identitas budayanya; Menjaga mata air sebagai sumber air minum, mengingat air minum yang dijual di daerah kami sangat mahal harganya dibandingkan di jual di daerah Manado. 

Saya (Pdt Adel Marasu, S.Th., M.Si) sedikit berbagi pengalaman yakni ketika naik kapal laut dari pelabuhan Manado, di mana sebelum berangkat dari pelabuhan dan sesudah sampai di tujuan pelabuhan kami dihentar dengan doa yang dipimpin oleh pendeta. Saya pun salut akan iman Kristen penumpang dalam kapal ini. Tetapi di sisi lain saya sedih. Kenapa? Selesai berdoa, penumpang membuang sampah makanan, minuman di pantai, di laut. Di satu sisi iman Kristen sangat kuat. Di sisi lain, kepekaan akan lingkungan alam sangat lemah. Ironis, bukan?

Kesempatan ketiga diberikan kepada PERUATI Papua. Lokusnya di STT Jayapura. Waah, pembaca saya minta maaf karena saya tidak sempat mencatat RTL mereka. Kalau pembaca mau cari tahu lebih mendalam hubungi panitia saja yaah, kakak Angie Wuysang, S.Th., MA. Namun ada pernyataan menarik dari kakak pendeta sampaikan “Kalau mau berkunjung di Papua jangan hanya sampai di sorong, harus lanjut ke daerah Raja Empat., aaah keren, bukan?.” Jika dipikir-pikir, kapan yaa saya bisa ke Raja Empat.., hehehehe

Sebagai nyonya dan tuan  rumah, PERUATI Minahasa mendapat kesempatan terakhir untuk melaporkan RTL. Rencana yang kami susun yakni bekerjasama dengan Jemaat GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng sebagai green village. Untuk hasil lebih lanjut, saya tidak menulis dalam catatan ini. sekali lagi maaf yaah pembaca. Kalau mau mencari tahu lebih lanjut bisa hubungi panitia. Terima kasih untuk pengertiannya.

Coffee-break (Pukul 17:00)
            Kami dilayani jemaat dan pelsus jemaat GMIM Solafide Patar Kali, Pineleng dengan minuman dan makanan khas Minahasa. Makin sejuk udara di tempat ini, makin terdengar suara jangkrik (rie-rie) di sekitar gedung gereja ini. Bisa diimajinasikan betapa sari dan asri-nya nuansa alam saat itu.

Sesi IV
            Ini menjadi sesi terakhir di mana ibadah penutupan sekaligus pencanangan ‘green village’. Pencanangan resmi dibuka oleh Pdt Dr Karel Phil Erari. Tak ketinggalan foto bersama sebagai dokumentasi.

            Marilah kita mengikuti ibadah penutupan:

Liturgi  Penutupan Workshop Peruati
Disusun dan akan dibawakan oleh Pdt. DR. Karel Phil Erari
Respons Gereja atas Perubahan Iklim Dunia

Persiapan Ibadah :
Majelis Jemaat , unsur Perempuan : Datanglah kepada kami dalam Terang (sambil menyalakan lilin dan meletakan di altar

Majelis Jemaat, unsur Kaum Bapak: Sampaikanlah  kepada kami  KebenaranMu (Sambil meletakkan Alkitab di Altar.

Seorang Pemuda : Tinggalah dengan kami dalam Kasih ( Sambil meletakkan Salib di Altar).

Berdiri.

Pelayan Jemaat :  Ya Tuhan, Tuhan kami, Betapa mulianya namaMu di seluruh Bumi.        KeAgunganMu yang  mengatasi langit  dinyanyikan.

Semua             :   Pujilah Tuhan, hai segenap CiptaanNya.
PJ                    :  Bumi dan segala isinya adalah  milik Tuhan, Dialah Tuhan atas seluruh Ciptaan.
Semua                         :  Pujilah Dia, hai matahari, dan bulan, pujilah Dia hai segala bintang terang!
P & J               :   Baiklah semuanya memuji Nama Tuhan, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta.

Nyanyian jemaat :  KJ 3: 1-3
KAMI PUJI DENGAN RIANG
Kami puji dengan riang, Dikau Allah yang besar
Bagai bunga t’rima siang, hati kami pun mekar
Kabut dosa dan derita, kebimbangan t’lah lenyap
Sumber suka yang abadi, b’ri sinarMu menyerap

Kau memb’ri, Kau mengampuni, Kau limpahkan rahmatMu
Sumber air hidup ria, lautan kasih dan restu
Yang mau hidup dalam kasih Kau jadikan milikMu
Agar kami menyayangi, meneladan kasihMu

Semuanya yang Kau cipta memantulkan sinarMu
Para malak, tata surya, naikkan puji bagiMu
Padang, hutan dan samud’ra, bukit, gunung dan lembah,
Margasatwa bergembira ‘ngajak kami pun serta

Duduk.

Orator 1   :      Tuhan, diakhir Loka karya  PERUATI, kami berkumpul bersama jemaat Solafide Patar Kali, kami bersyukur, bahwa kami dan semua species dalam Alam ini, adalah sesama ciptaanMu, masing masing dengan keagungannya.

Orator 2 :         Engkau yang menciptakan Pohon, tanaman, sungai, danau dan lautan. Kami telah menemarkan citaanMu, sehingga alam Panas, lalu Iklim berubah dan seluruh alam ciptaanMu sakit dan merana.

Semua :           Ya Tuhan, ampunilah kami dan kasihanilah kami.

Nyanyian Para Pendeta Perempuan :

Orator 3:          Tuhan, Engkau yang menciptakan Laut, Terumbu Karang, Sungai dan Danau, semuanya Indah dan bersih. Kami telah mengeruk dan merusak alam ini, dan mengguna-kannya untuk kepentingan kami sendiri. Kami tidak menghormati dan mengasihi Alam ini, sebagai sesama  species ciptaanMu.

Semua:            Ya Tuhan, ampunilah kami dan kasihanilah kami.

Akta dan komitmen Peserta Loka karya serta wakil wakil Jemaat menghantar berbagai Species Ciptaan ke depan Altar dan berkomunikasi sambil berjanji dan berkomitmen.
Refeksi  : Ada yang membawa batu, daun gedi, buah pisang, ayam, air, lilin, dan sebagainya.

Nyanyian bersama : KasihNya seperti Sungai.

Doa Syafaat bersama seluruh alam Ciptaan :

Pelayan Jemaat : Biarlah kegelapan malam meliputi kita. Biarlah terang dan kehangatan bersama kita, biarlah suara burung burung dan jangrik memuji Nama Sang Pencipta.

Semua             : Biarlah Ya Tuhan, kami menjaga jemaat dan desa ini sebagai tempat kehadiranMu. Tolong kami agar semua Pohon dan Tanaman disini, memberikan Oxigen bagi Umatmu disni dan dimana saja.

Pelayan Jemaat:  Biarlah semua burung dan margasatwa serta hewan di desa ini kami pelihara dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab.

Semua             :  Biarlah Sungai sungai yang mengalir disekitar desa kami ini dipelihara agar terus mengalir, sesuai haknya sebagai Sungai CiptaanMu.

Pelayan Jemaat :  Biarlah semua peserta Loka Karya menjadi instumen bagi gerakan penyelamatan Alam ini di  jemaat dan di tempatnya masing masing.

Semua             :  Biarlah Jemaat Kali ini menjadi tempat dimana manusia dan semua CiptaanMu saling menghormati dan mengasihi, agar tercipta Keadilan Iklim dan Perdamaian antar manusia.

Nyanyian bersama : KJ 415 : 1-3
Gembala Baik Bersuling Nan Merdu
Gembala baik, bersuling nan merdu,
membimbing aku pada air tenang
Dan membaringkan aku berteduh
di padang rumput hijau berkenan

Ref.      O, Gembalaku itu Tuhanku
Membuat aku tentram hening
Mengalir dalam sungai kasihku
Kuasa damai cerlang bening

Kepada domba haus dan lesu
Gembala baik memb’rikan air segar
Ke dalam hati haus dan sendu
dib’riNya air hidup yang benar (Ref.)

            Di jalan maut kelam sekalipun
            ‘ku tidak takut pada seteru
            Sebab Gembala adalah Teman
            dan Jurus’lamat bagi diriku


Berkat :           (Berdiri)
Pelayan Firman : Kini kami tahu, bumi bukan milik kami.
Semua             : Kami milik Bumi.

PF                    : Kini kami tahu, Manusia dan semua species ciptaanMU merupakan satu mata rantai  Ciptaan yang berhak atas Hidup ini.

 Berkatilah kami Ya Tuhan Pencipta. Dan hadirlah senantiasa kemanapun kami berjalan dan dimanapun kami berada.

Nyanyian Pengucapan Syukur :  NKB  133 : 1-3
Syukur Pada-Mu Ya Allah

Syukur padaMu ya Allah atas segala rahmatMu
Syukur atas kecukupan dari kasihMu penuh
Syukur atas pekerjaan walau tubuh pun lemban
Syukur atas kasih sayang dari sanak dan teman

Syukur atas bunga mawar harum indah tak terp’ri
Syukur atas awan hitam dan mentari berseri
Syukur atas suka duka yang Kau b’ri tiap saat
Dan FirmanMu-lah pelita agar kami tak sesat

Syukur atas keluarga penuh kasih dan mesra
            Syukur atas perhimpunan yang memb’ri sejahtera
            Syukur atas kekuatan kala duka dan kesah
            Syukur atas pengharapan kini dan selamanya


            Setelah ibadah penutupan ini, “marilah kita ke tempat duduk masing-masing dan melihat pertunjukkan tarian Maengket oleh Kaum Ibu Jemaat GMIM Solafide Patar Kali Pineleng,” cetus Pdt Marlyn Wongkar sebagai MC acara.

            Tarian maengket merupakan tarian khas identitas Tou Minahasa. Semua penari dilakoni kaum ibu, kecuali pemukul tambor. Dua tambor ini dibawakan dua bapak yang penuh semangat kala membawakan pujian Makamberu. Menurut saya, Mitra ( sebagai perempuan dan laki-laki) membentuk ke-kompak-kan dengan berkobar semangat jiwa Tou Minahasa Kristen melalui gerak tari tubuh, ucapan pujian yang penuh makna nilai teologisnya, tarian Maengket tentunya !!!!

            Kami lanjut dengan ucapan terima kasih dari nyonya rumah, ketua BPMJ Jemaat Solafide Patar Kali, Pineleng. Lalu, ditutup dengan doa penutup sekaligus doa makan malam.

            Akhirnya, waktulah yang memisahkan kami. Setelah selesai makan malam bersama, kami pun pamitan kepada sesama peserta, pembicara materi, panitia dan jemaat setempat.

            Terima kasih untuk PERUATI dan PGI yang telah menyelenggarakan workshop ekoteologi dengan memberi warna sari demi pencerahan doing theology. Biarlah rajutan saya ini memberi manfaat bagi pembaca sekalian yang tidak sempat hadir dalam workshop ini. Meskipun saya menyadari masih banyak kesalahan, mungkin ada kegiatan atau kisah yang terlewatkan di dalam tulisan ini yang tidak sempat dituliskan, salah penulisan nama atau gelar dan ataupun menyinggung hati orang lain atau pihak yang merasa dirugikan. Maka, dengan kerendahan hati dan akal, saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Tulisan ini dirajut guna pengalaman saya hadir sebagai gereja dan peserta dalam workshop ekoteologi. Menurutku, “daripada pengalaman terlewatkan di makan zaman, lebih baik ditulis menjadi keabadian zaman.”

TUHAN Memberkati Kita Sekalian


Salam Basodara
Manado, 23 April 2012
Pukul 20:24
Nency A Heydemans Maramis